Dua tahun kemudian.
Aku melangkah menuju kosan dengan semangat. Aku capek, dan aku butuh kasur untuk melepaskan sedikit penatku.
Aku bukan lagi seorang pengangguran. Aku telah bekerja sebagai seorang karyawan di salah satu perusahaan di kota yang jaraknya mencapai dua jam dari rumah. Jadi aku memutuskan untuk ngekos saja.
Sesampainya dikosan aku langsung berbaring dikasur sambil memainkan ponselku. Memeriksa beberapa social media yang aku punya lalu membuka aplikasi wattpad dan mulai membaca cerita yang ada di list perpustakaanku.
Aku beruntung sekali ada aplikasi seperti wattpad. Karena aku bisa menghabiskan waktu untuk membaca cerita-cerita yang ada di sana. Pengalihan yang bagus. Karena jika aku tidak memiliki kegiatan apapun, aku tidak akan bisa menahan diri untuk tidak menghubungi Alfajri.
Aku dan Alfajri. Kami tidak lagi berkomunikasi sesering dulu. Dalam satu tahun mungkin kami akan berkomunikasi sebanyak tiga kali saja. Saat dia ulang tahun, saat aku ulang tahun dan saat dia atau aku sedang ingin menanyakan kabar satu sama lain.
Awalnya sulit sekali menahan diri untuk tidak menghubunginya. Namun seiring berjalannya waktu, aku akhirnya bisa menjalani hari-hari tanpa harus mengingat Alfajri. Walaupun sesekali rindu itu datang tapi aku berusaha dengan keras menepisnya.
Ponselku berdering. Ada pesan baru di aplikasi bbmku. Aku melihat nama Alfajri disana. Dan seperti biasa aku membukanya dengan semangat.
Lagi apa ?
Aku mengernyitkan dahi. Setelah berbulan-bulan tidak menghubungiku, dia mengirimiku pesan dan menanyakan aku lagi apa ? apakah Alfajri salah mengirim pesan ?
Kamu salah kirim ?
Enggak.
Aku lagi tiduran aja. Kamu ?
Sama.
Kamu apa kabar ?
Baik. Kamu ?
Aku baik juga. Kamu tahu, setiap kali kamu menghubungiku seperti ini, aku tidak akan bisa menahan diri untuk bilang aku rindu kamu.
Kamu fikir buat apa aku menghubungimu jika aku tidak rindu ?
Kamu merindukanku ?
Menurutmu ?
Akan aku anggap iya.
Haha baguslah. Karena aku memang merindukanmu.
***
Pukul 12.00, itu berarti sekarang waktunya untuk istirahat. Aku membereskan pekerjaanku lalu bersiap untuk pulang kekosan. Jarak kosan ke kantor yang dekat membuatku selalu menghabiskan waktu dikosan saat istirahat siang untuk makan dan kalau bisa tidur sebentar.
Aku menuruni tangga sambil menunduk, jangan sampai aku tidak menginjak anak tangga dengan pas. Akan sangat memalukan jika aku terjatuh.
Tepat saat aku sudah berada diluar gedung kantor, aku mendengar suara seseorang yang sangat aku ingat suaranya.
"Butuh tumpangan ?" ucapnya pelan.
Aku menoleh ke asal suara lalu terpaku.
"tidak mungkin." Ucap batinku.
Aku masih saja menatap tidak percaya. Sedangkan orang yang ku tatap langsung tersenyum jahil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia melangkah mendekatiku.
"Ini beneran aku, kalau itu yang kamu fikirkan." Ucapnya lagi sambil mengelus pelan pipiku.
"Al...Fajri ?" tanyaku dengan gugup.
"Hello Keira." Sapanya sambil tersenyum.
"Ha...hai." Balasku.
Al tertawa. "Jangan gugup begitu. Bernapaslah dengan normal." Ucapnya sambil tertawa lagi.
Aku meneguk air ludahku berkali-kali. Mencoba menormalkan debaran jantungku dan menghilangkan kegugupanku.
"Mau makan siang bersama ?" tawarnya.
Aku mengangguk pelan. Al membawaku menuju mobilnya yang diparkirkan di parkiran kantorku. Dia membukakan pintu mobil untukku. Setelah itu baru melangkah menuju pintu kemudi.
Sepanjang perjalanan, aku menghabiskan waktu dengan diam dan menatap ke luar jendela. Entahlah, aku merasa sangat gugup. Aku tidak siap dengan pertemuan ini. Untunglah Al juga memberikanku waktu untuk menenangkan diriku sendiri dengan membiarkanku diam.
Al membawaku ke sebuah kafe yang memiliki pondok-pondok kecilnya. Dan aku merasa sangat lega, berarti kami bisa mengobrol dengan santai tanpa harus takut orang lain akan mendengar pembicaraan kami.
Aku membiarkan Al memesankan apapun untukku.
"kamu apa kabar ?" Tanya Al setelah memesankan makanan untuk kami berdua.
"Baik. Kamu ?
"Lebih baik lagi saat bertemu denganmu." Aku tersipu mendengar jawabannya.
"kamu pendiam sekali, tidak seperti saat kita telponan."
"Aku masih tidak percaya."
Al tersenyum. "Aku beneran disini Kei. Pegang saja tanganku kalau masih tidak percaya." Dia mengulurkan tangannya.
Aku memegang tangan Al. lalu tersenyum tipis. "Kamu beneran disini." Ucapku pelan.
"Ya. Aku disini. Untuk kamu." Al mengucapkannya dengan tegas.
Aku menatap Al. dia juga sedang menatapku dengan tatapan lembut tapi penuh keseriusan dimatanya. "Maksud kamu ?" tanyaku, tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya barusan."
"Kei, sebelumnya aku ingin minta maaf sama kamu." Al menggenggam kedua tanganku dengan lembut dan mengelus punggung tanganku dengan jari jempolnya. "Aku minta maaf karena sering membuatmu sedih. Aku ingin kamu tau, sejujurnya aku tidak ingin membuatmu sedih. Tapi aku tidak berdaya Kei. Kita masih sama-sama kuliah saat saling mengenal, ditambah lagi dengan jarak kita yang jauh. Aku sengaja tidak menaikkan status kita menjadi lebih dari seorang teman. Karena aku tau kita tidak akan bisa melewatinya dengan baik. Aku tidak mempercayai diriku sendiri saat itu Kei. Dan aku tidak ingin menyakitimu lebih dalam lagi. Lebih tepatnya aku tidak mau kamu membenciku jika suatu saat aku menyakitimu dan kamu akan menjauh dariku. Aku tidak mau itu terjadi."
Al menghela napasnya. Aku menunggunya menyelesaikan apa yang ingin diucapkannya lagi.
"Bertahun-tahun, aku menahan rasa rindu itu selama bertahun-tahun Kei. Dan sekarang aku tidak ingin menahan lagi. Aku mencintaimu Kei. Sangat mencintaimu. Aku ingin menikahimu. Kamu mau tidak menikah denganku ?"
Aku menegang seketika. Benarkah seorang Alfajri mengajakku untuk menikah ? astaga, mimpi apa aku semalam.
"kamu...kamu serius ?"
"Sangat serius. Aku tidak pernah mengambil keputusan seserius ini di dalam hidupku. Aku sangat berharap aku belum terlambat mengatakannya. Jadi, gimana ? kamu mau nikah sama aku ?"
Aku tersenyum tipis. Mataku berkaca-kaca. Lalu dengan pelan aku menganggukkan kepalaku.
"Oh Keira, terimakasih. Aku mencintaimu." Al memelukku dengan erat. Aku balas memeluknya. Air mataku ikut mewakili kebahagianku.
"aku mencintaimu, Al."Ucapku pelan, dipelukan Al.
"Aku lebih mencintaimu, Kei."
Al melepaskan pelukannya, lalu menghapus air mataku dengan tangannya.
"aku sudah sering bilang kalau aku tidak suka melihatmu menangis kan ?"
Aku mengangguk sambil tersenyum. "Aku bukan menangis karena sedih Al. aku menangis karena terlalu bahagia. Aku kira semua ini hanya akan ada dalam mimpiku saja."
"berhenti menangis ya." Ucap Al dengan nada memohon.
Aku mengangguk. Al kembali membawaku ke dalam pelukannya.
Didalam hati aku bersyukur sekali. Aku tidak menyangka Tuhan benar-benar mengabulkan permintaanku untuk bertemu dengan Al. Tuhan bahkan memberikan bonus lebih dengan memberikan Al yang akan selalu menemaniku setiap harinya.
Terimakasih Tuhan. Untuk semua anugrah ini.
***
End.
Cerita ini sampai disini saja ya. terimakasih buat yang sudah baca. Jangan lupa untuk baca cerita aku yang lainnya :)
Thank you ^^
Dia "Alfajri" ku
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 4
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment