My Lovely Son

Oleh NindyKornelia

Sasha pov


Sudah seminggu sejak Bimo bertemu dengan Bima, dan sejak itu pula dia ingin pulang sekolah di jemput oleh Bima. Untungnya Bima selalu menuruti kemauannya, aku tidak akan tega jika melihat raut wajah sedih Bimo.

"Mbak sasha." Salah satu karyawanku memanggilku.

"Yaa."

"Diluar ada yang nyariin."

"Siapa ?

"Engga tau mbak, ganteng orangnya."

Aku mengernyit. Siapa yang mencariku ? Sejauh ini cowok ganteng yang berada disekitarku ya cuma Bima. Menurutku.

"Ya udah, aku keluar sekarang. Kamu lanjutin aja kerjaannya."

"Okesip mbak."

Aku keluar dari ruanganku, mencari seseorang yang katanya menemuiku. Aku melihat seorang pria yang berdiri membelakangiku, dia sedang melihat kue-kue yang berada di dalam etalase.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu ?" Tanyaku dengan formal.

Dia menoleh.

"Haii." Ucapnya sambil tersenyum.

"Eehh. ..Haii." aku membalasnya dengan kaku. Aku merasa tidak kenal dengan pria tampan ini. Ya, dia tampan.

"Kamu tidak mengenalku ?"

Aku menggeleng. "Sorry...sepertinya aku lupa. Apakah kita saling kenal ?"

"Ingat seseorang pernah menabrak mobilmu beberapa bulan yang lalu ?"

Aku mengerutkan dahi. Mencoba berfikir. "Aaaah iyaa, kamu yang buru-buru waktu itu kan ?."

"Yap. Benar sekali. Sepertinya kita harus kenalan lagi." Dia mengulurkan tangannya. "Aku Dave."

Aku membalas uluran tangannya. "Sasha." Ucapku memperkenalkan diri. "Ayo duduk." Ajakku.

Kami duduk berhadapan sekarang.

"Mau minum apa ?" Tanyaku.

"Kopi ada ?"

"Ada."

Aku memanggil salah satu karyawanku, memintanya  membuatkan kopi untuk Dave, dan teh untukku.

"Oh iya. Kamu kesini mau pesen kue ?"

Dia menggeleng.

"Terus ?"

"Kalau aku bilang aku ingin bertemu denganmu, apa kamu akan marah ?"

Aku tergelak. "Kamu bukan penagih hutang kan ? Aku rasa aku tidak akan marah kalau begitu." Candaku.

Dia ikut tertawa.

"Toko kue ini milik kamu ?"

"Ya begitulah, kamu menemuiku hanya untuk memastikan toko kue ini milikku atau bukan yaa." Candaku lagi.

" lucu sekali." Ucapnya sambil tertawa.

Setelah itu kami mengobrol santai layaknya teman yang sudah lama tidak bertemu. Dia cukup humoris menurutku, ditambah lagi cara bicaranya yang bersahabat membuatku nyaman untuk ngobrol dengannya.

"Bundaaaaaaaaaaa."

Obrolan kami terhenti karena suara Bimo yang memanggilku. Aku menoleh ke arahnya yang sedang berlari. Sepertinya dia baru pulang sekolah. Aku tidak melihat Bima di belakangnya. Bukannya Bima yang menjemput Bimo ?

"Anaak bunda udah pulang." Aku mensejajarkan tinggiku dengan Bimo. Lalu mengecup dahinya.

"Buun, bimbim laparr. Mau brownis."

"Sebentar yaa. Bunda mintain dulu. Ayo duduk sini." Aku mendudukkan Bimo di samping kursi yang tadi aku duduki. Lalu memanggil salah satu karyawanku untuk mengambilkan brownis kesukaan Bimo.

"Buun, om ini siapa ?" Tanya Bimo sambil menunjuk ke arah Dave. Ya ampun, aku sampai lupa kalau ada Dave disini.

"Heii jagoan, kenalin nama om adalah Dave. Nama kamu siapa ?" Dave memperkenalkan dirinya, awalnya Bimo terlihat ragu. Dia bahkan melirikku untuk meminta persetujuanku.

Aku pun mengangguk.

"Halo om. Nama aku Bimo tapi bunda selalu manggil bimbim." Ucap Bimo sambil nyengir.

"Kamu tampan sekali." Puji Dave, kemudian mengacak rambut Bimo pelan.

"Pasti dong om. Bimoo..."

Aku berdecak. Anakku ini memang narsis sekali. Aku melirik Dave yang tertawa melihat tingkah lucu Bimo.

Beberapa saat kemudian brownis kesukaan Bimo datang. Dia langsung memakannya dengan lahap.

"Sorry sebelumnya, Bimo anak kamu ?" Tanya Dave sedikit pelan.

Aku tersenyum tipis. "Iyaa. Bimo anak aku satu-satunya."

"Kamu sudah menikah ?" Tanya Dave lagi.

Aku mengernyit. Semakin tidak nyaman dengan pertanyaannya.

"Maaf. Gak usah dijawab kalau kamu gak mau."

Aku menggeleng. "Gak papa, aku belum menikah. Dan seperti yang kamu lihat, aku punya anak berusia lima tahun."

"Aku gak bermaksud untuk..."

"Aku tau." Ucapku sebelum dia selesai bicara."santai aja Dave, aku baik-baik aja." Aku tertawa kecil melihat raut wajah bersalah Dave.

"Kamu masih mau temenan sama aku kan ? Maaf kalo tadi aku lancang menanyakan kehidupan pribadi kamu."

"Astaga. Aku sungguh tidak apa-apa Dave. Kita teman bukan ? Jadi buang jauh-jauh raut wajah bersalah kamu itu."

Dia tertawa. "Mau makan siang bersama ?" Ajak Dave.

"Lain kali saja yaa, aku sudah ada janji."

"Baiklaah. Kalau gitu aku balik dulu. Seneng bisa ketemu kamu. Lain kali aku masih boleh kesini kan ?"

"Kalau aku bilang tidak, memangnya kamu akan menurutiku ?"

"Tentu saja tidak." Jawabnya sambil tertawa.

"Dasarr." Ucapku.

"Jagoaan. Om pamit dulu yaaa. Kapan-kapan kita main bersama. Okay ?" Dave berbicara kepada Bimo.

Bimo menjawab dengan anggukan karena mulutnya penuh dengan brownis.

"Bimm, ayah mana ?" Aku menanyakan keberadaan Bima yang tidak terlihat dari tadi. Tentu saja setelah Dave pergi.

"Pewgii."

"Habiskan dulu brownisnya, baru bicara." Tegurku.

"Ayah pergi bun, katanya ada urusan mendadak di kantor. Tapi tadi ayah pesen, katanya kita makan siang bareng ayah." Ucap Bimo setelah menelan semua brownis di mulutnya.

Aku mengangguk saja.

***

Bima pov


Aku baru saja memakirkan mobilku di toko kue Sasha. Lalu mengambil makanan yang tadi aku beli sebelum ke sini. Harusnya kami makan siang di luar hari ini, tapi aku merasa lelah sekali. Jadi aku putuskan aku membelinya dan makan bersama dengan jagoan kecilku disini.

Memasuki toko, aku langsung di suguhi pemandangan yang diam-diam selalu aku inginkan tiap hari, bahkan kalau bisa tiap detik.

Disana, disebuah meja yang terdapat di toko ini aku melihat Bimo dan Sasha sedang mengobrol sambil sesekali tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan hingga kebahagian terpancar jelas di wajah mereka.

"Ayaaaaaaaaaaaah." Bimo berlari ke arahku yang langsung ku gendong sambil berputar-putar. Dan seperti biasa dia akan tertawa terbahak-bahak sambil minta di turunkan.

Aku mencium pipi gembilnya, lalu menurunkannya dari gendonganku.

"Ayah bawa apa ?" Tanya Bimo melihat kantong makanan yang ku letakkan di bawah saat aku menggendong Bimo tadi.

"Ayah bawain makan siang buat Bimbim."

"Yeiiiii. Ayo yaaah. Bimbim udah lapaar !!" Dia menarik tanganku dan berjalan ke arah Sasha.

"Siniin kantongnya." Pinta Sasha.

"Gak papa kan kita makan disini aja. Aku capek banget. Males bolak-balik."

Sasha menggeleng. "Gak papa. Makan di ruangan aku aja." Ajaknya.

Aku mengikuti Sasha masuk ke dalam sebuah ruangan. Aku fikir ruangan itu akan seperti ruangan kantor. Ternyata tidak. Ruangan ini lebih seperti ruang bermain anak. Di dalamnya berserakan mainan Bimo.

"Duduk di bawah aja gak papa kan ?" Tanya Sasha.

Aku mengangguk sambil tersenyum.

Sasha lalu keluar untuk menyiapkan makanan yang aku bawa. Sembari menunggu Sasha, Bimo mengajakku untuk bermain robot-robotannya.

"Yaah, kenapa robot-robotannya warna putih ? Bimbim kan sukanya warna hitam."

"Hah ? Apa bim ?" Tanyaku bingung.

"Robot ini yah. Kenapa ayah beliinnya warna putih. Bimbim kan udah bilang sama bunda kalo bimbim maunya warna hitam. Bunda ga bilang ayah kalo bimbim maunya warna hitam ?"

Aku mengernyitkan dahi. Tidak mengerti kemana arah pembicaraan Bimo. Dia bilang robot ini aku yang beliin. Tapi kapan ? Aku bahkan baru mengetahui keberadaannya akhir-akhir ini.

Jadi siapa yang membelikannya ?

Apakah ada pria lain yang dekat dengan Sasha dan membelikan robot ini ?

Sial.

Fikiran-fikiran itu membuatku menjadi kesal. Sungguh aku tidak rela jika ada pria lain yang dekat dengan Bimo melebihi kedekatannya denganku, ayah kandungnya.

"Hei. Kenapa ngelamun ?" Tegur Sasha.

"Tidak apa-apa." Jawabku sedikit ketus.

Sasha mengernyitkan dahinya. Mungkin bingung dengan nada bicaraku barusan. Biarin aja. Aku memang lagi kesal sekarang.

"Ayo makan. Ini buat Bimbim. Ini buat kamu."

Sasha menyerahkan masing-masing sepiring makanan buatku dan juga Bimo. Tentu saja sepiring juga untuknya. Setelah itu hanya suara sendok yang beradu dengan piring yang terdengar.

Selesai makan, Bimo mulai nampak mengantuk. Dia membaringkan kepalanya di pahaku, aku lalu mengelus rambutnya. Membiarkan dia tertidur.

"Sha." Panggilku sedikit pelan.

"Kenapa ?"

"Siapa yang membelikan Bimo robot-robotan ini ?" Tanyaku. Aku memberanikan diri untuk bertanya. Tidak mau menerka-nerka yang justru membuatku kesal dengan semua fikiran negatif.

Sasha menghela napas. "Pasti Bimbim nanyain ya kenapa robotnya warna putih ?"

Aku mengangguk. Menatapnya untuk menunggu lanjutannya.

"Sebenernya aku yang beliin sebagai kado pada hari ulang tahunnya. Dan aku bilang itu kado ulang tahun dari ayahnya. Aku gak sanggup ngeliat dia sedih tiap kali nanyain ayahnya. Akhirnya aku ngedapetin ide itu. Walaupun dia gak pernah ketemu kamu, setidaknya dia bahagia karena tau kamu sayang sama dia. Dan itu aku lakuin setiap tahunnya sampe dia sebesar sekarang." Sasha menyeka air mata di ujung matanya.

Dadaku sesak seketika. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana menderitanya Sasha selama ini. Aku benar-benar brengsek. Aku meraih jemari Sasha kemudian menggenggamnya erat.

"Maaf." Ucapku.

"Aku benar-benar minta maaf." Ucapku lagi.

Sasha tersenyum tipis. "Semua udah berlalu Bim, aku seneng sekarang kamu ada disini."

Mataku berkaca-kaca mendengar ucapan Sasha. Ya Tuhan, sungguh mulia hati wanita ini. Dan terkutuklah aku yang pernah menyakitinya.

"Sha, can I hug you ?" Ucapku memohon.

"Sure."

Sasha lalu memelukku dari samping. Takut membangunkan Bimo yang tertidur di pahaku. Aku memeluknya sambil mengelus rambutnya.

Dalam hati aku berdoa agar suatu saat nanti dia akan mencintaiku. Karena sekarang aku sangat mencintainya. Dia wanita berhati malaikat yang akan membuat siapa saja jatuh cinta kepadanya.

Bersambung ~




0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea