Ashila mematikan laptop kesayangannya. Dia baru saja selesai melakukan video call dengan raka, sahabatnya yang sekarang sedang berada di malaysia. Setelah lulus kuliah raka diterima disalah satu perusahaan ternama di negara malaysia. Sedangkan ashila cukup berpuas diri dengan menjadi salah satu karyawan di salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang properti di kota jakarta.
Ashila dan raka sudah menjalin hubungan persahabatan sejak dibangku perkuliahan. Kira-kira 7 tahun yang lalu. Ashila masih amat sangat mengingat bagaimana pertemuan pertama mereka. Pertemuan yang langsung menumbuhkan benih-benih cinta dihati ashila. Namun sayangnya, dia tidak pernah mempunyai keberanian untuk mengungkapkan perasaannya kepada raka.
Awalnya ashila mengira perasaannya terhadap raka hanyalah sebatas kekaguman semata. Namun setelah bertahun-tahun lamanya ternyata perasaan itu makin tumbuh tanpa bisa dicegahnya.
Ashila merasa tidak akan bisa menggapai raka. Sosok raka terlalu sempurna baginya. Cowok dengan tinggi 180cm dan memiliki kulit putih bersih serta hidung yang mancung. Raka juga memiliki bola mata berwarna coklat yang mampu meluluhkan gadis mana saja yang menatap langsung ke bola matanya.
Ashila sebenarnya bukan gadis yang biasa-biasa saja. Ashila memiliki wajah yang cantik alami tanpa polesan make up seperti kebanyakan gadis lainnya. Kulitnya yang seputih susu makin menambah kecantikannya. Dia juga memiliki rambut yang indah serta senyuman yang mempesona.
Namun entah kenapa raka seperti tidak tertarik dengan kecantikan yang dimiliki ashila. Terbukti dengan reputasinya yang seringkali gonta-ganti pacar tanpa meminta ashila menjadi kekasihnya.
Ashila seolah tidak memperdulikan rasa sakit dihatinya. Baginya apapun hubungan yang mereka jalani asalkan dia selalu bersama raka itu sudah cukup untuknya.
Entah sudah berapa besar cinta yang tumbuh dihatinya untuk raka. Yang jelas, tawa raka adalah tawanya. Kesedihan raka juga merupakan kesedihannya.
"Melamun seperti biasanya". Shanti, teman kerja sekaligus teman dikosan ashila menyindir ashila yang selalu saja menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan raka.
"Dan lo selalu mengganggu seperti biasanya". Ashila cemberut membalas sindiran shanti.
"Gue heran sama lo shil, sampai kapan lo memendam perasaan lo buat raka". Shanti lagi-lagi menanyakan pertanyaan yang sama setiap kali ashila melamunkan banyak hal tentang raka. Ashila memang sudah menceritakan semua tentangnya dan raka kepada shanti. Termasuk tentang perasaan terpendamnya.
"Gue gak tau shan. Biarin berjalan apa adanya aja. Gue belum siap mengungkapkannya".
"Yayayayaaaa. Selalu dengan jawaban yang sama. Udaah aah gue mau tidur aja". Shanti meninggalkan ashila sendirian dikamarnya. Dia sudah lelah menceramahi ashila tentang cinta terpendamnya. Astaga, dia bahkan tidak menyangka masih ada orang yang mencintai begitu dalam bahkan bertahun-tahun lamanya.
Shanti sudah berulang kali mengingatkan ashila untuk mengungkapkan perasaannya atau kalau tidak lebih baik move on saja. Shanti bahkan mengenalkan beberapa teman prianya kepada ashila. Namun hasilnya nihil, tidak ada yang mampu menggeser posisi raka dihatinya. Sekarang, dia hanya bisa mendoakan yang terbaik buat ashila.
"Andaii lo rasain apa yang gue rasain shan". Ashila bergumam seiring dengan keluarnya shanti dari kamarnya. Dia bukannya tidak mau mengikuti nasehat-nasehat shanti, hanya saja dia tidak punya cukup keberanian untuk melakukan semua sarannya.
Drrttt..drrtt..
Ponsel ashila bergetar pertanda ada pesan singkat baru yang masuk. Dia dengan senyum sumringahnya membuka pesan tersebut karena dia sudah sangat hapal siapa yang mengirim pesan tersebut.
From : Rakaku
Good night princess.
Ashila membalas pesan singkat dari raka dengan senyum sumringah yang masih menghiasi bibirnya.
To : Rakaku
Good night raka.
Send.
Sejak kepindahannya ke malaysia 3 tahun yang lalu, entah kenapa raka tidak pernah lupa untuk mengirimi ucapan "good night" kepada ashila. Dia bahkan selalu menyelipkan kata princess di belakangnya. Ashila tentu saja bahagia dengan panggilan princess tersebut, namun dia juga tidak lupa diri dengan status mereka. Dia tidak mau salah mengartikan panggilan tersebut. Dia bahkan tidak pernah bertanya kenapa raka mengganti penggilannya menjadi princess. Dia hanya tidak ingin kecewa dengan jawaban yang akan didengarnya dari raka.
---------------------------------------
Ashila baru saja pulang dari kantor. Dia sangat lelah hari ini. Sepertinya mandi air hangat bisa sedikit menghilangkan pegal-pegal yang dia rasakan. Saat akan mengambil handuk ashila mendengar ponselnya berdering. Nama raka terpampang jelas dilayar ponselnya. Dia lalu mengangkat telepon dengan semangat seolah penat yang dirasakannya menghilang entah kemana.
"Haloo ka". Ashila menyapa raka seperti biasanya.
"Heii princess. Pasti kamu baru pulang kerja kan ?".
"Ya begitulaah. Berhentilah memanggilku dengan panggilan menggelikan seperti itu ka". Ashila selalu saja protes dengan panggilan princess yang ditujukan kepadanya. Walaupun dalam hatinya dia bahagia sekali dipanggil seperti itu oleh raka.
"Hahahaa berhentilah protes princess".
"Jadi apa yang membuat seorang raka adrian menelpon dijam begini ?". Ashila berbaring dikasur empuknya menghadap ke jendela. Dia selalu menyukai posisi seperti ini saat telponan dengan raka. Dia jadi merasa sosok raka ada diluar jendela. Terlalu lebay bukan ? Namun begitulah jika seseorang sedang jatuh cinta.
"Ga ada apa-apa siih. Aku hanya merindukan suara cemprengmu princess".
"Kamu beneran rindu apa cuma mau meledekku siiih. Suara merdu gini dibilang cempreng. Gih sana periksa telinga kamu ke dokter". Jawab ashila dengan jutek.
"Ciyee yang keselll. Sinii siniii peluuuk duluuu". Raka sengaja menggoda ashila.
"Berhentilah menggodaku Mr. Annoying".
"Hahhaa menggodamu adalah hal yang sangat menyenangkan princess". Tawa raka terdengar sangat jelas oleh ashila. Entah kenapa mendengar tawa raka yang lepas seperti itu membuatnya bahagia. "Ya sudah, aku tau kalau kamu pasti belum mandi. Sekarang mandilah dan jangan lupa untuk makan malam. Aku tidak ingin kamu menjadi kurus kering seperti orang yang kekurangan gizi".
"Baiklaaah Mr. Annoying.".
"Bye princess".
"Bye rakaa".
Ashila pun menutup teleponnya, senyum sumringah masih setia bertengger di bibirnya. Astagaa, efek dari telpon raka benar-benar luar biasa. Dia terlihat seperti anak umur belasan tahun yang sedang jatuh cinta saja.
----------------------------
Ashila sedang dalam perjalanan menuju bandung. Bandung merupakan kota kelahiran serta kota tempatnya dibesarkan. Hari ini adalah hari jumat. Ashila memutuskan untuk mengambil cuti besoknya dan menghabiskan weekend bersama orang tuanya. Udah hampir dua bulan dia tidak pulang kerumah. Biasanya dalam sebulan dia bisa pulang dua kali.
Aaaaah dia harus ekstra sabar saat berada dirumah nanti. Diusianya yang sudah hampir memasuki 26 tahun ini ashila mulai didesak oleh ibunya untuk segera menikah. Sesuatu yang sama sekali belum terfikirkan oleh ashila. Jangankan memikirkan menikah, memikirkan untuk menyatakan perasaannya kepada raka pun ashila masih belum sanggup.
Ashila yang belum pernah membawa satupun pria yang dikenalkan sebagai pacar pun membuat orang tuanya khawatir. Orang tuanya bahkan mulai mencarikan jodoh untuknya. Namun sayangnya ashila selalu menolak untuk dijodohkan. Untuk bertemu saja pun ashila enggan rasanya.
Tidak terasa ashila sudah sampai dirumahnya. Aaaaah dia benar-benar rindu suasana disini. Dia pun melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya.
Tok tok tok
Ashila mengetuk pintunya beberapa kali. Tak lama terdengar langkah dari dalam yang makin lama makin terdengar jelas di telinganya.
Ceklek
"Shilaaa, kok gak ngabarin ibu kalau mau pulang". Ibunya ashila terlihat kaget dengan kedatangan anaknya. Biasanya ashila selalu mengabari orang tuanya sehari sebelum kepulangannya. Ibu ashila lalu memeluk ashila dengan sayang.
"Biar surprise buu". Bohong ashila sambil memeluk ibunya. Sebenarnya dia sengaja tidak memberi tahu kepulangannya agar ibunya tidak berusaha menjodohkannya lagi.
"Ayoo masuk. Kamu pasti capek kan". Ibu ashila merangkul ashila dan membawa anak kesayangannya itu masuk."kamu istirahat ya nak, biar ibu masakin masakan kesukaan kamu dulu yaa. Nanti ibu kabarin ayah biar pulang cepet hari ini".
"Shila bantuin ibu masak aja yaa. Shila ga capek kok. Shila kangen masak bareng ibu". Ashila bergelayut manja dilengan ibunya. Dia memang sangat manja jika berada dirumah.
"Ya sudah kalau begitu. Kamu ganti baju dulu gih sanaa. Ibu tunggu didapur ajaa".
"Ok boss". Ashila menjawab sambil hormat kepada ibunyaa. Ibu ashila pun hanya bisa tertawa melihat tingkah anaknya itu.
---------------------------------
Ashila dan orang tuanya sedang menikmati makan malam mereka. Suasana keluarga harmonis terasa sekali disana. Ashila sungguh rindu momen seperti ini.
"Makan yang banyak ya nak, ayah tidak mau kalau anak ayah kurus begitu". Ayah ashila berbicara disela-sela kunyahannya.
"Iyaa yaah. Shila ga kurus kok. Ini tuh udah pas kali yaah. Shila ga mau gemuk aah". Jawab shila sambil menuangkan kuah sop ke nasinya.
"Udah pas gimanaa. Nanti dikira orang kamu ga pernah dikasih makan looh". Seloroh ayah ashila.
"Jadi kapan kamu mau bawa pacar pulang kerumah nak ?". Ibu ashila mulai membahas hal yang paling dibencinya. Sejak sampai dirumah ashila selalu mengajak ibunya berbicara apapun agar ibunya tidak menanyakan masalah menikah lagi.
"Shila lagi makan loh buuu. Jangan bikin selera makan shila hilang doong".
"Kamu itu selalu menghindar kalo ibu tanya soal itu. Ibu mau kamu cepet menikah nak. Kamu kan anak kami satu-satunya".
"Sudaah sudaah. Hentikan dulu pembahasan itu. Lanjutkan makannya". Ayah ashila menengahi perdebatan diantara ibu dan anak itu. Kalau dibiarkan bisa dipastikan ashila akan meninggalkan ruang makan seperti biasanya. Yaa, ashila selalu beralasan sudah kenyang dan bergegas kekamarnya jika disinggung soal pernikahan.
------------------------------------
Ashila sedang sibuk membereskan perlengkapan-perlengkapan yang akan dibawanya ke jakarta. Sudah hampir 3 hari dia dirumah jadi sekarang waktunya kembali ke ibu kota untuk bekerja seperti biasanya.
Beruntunglaah dia sejak perdebatan saat makan malam waktu itu ibunya tidak membahas soal pernikahan lagi. Jadi dia bisa menghabiskan waktu dirumah dengan mood yang sangat baik.
Ceklek
Pintu kamar ashila terbuka dan masuklah ibunya dengan membawa banyak makanan. Seprtinya dia akan membawa banyak barang lagi.
"Ini buat cemilan dikos ya nak". Ibu Ashila memberikan berbagai macam makanan khas bandung kepada ashila.
"Makasiih ya buu". Ashila mulai menyusun makanan tersebut kedalam sebuah dus kecil.
"Nak, ibu mau bicara sama kamu".
Ashila menghela nafas berat. Dia sudah tau apa yang akan dibicarakan ibunya. Astaga, ibunya benar-benar tidak pantang menyerah ternyata. "Bicara apa buu". Ashila menghentikan kegiatannya dan duduk disamping ibunya.
"Minggu depan ibu mau kamu pulang lagi, ibu mau mengenalkan kamu sama seseorang. Ibu harap kamu tidak menolak seperti biasanya". Ibu ashila mengelus kepala shila dengan lembut.
"Buu, ashila ga mau dijodohin. Ashila mau nikah sama pria pilihan ashila sendiri". Rengek ashila.
"Kamu ga harus langsung menikah nak. Cukup berkenalan dulu. Setelah itu kamu yang putusin semuanya. Gimana ?".
"shila fikirin dulu ya buuk. Kalau bisa pulang shila kabarin sama ibu" mendengar jawaban ashila ibunya langsung mengecup dahi ashila dengan sayang.
Ashila kembali menyusun barang-barang yang akan dibawanya. Dia tidak mau memikirkan permintaan ibunya sekarang. Aaaaah seperti siti nurbaya saja yang dijodoh-jodohkan. Dia berbicara didalam hatinya.
---------------------------------------
Sudah 4 hari sejak kepulangannya dari bandung, ashila masih belum memutuskan untuk mau dikenalkan dengan pria yang akan dikenalkan ibunya. Disatu sisi dia tidak ingin bertemu pria itu, bukannya takut hatinya akan berpaling atau apalah namanya, dia hanya takut akan menyakiti pria itu. Dan disisi lain dia tidak ingin ibunya kecewa. Ashila tau kalau ibunya mempunyai harapan besar agar dia menikah secepatnya.
"Woiiii. Ngelamun muluu perasaan. Lagi ada masalah lo ?". Shanti yang merasa ashila lebih sering melamun sejak balik dari rumah orang tuanya pun mulai menanyakan secara langsung kepada ashila. Dia duduk disamping ashila yang sedang menonton tv namun pandangannya terlihat kosong. Seolah dia sedang berada ditempat yang jauh.
Ashila menghela nafas berat sebelum menjawab pertanyaan shanti. " ya begitulah. Perjodohan seperti biasanya".
"Mending lo temuin dulu deh tuh cowok. Kali ajaa bisa cocok. Lagian udah saatnya lo ngebuka hati lo buat orang lain. Mau sampe kapan lo nunggu si raka peka sama perasaan lo".
"Gue gak bisa shan. Gue takut ntar malah ngecewain tuh cowok sama ngecewain ibu. Gue bener-bener bingung sekarang". ashila menyenderkan kepalanya dibahu shanti.
"Lo udah cerita sama raka ?". Tanya shanti lagi.
"Beluum. Gue belum ada kesempatan buat ngomong sama raka. Dia terlalu antusias ceritain kegiatan disana. Jadi ya gue selalu lupa buat bilang sama dia". Ashila menggelengkan kepalanya.
"Lo yang sabar yaa. Fikirin baik-baik permintaan ibu lo. Gue selalu berdoa yang terbaik buat lo". Shanti menepuk-nepuk pelan lengan ashila.
"Thank's shan".
They can imitate you
But they can't duplicate you
Cause you got something special
That makes me wanna taste you
Ashila mendengar ponselnya berdering. Dia lalu tersenyum melihat nama raka tertera dilayar ponselnya. "Gue kekamar dulu ya shan. Mau telponan". Ashila pamit sambil memberikan cengiran lebarnya.
Shanti memang sudah biasa ditinggal diruang tv seperti ini oleh ashila. Shanti sebenarnya salut dengan persahabatan antara raka dan ashila tersebut. Mereka bahkan masih menjaga komunikasi dengan baik.
Ashila masuk kekamarnya sambil tidak lupa mengunci kamar. Dia punya kebiasaan malas berdiri lagi kalau udah tiduran dikasur. Bahkan tidak jarang dia ketiduran saat telponan bersama raka.
"Bagaimana harimu hari ini ?".pertanyaan yang tidak pernah lupa ditanyakan oleh ashila.
"Baik. Sangat baik malaah. Oh iyaa, aku mau berbicara sesuatu sama kamu".
"Bicara apa ? Bukankah dari tadi kamu sudah bicara ?". Canda ashila. Entah kenapa dia deg deg an menunggu apa yang ingin di bicarakan oleh raka. Dia berharap dia akan mendengar hal baik.
"Aku akan pulang ke indonesia sabtu ini. Aku udah memutuskan untuk tinggal di indonesia lagi".
Mata ashila langsung berbinar mendengar rakanya, yaa entah kenapa dia telah mengklaim raka sebagai miliknya akan pulang ke indonesia. Dia bahkan tidak akan kembali ke malaysia. Itu berarti ashila akan selalu bertemu dengan raka seperti dulu. Astaga, dia jadi tidak sabar ingin bertemu raka.
"Benarkah ?". Tanya ashila yang masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
"Tentu saja. Aku ingin melamar seseorang yang aku cintai disana. Dan aku rasa aku harus mengorbankan pekerjaan ku disini. Aku ingin menikah secepatnya dan memulai hidup baru dengan gadis yang kucintai".
Booomm
Ashila merasa ada sesuatu yang menyayat-nyayat hatinya sekarang. Makin lama sayatan itu makin terasa menyakitkan. Baru saja dia mendapat kabar bahagia akan kepulangan raka dan sekarang disaat yang bersamaan dia juga merasakan kesedihan yang mendalam. Jadi raka pulang untuk melamar kekasihnya ? Kenapa dia tidak pernah bercerita ? Apakah dia sudah tidak begitu penting ? Bahkan sebagai sahabat sekalipun ?
Begitu banyak pertanyaan yang menari-nari difikiran ashila hingga dia tidak menyadari bulir-bulir air mata sudah menghiasi pipinya.
"Heii.. apa kamu mendengarku ? Kenapa diam saja ?"
Ashila tersadar dari lamunannya. Dia mencoba menetralkan suaranya untuk berbicara dengan raka. Dia tidak mau raka mengetahui kalau dirinya sekarang sedang menangis. Karena seorang raka adrian selalu memarahinya jika dia menangis. Raka tidak mau ashila menjadi gadis yang cengeng. Dia mau ashila tegar menghadapi apapun yang akan dilaluinya didalam hidupnya.
"Jadi kamu akan menikah ? Siapa gadis yang beruntung itu ?". Akhirnya dengan susah payah ashila mampu membuat nada bicara seperti biasanya. Bahkan dia sangat pandai mengendalikan suaranya yang mulai sedikit serak.
"Aku akan mengenalkannya padamu begitu aku ada di indonesia. Yang jelas dia gadis yang sangat cantik".
Lagi-lagi ashila hanya mampu menahan rasa sakit dihatinya, bahkan dadanya sekarang terasa sesak seolah-olah dia sedang berada dikegelapan tanpa sedikitpun cahaya.
"Ya ya yaa. Playboy sepertimu memang selalu dikelilingi gadis-gadis cantik. Selamat karena kamu sebentar lagi akan menikah".
"Selamatnya nanti saja kalau aku sudah berhasil melamarnya".
Ashila mendengar raka tertawa disana. Sepertinya pria itu benar-benar bahagia akan melamar kekasihnya.
"Baiklah, sepertinya aku harus tidur sekarang. Tadi banyak pekerjaan dikantor. Aku sangat lelah".
Ashila berbohong kepada raka, sebenarnya hatinya lah yang lelaah. Lelah menjalani cinta terpendam, bahkan cinta itu pun harus bertepuk sebelah tangan. Dia tidak sanggup mendengar cerita raka tentang gadis itu lagi. Sudah cukup dengan mengetahui bahwa raka akan melamar gadis itu.
"Aaah kasian sekali princess ku ini. Tidurlaah. Bermimpilah yang indah". Raka berbicara dengan lembut.
"Good night raka"
Ashila mematikan telepon sambil menghela nafas berat. Dia merasakan pundaknya sedang ditimpa oleh beban yang sangat berat. Perkataan raka tentang akan melamar gadis yang beruntung itu masih terngiang jelas di ingatannya. Sepertinya sekarang dia harus memutuskan sesuatu. Dia tidak boleh ragu lagi. Sudah cukup semuanya.
Dia lalu menelpon seseorang yang sangat disayanginya, siapa lagi kalau bukan ibunya.
"Haloo buu". Sapa ashila saat mengetahui ibunya telah menerima panggilannya.
"Haloo sayang. Tumben sekali menelepon ibu malam-malam begini. Kamu sakit nak ?" Ibu ashila berbicara dengan nada kekhawatiran yang sangat terasa.
"Shila baik-baik aja buu. Shila mau bilang sama ibu kalau shila menerima pria yang ibu jodohkan dengan shila".
Shila memutuskan untuk langsung menerima pria yang akan dijodohkan ibunya. Dia tidak peduli lagi sekarang. Dia hanya ingin melupakan raka segera. Mungkin pria itu bisa membantunya melupakan raka.
"Kamu serius nak ?". Ibu ashila terdengar sangat kaget diseberang sana.
"Iyaa buu. Mana mungkin shila becandain hal yang serius gini".
"Sebenernya ada apa sayang ? Kenapa kamu tiba-tiba menerimanya. Ibu tidak memaksa nak. Lebih kalian saling mengenal dulu aja"
"Sudahlah bu. Shila udah memutuskan untuk menerima pria itu. Shila yakin pilihan ibu adalah yang terbaik. Sabtu ini shila akan pulang untuk bertemu dengannya".
"Baiklah kalau begitu. Kabarin ibu lagi kalau kamu pulang nanti. Sekarang istirahatlah. Kamu terdengar sangat lelah nak".
"Iyaa buu. Ibu juga istirahatlaah. Shila tutup telponnya ya buu".
Shila lalu menutup teleponnya. Semoga saja keputusan yang diambilnya ini benar.
Yaa. Semoga sajaa.
-------------------------------
Ashila sedang memoleskan make up diwajahnya. Dia memoleskannya setipis mungkin. Dia tidak suka dengan riasan yang menor.
Hari ini adalah hari dimana dia akan dilamar oleh pria yang akan dijodohkan oleh ibunya. Sejujurnya ada ketakutan tersendiri yang dirasakan oleh ashila tentang pria itu. Dia takut kalau nantinya akan mengecewakan pria itu.
Aaaah bagaimana kalau ternyata yang dijodohkan dengannya adalah seorang duda beranak lima ? Aah tidak tidak, mana mungkin ibunya mencarikan pria tua seperti itu.
Apapun yang terjadi nanti, ashila harus memantapkan hatinya kepada pria itu. Toh, dia sudah tidak mungkin menunggu raka peka terhadap perasaannya. Lagian mungkin raka sedang berbahagia sekarang dengan kekasihnya. Memikirkan hal itu mebuat dadanya sedikit sesak. Ashila hanya mampu menghela nafas dengan berat.
Berbicara tentang raka, pria itu sudah ada di indonesia sekarang. Sayangnya shila belum bisa bertemu dengannya karena ashila harus pulang kebandung. Ashila juga tidak menceritakan perihal perjodohan ini kepada raka. Biarlah raka tau nanti setelah dia sudah mantap akan menikah dengan pria itu.
Tok tok tok
Ceklek
Pintu kamar shila terbuka lalu masuklah ibunya yang tidak kalah cantiknya dengan shila malam ini, ibunya tersenyum.
"Kamu cantik sekali nak". Ibu shila mengusap pelan kepala ashila.
"Siapa dulu doong ibunyaa". Canda shila. Dia mencoba mengalihkan perasaan gugup yang dirasakannya.
"Kamu sudah siap nak ? Ayo kebawah. Mereka sudah menunggumu"
"Hmmm.hmmm buu, shila takut sekali".
Ashila menggenggam tangan ibunya kuat. Entah kenapa rasa gugup yang dari tadi menderanya semakin terasa dan menyesakkan dada. Kemana keberanian yang dikumpulkannya dari tadi ?
"Tidak perlu takut nak. Ayo, kasian kalau mereka menunggu terlalu lama".
"You can do it shila". Shila berbicara dalam hati. Sepertinya dia sudah siap untuk keluar sekarang.
"Baiklah buu. Ayo kita keluar".
Shila berjalan didampingi ibunya. Dia mulai menuruni tangga rumahnya satu persatu. Samar-samar dia bisa mendengar suara orang berbicara diruang tamunya.
Akhirnya shila berada di tangga yang paling bawah, dia masih saja menundukkan wajahnya. Entah kenapa sulit sekali rasanya untuk melihat kearah pria itu dan keluarganya.
"Apakah lantai itu lebih menarik untuk dilihat dari pada aku ?".
DEG
Suara ituu. Ashila sangat hafal dengan suara itu. Dan dia tidak mungkin salah dengar. Dia pun lalu mendongakkan wajahnya dan langsung melihat pria yang sedang duduk di sofa ruang tamunya sambil tersenyum jahil. Ya, pria itu adalah raka adrian. Pria yang dicintainya selama 7 tahun terakhir.
"RAKA ?? Apa yang kamu lakukan disini ?".
Ashila terlihat sangat kaget dengan apa yang dilihatnya. Dia masih belum mengerti kenapa raka sekarang berada di rumahnya. Bahkan orang tua raka pun ada disini.
"Tentu saja melamarmu".
Raka sekarang berdiri tepat didepan ashila. Gadis itu masih saja tidak bergeming. Dia hanya bisa menatap raka dengan raut wajah bingung yang terpampang jelas diwajahnya.
"Kamuu ?? Melamarkuu ?? Tapii.. bukankah kamu bilang kalau.....
Ashila baru saja akan melanjutkan bicaranya, namun raka langsung menyelanya.
"Aku akan menjelaskannya kepadamu".
"Om, tante bolehkah raka bicara sama ashila sebentar ?".
Raka menoleh kearah orang tua ashila serta meminta izin untuk berbicara berdua saja dengan ashila. Dia ingin menjelaskan semuanya kepada ashila.
"Pergilah ke taman belakang. Selesai kan dulu apa yang akan kalian selesaikan. Kami akan menunggu disini". Ayah ashila mengizinkan mereka untuk bicara ditaman belakang.
"Terima kasih om".
Raka langsung menggandeng tangan ashila dan membawanya menuju taman belakang rumah ashila. Raka yang dulu sering menemani ashila pulang kebandung saat liburan semester tentu sudah sangat mengetahui letak tamannya.
Dia lalu mengajak ashila duduk dibangku panjang yang ada disana.
"Jadii kenapa kamu bisa ada disini ? Bukankah kamu ingin melamar kekasihmu ?".
Ashila bertanya kepada raka. Dia bahkan tidak mampu menyembunyikan nada cemburunya saat mengatakan kata kekasih raka.
"Aku tidak pernah bilang akan melamar kekasihku. Aku bilang aku akan melamar gadis yang aku cintai. Dan gadis itu adalah kamu". Raka berbicara dengan tegas sambil menggenggam kedua tangan ashila.
"Akuu ?? Apakah kamu sedang bercanda ?". Ashila mengerutkan kedua alisnya.
"Aku serius princess. Aku mencintaimu".
"Mencintaiku ? Sejak kapan ?".
"Ya. Mencintaimu. Aku tidak tau pastinya sejak kapan. Yang jelas itu sudah lama sekali. Saat kita masih berada dibangku perkuliahan".
"Tapi kenapa baru sekarang ka ? Aku bahkan mengira kamu tidak pernah menganggapku lebih dari sahabat. Aku fikir selama ini hanya aku yang mencintaimu". Mata ashila mulai berkaca-kaca. Dia teringat masa-masa sulitnya saat memendam perasaan kepada raka.
"Maafkan akuu". Raka langsung memeluk ashila. Dia tidak tega melihat ashila yang seperti ini. Dia mengelus punggung ashila untuk menenangkannya.
Bukannya berhenti menangis ashila malah menangis terisak-isak dipelukan raka. Dia seolah sedang melepaskan semua beban yang selama ini bersarang dipundaknya. Dia ingin raka tau kalau selama ini dia rapuh. Dia tidak setegar yang raka liat.
"Maafkan keegoisanku. Selama ini aku tau kalau kamu mencintaiku. Aku pun juga begitu. Aku sangat mencintaimu princess. Saat itu aku masih labil. Aku tidak mau mengungkapkan perasaanku karena aku tidak mau hubungan kita memburuk nantinya saat kita bertengkar. Aku sengaja menahan perasaanku karena aku telah berjanji kepada diriku sendiri saat waktunya tiba aku akan langsung melamarmu. Aku tidak ingin hubungan pacaran yang takutnya nanti malah akan membuat kita berpisah".
Raka menjelaskannya dengan posisi masih memeluk ashila. Ashila lalu melepaskan pelukannya dan memandang raka dengan air mata yang masih mengalir dipipinya.
"Jangan menangis lagi. Aku mohon". Raka menghapus air mata ashila menggunakan kedua jempolnya.
"Menangis bahagia pun tidak boleh". Ashila memberengut kesal di tempat duduknya.
"Jadi kamu menangis bahagia ?".
"Tentu sajaa. Aku bahkan sudah sejak lama menginginkan kamu mengatakan kalau kamu mencintaiku. Aku sangat bahagia sekarang". Ashila tersenyum sangat lebar. Aaah dia benar-benar sangat bahagia sekarang.
"Baguslaah. Aku juga sangat bahagia. Lebih baik kita kedalam sekarang. Kasian orang tua kita menunggu terlalu lama".
Raka berdiri lalu mengulurkan tangannya kearah ashila. Ashila mengangguk dan menerima uluran tangan raka. Mereka pun berjalan bergandengan tangan untuk melanjutkan acara malam ini. Apalagi kalau bukan acara lamaran raka kepada ashila.
Akhirnya ashila menemukan kebahagiannya bersama raka. Tidak peduli apapun yang akan terjadi dimasa depan, jika dia melaluinya bersama raka maka semuanya akan baik-baik saja.
END
He is mine
My lovely son
“Halo din” sasha langsung mengangkat
telepon saat dia melihat nama dinda dilayar ponselnya. “iyaa, ntar gue ke toko
kok. Tapi mau jemput bimo dulu. See you later hon”.
Sasha meletakan kembali ponselnya diatas
meja rias. Dia lalu mengambil handuk dan bergegas kekamar mandi. Sekarang sudah
jam 09.00, dia harus sampai disekolah bimo sebelum jam 10.00. Dia tidak mau
bimo menunggu terlalu lama disekolah.
Masha selika, biasa dipanggil sasha
adalah wanita berumur 25 tahun dan memiliki seorang putra bernama bimo abiputra
yang berumur 5 tahun. Shasha hanya memiliki bimo didalam hidupnya, pasalnya sebagai
anak tunggal dia harus mengikhlaskan kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah
kecelakaan tragis saat dia sedang hamil.
Kejadian itu merupakan hal terberat dalam
hidupnya, dia yang masih berumur 20 tahun dan dalam keadaan hamil tanpa suami
yang mendampinginya harus bisa mengikhlaskan kepergian kedua orang tuanya. Ya,
dia hamil tanpa suami. Dia bahkan tidak tau dimana pria pengecut yang telah
menghamilinya itu sekarang berada.
Beruntung dia memiliki sahabat seperti
dinda, dinda selalu berada disisinya dalam kondisi apapun. Dinda bahkan tidak
menghakiminya saat dia melakukan kesalahan fatal yang menghadirkan bimo didalam
hidupnya. Dinda membantunya melewati masa-masa sulit serta membesarkan bimo.
Ya, kalau tidak ada dinda entah apa yang akan terjadi.
Shasha memakirkan mobilnya didepan
sekolah bimo, dia melihat bimo sedang bermain ayunan. Pastilah anaknya itu
merasa bosan menunggunya.
“bimbimmm” sasha melambaikan tangannya
kearah bimo.
“bundaaaaaa” bimo senyum sumringah dan
berlari kearah sasha. Dia lalu memeluk sasha dan mencium pipinya. Bimo memang
selalu menciumnya, alasannya karena anak itu menyayangi ibunya.
“bimbimnya bunda bau acem nii” sasha mencium
anaknya kemudian menutup hidungnya. Dia lalu membuka pintu mobil kemudian
mendudukan bimo di bangku sebelah kemudi.
“bimbim ga acem bun” bimo memberengut
dibangkunya. Anak itu memang tidak suka dibilang bau ataupun jelek. Walaupun
baru berumur 5 tahun, anak itu sangat sadar akan ketampanan wajahnya. Dia
bahkan selalu protes jika sasha membelikan pakaian yang tidak modis. Astaga !
bocah itu benar-benar menggemaskan.
“baiklaaah, bimbimnya bunda yang paling
wangi dan yang paling tampan” sasha mengacak pelan rambut bimo dengan sayang.
Dia sangat menyayangi anak satu-satunya itu. Dia akan selalu berusaha
memberikan yang terbaik buat anaknya. Walaupun dia merasa dia bukan ibu yang
baik buat bimo, dia bahkan belum mengatakan siapa ayah bimo yang sebenarnya.
Dia tidak ingin bimo tau kalau ayahnya tidak menginginkan kehadirannya. Aaaah
memikirkan hal itu membuat dadanya sesak.
“Bunda, bunda kenapa sedih ? Bunda sedih
karena bimbim ?” Bimo melihat kesedihan diwajah ibunya. Bimo yang masih sangat
kecil beranggapan ibunya sedih karena sikapnya tadi.
“bunda gak sedih sayang. Bunda sayang
banget sama bimbim” sasha mencium anaknya.
“bimbim juga sayang banget sama bunda”. Bimo
menarik pelan tangan sasha sehingga posisi sasha miring kearah bimo lalu bimo
mencium pipi sasha.
Sasha mengendarai mobilnya menuju toko
kue miliknya. Ya, sejak orang tuanya meninggal sasha mau tidak mau harus siap
melanjutkan hidupnya. Dia juga harus memikirkan masa depan bimo nantinya.
Makanya dia memutuskan untuk menjual rumah peninggalan kedua orang tuanya yang
lumayan besar dan mencari rumah yang lebih kecil untuk ditinggalinya. Sisa
uangnya digunakan untuk membuka sebuah toko kue. Walaupun toko kuenya tidak
terlalu besar namun lebih dari cukup untuk membiayai kehidupannya bersama bimo.
Sasha bahkan memiliki beberapa karyawan ditokonya.
“mamiii indaaaaaa” bimo langsung berlari
menuju dinda yang lagi sibuk dibelakang meja kasir. Bimo memang sangat dekat
dengan dinda. Dia bahkan memanggilnya dengan sebutan mami, tentu saja itu atas
suruhan dinda sendiri.
“heii anak mamii. Kiss mami dulu dong”
dinda mensejajarkan tingginya dengan bimo sambil menepuk-nepukan jari
telunjuknya di pipinya. Bimo yang mengerti apa yang diinginkan dinda pun
langsung mencium pipi dinda. “ Bunda mana bim ?” tanya dinda yang melihat bimo
datang sendiri.
“Bunda lagi parkirin mobil mii. Tadi
bimbim minta turun duluan” bimo menjawab sambil tersenyum lebar. Dinda lalu
membawa bimo ke salah satu meja yang ada ditoko dan mendudukan bimo dikursi.
“gitu yaa kalo udah ketemu maminya,
bunda ampe dilupain gini” Sasha yang baru masuk langsung menghampiri bimo dan
pura-pura ngambek.
“Habis bunda lama siiih, bimbim kan
laperr bunn” Bimo berbicara dengan polosnya.
“Bentar ya sayang, mami ambilin brownis
kesukaan bimbim dulu” Bimo memang sangat menyukai brownis. Setiap pulang
sekolah dia akan selalu memakan brownis dulu. Setelah itu barulah dia mau makan
nasi. Pernah suatu ketika saat brownis habis, bimo ngambek seharian, dia tidak
mau dibujuk siapapun, dia bahkan mogok makan sampai mendapatkan brownis
kesukaannya.. Anak itu benar-benar ajaib.
“Tadi disekolah belajar apa sayang ?”
Sembari menunggu brownis datang sasha menanyakan apa saja yang dipelajari oleh
anaknya itu disekolah. Pertanyaan yang tidak pernah dilupakannya, dia selalu
bahagia saat anaknya menceritakan kegiatannya disekolah. Apalagi melihat
bagaimana antusiasnya bimo bercerita sambil tertawa lebar jika ada hal lucu
yang dialaminya. Sasha bahkan rela menukar apapun demi kebahagiaan bimo.
“Tadi ibu guru menyuruh kami semua
menggambar bun, bimbim senang sekali disuruh menggambar” seperti biasa bimo
bercerita dengan antusiasnya.
“oh yaa, terus bimbim menggambar apa ?”
tanya sasha lagi.
Bimo membuka tasnya dan mengambil buku
gambar lalu menunjukan apa yang telah digambarnya. “bimbim gambar ini bun. Ini
gambar bunda, ini bimbim dan ini ayah”. Bimo menunjuk satu persatu gambar
seorang wanita, seorang anak kecil dan seorang pria yang saling bergandengan
tangan.
Sasha merasa sesuatu yang besar sedang
menghantam dadanya, rasanya sangat menyesakkan. Ini memang bukan pertama
kalinya bimo membahas soal ayahnya, namun sasha tidak pernah menyangka jika
anaknya itu akan menggambar sebuah potret keluarga bahagia seperti itu.
Sejujurnya, sasha juga menginginkan sosok suami didalam hidupnya. Dia ingin
bimo mendapatkan kasih sayang lengkap dari kedua orang tuanya. Tapi sayangnya,
ayah bimo terlalu pengecut dan tidak bertanggung jawab.
“Waaah, gambar anak bunda bagus sekali”
sasha mencoba menutupi kesedihannya walaupun suaranya yang serak sangat
terdengar jelas oleh bimo. Jika tidak sedang bersama bimo mungkin sasha sudah
menangis sejadi-jadinya. Ya Tuhan, bagaimana bisa dia menjelaskan semuanya
kepada bimo.
“Suara bunda kenapa jadi gitu ? Bunda
nangis ?” tanya bimo yang tidak sengaja melihat setetes air mata sasha yang
jatuh dipipinya. Bimo lalu turun dari kursinya dan langsung memeluk sasha.
“Jangan nangis bunda, maafin bimbim ya bun. Bimbim ga akan menggambar lagi
kalau hanya bikin bunda sedih”.
“Bunda ga nangis sedih kok nak, bunda
nangis bahagia melihat jagoan bunda pinter ngegambarnya” sasha terpaksa
berbohong kepada bimo. Dia tidak ingin menghancurkan hati anaknya itu. Biarlah
bimo seperti ini dan menganggap ayahnya lagi berada diluar negeri. Ya, setiap
kali bimo bertanya dimana ayahnya sasha selalu menjawab kalau ayahnya berada
diluar negeri untuk mencari uang yang banyak buat mereka. Beruntunglah selama
ini bimo percaya dan tidak bertanya banyak hal lagi. Lagipula setiap tahun saat
bimo berulang tahun sasha selalu mengirim sebuah kado kepada bimo disertai
sepucuk surat dan mengatakan kalau itu adalah kado dari ayahnya.
“Ada apa ini ? Kenapa kalian berpelukan
gini ?” tanya dinda dengan sepiring bownis ditangannya. Dinda yang baru datang
merasa heran dengan wajah sasha yang jelas sekali sedang memaksakan senyumnya.
“yeeeiiii. Bownisnya udah dateng” Bimo
kembali duduk dikursi yang tadi didudukinya. Dia melupakan begitu saja apa yang
tadi dibahasnya dengan bundanya. Dia bahkan mulai sibuk memakan brownis
kesukaannya.
“Kenapa?” Dinda berbicara tanpa suara.
Dia tidak ingin mengganggu bimo yang sedang menikmati brownisnya.
Sasha tidak mampu untuk mengatakannya
kepada dinda. Dia hanya memberi isyarat kepada dinda dengan dagunya. Dia
mengarahkan dagunya kearah buku gambar yang masih menampakan potret keluarga
bahagia itu.
Dinda lalu mengalihkan penglihatannya
kearah yang diberitahu oleh sasha. Dia melihat gambar itu dengan tatapan sendu.
Ya Tuhan, kasian sekali bimo. Diusianya yang sekarang bimo harusnya
menghabiskan banyak waktu bermain dengan ayahnya. Dia tidak bisa membayangkan
apa yang terjadi jika bimo sudah mulai dewasa nantinya. Tidak mungkin sasha
selalu mengatakan jika ayahnya sedang bekerja diluar negeri.
Dinda mengelus tangan sasha sekilas
seolah sedang memberikan kekuatan kepadanya. Dinda amat sangat tau bagaimana perasaan
sasha sekarang. Ibu mana yang tidak hancur hatinya saat melihat buah hatinya
tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ayah. Andai saja sasha tau dimana pria
itu sekarang.
Sasha memaksakan seulas senyum tipis
diwajahnya, dia menganggukan kepalanya kearah dinda. Dia sangat bersyukur
memiliki dinda di dalam hidupnya. Dinda bahkan rela melepaskan pekerjaannya dan
memilih bekerja ditoko sasha. Dia tidak pernah meninggalkan sasha dalam kondisi
apapun. Bahkan dia juga lah yang menggagalkan rencana bunuh diri sasha.
“Mamiiii, hari ini papi main kesini gak
?” tanya bimo kepada dinda disela-sela kunyahannya. Papi yang ditanyakan oleh
bimo adalah kekasihnya dinda yang bernama dion. Dinda sudah lama menjalin
hubungan dengan dion. Dion pun bahkan sangat dekat dengan bimo. Terbukti dengan
bimo yang memanggilnya papi.
“Papi lagi diluar kota sayang. Nanti
malam papi baru pulang”.
“yaaaaah, padahal bimbim kangen main
sama papi”. Bimo menunjukan raut wajah sedihnya. Sepertinya anak itu
benar-benar merindukan dion.
“Sayaang, jangan sedih gitu dong. Besok
pasti bimbim bisa main sama papi”. Dinda yang tidak tega melihat kesedihan di
wajah bimo mencoba untuk menghiburnya.
“Beneran mii ??” Bimo membulatkan kedua
matanya. Dia sangat terlihat menggemaskan dengan ekspresi seperti itu.
“Bener doong. Kalau papi gak mau mami
sendiri yang akan menyeret papi sampai sini”. Dinda mengatakannya dengan
antusias. Bimo pun lalu tertawa ngakak melihat ekspresi dinda.
Sasha yang memperhatikan bagaimana
bahagianya buah hatinya itu hanya mampu berdoa didalam hati. “Ya Tuhan jangan
biarkan tawa dan senyum ini hilang dari wajah anakku”.
Categories
Part 1
Subscribe to:
Posts (Atom)