Dini sedang memilih-milih kue yang akan diberikannya kepada dimas. Dia ingin mengunjungi kekasihnya itu kekantornya. Ya, kekasihnya. Dimas telah meresmikan hubungan mereka beberapa hari setelah sidang skripsi abbi. Tentu saja abbi langsung menjawab "ya" saat dimas menanyakan "would you be mine ?" sambil memberikan 8 tangkai bunga mawar berwarna merah kepada abbi.
Sekarang sudah jam 15.30 sore, tidak mungkin dia membawakan makan siang untuk dimas. Dimas pastilah sudah makan siang dari tadi. Jadi dia memutuskan untuk membawakannya makanan yang ringan saja.
Setelah selesei memilih dan membayarnya dikasir, abbi langsung mencari taxi dan kemudian pergi menuju kantor dimas. Sepanjang perjalanan menuju kantor dimas dia mengedarkan pandangannya kearah jendela. Dia senang sekali menikmati pemandangan saat sedang diperjalanan. Yaah walaupun dia harus dibuat kesal juga oleh kondisi jalanan yang sering macet.
"Maaf, sudah sampai dek". Sopir taxi yang kira-kira sudah berumur setengah abad itu menyadarkan abbi dari lamunannya.
"Oh iyaa. Ini pak uangnya. Terima kasih". Abbi keluar dari taxi tersebut dan langsung melangkahkan kakinya menuju lobi kantor.
Abbi yang sudah mengetahui dimana ruangan dimas langsung saja masuk lift tanpa bertanya lagi kepada resepsionis yang dulu sempat membuatnya kesal. Untung saja dimas sudah menegurnya. Setidaknya jangan sampai ada orang lain lagi selain abbi yang diperlakukan tidak sopan begitu.
Lift berhenti dilantai dimana ruangan dimas berada, dia pun langsung melangkah menuju meja kerja sekretaris dimas yang berada diluar ruangan dimas.
"Kenapa tidak ada orang begini". Abbi berbicara sendiri karena tidak melihat sosok sekretaris dimas disana. Dia pun berfikir sebentar, harus menunggu diluarkah ? Atau langsung saja masuk kedalam ? Aaaah dia jadi bingung sendiri. Tapi bukankah dia pacarnya dimas ? Jadi apa yang salah dengan langsung masuk ?.
Setelah berfikir cukup lama akhirnya abbi memutuskan untuk langsung masuk saja kedalam ruangan dimas. Nanti dia bilang saja kalau kedatangannya adalah kejutan. Ya, begitulah fikirnya.
Saat hendak membuka pintu ruangan dimas abbi mendengar ada suara didalam sana. Dan sepertinya itu suara dimas dan suara seorang wanita. Mereka terdengar seperti sedang bertengkar. Abbi pun memutuskan untuk menguping pembicaraan mereka.
"Jadi kamu lebih memilih bocah itu ?". Tanya wanita itu dengan nada sinis.
"Bocah yang kamu bilang itu kekasih aku. Jadi tolong jaga bicaramu". Dimas terlihat tidak senang dengan ucapan itu.
"Siapa sebenernya yang mereka bicarakan" . Batin abbi.
"Astaga dimas. Sejak kapan kamu menyukai anak ingusan seperti dia. Heiii. Aku tau pasti bagaimana tipe mu. Jadi berhentilah main-main dengannya. Aku tau kalau kamu masih sangat mencintaiku bukan ? Jadi kenapa kita tidak mencoba memperbaiki hubungan kita ?" Wanita itu berbicara dengan sangat percaya diri.
"Dia punya nama. Namanya abigail. Dan aku mencintai dia. Jadi hentikan semua omong kosong ini tasya. Aku tidak berniat memperbaiki apapun denganmu". Dimas berbicara dengan ketus.
"Oh ya ? Apa kamu yakin ? Bagaimana kalau kita buktikan sekarang apakah kamu memang sudah tidak mencintaiku ?".
"Apa maksudmu ?" Dimas masih saja berbicara ketus.
"Biarkan aku menciummu. Jika kamu tidak membalas ciumanku baiklah aku akan menyerah. Tapi jika kamu membalas ciumanku berarti kamu masih mencintaiku !. Bagaimana dimas prasetyo ? Apa kamu berani heh ?".
"Aku tidak mau. Pergilah tasya dan jangan ganggu aku lagi". Dimas menggeram menahan emosinya.
"Sial !! Gaa bisa dibiarin ni" gumam abbi kesal.
Abbi pun memutuskan untuk masuk kedalam.
BRAKK.
Abbi membuka pintu dengan kasar. Dia melihat wanita yang bernama tasya itu berdiri didepan meja dimas. Sementara dimas masih duduk di kursi kebesarannya.
Dimas yang melihat abbi berdiri didepan pintu langsung berdiri dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat kaget.
Abbi yang memang sudah kesal dengan apa yang dibicarakan wanita itu pun langsung berlari ke arah dimas dan mencium tepat dibibir dimas. Beruntunglah dia karena dimas seolah mengerti tindakannya dan membalas ciuman abbi dengan lembutnya.
Tasya melihat dua sejoli itu dengan muka merah padam. Dia marah, kesal dan juga malu. Tadinya dia berfikir kalau dimas akan kembali kepadanya. Namun yang dilihatnya sekarang justru malah sebaliknya.
Dia pun memutuskan pergi dari sana dan menutup pintunya dengan sangat kencang.
Setelah kepergian tasya, abbi lalu melepaskan diri dari dimas. Dia menundukan wajahnya. Dia merasa sangat malu dengan tindakannya barusan. Aaaaaaah dia tidak pernah merasa semalu ini.
Dimas yang melihat perubahan pada raut wajah abbi lalu meraih dagu abbi agar gadis itu melihatnya. Dia tau kalau abbi pasti sedang merasa malu sekarang.
"Jangan malu seperti ini. Tindakan kamu sungguh keren". Dimas tersenyum lebar sambil mengacak pelan rambut abbi.
"Keren dan mempermalukan diri sendiri" abbi berbicara dengan sedikit ketus. Dia bukannya kesal kepada dimas. Melainkan kepada wanita bernama tasya tersebut. Untung saja dia datang disaat yang tepat. Kalau tidak, dia tidak bisa membayangkan kalau wanita itu akan mencium kekasihnya.
"Hahhaa kamu lucu sekali dengan wajah seperti ini. Sangat menggemaskan !" Dimas mencubit kedua pipi abbi sambil mengoyang-goyangkannya.
"Sudahlaah kak. Jangan menggoda aku terus". Abbi berjalan kearah sofa yang ada didalam ruangan dimas. Dia menyandarkan punggungnya disana. Aah dia capek sekali rasanya. "Jadi siapa wanita menyebalkan itu ?" Abbi duduk sambil menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Dia mantan kakak. Tapi hubungan kami sudah lama sekali berakhir. Jadi kamu tenang saja". Dimas mengambil posisi duduk disebelah abbi. Dia melingkarkan lengannya dibahu abbi.
"Sepertinya dia masih mencintai kakak". Abbi menyenderkan kepalanya dibahu dimas.
"Sudahlah , tidak usah difikirkan. Dia tidak pernah mencintai kakak. Selama ini dia hanya menginginkan uang kakak saja. Jadi jangan pernah berfikiran macam-macam lagi".
"Aaah baiklah. Awas saja kalau dia coba-coba merayu kakak lagi".
"Memang apa yang akan kamu lakukan heh ?" Dimas menunduk agar bisa melihat wajah abbi.
"Aku tidak akan melakukan apapun padanya. Tapi aku bakalan ngintilin kakak kemana aja". Abbi mendongak dan tersenyum lebar kearah dimas.
"Dasar posesif !". Dimas mencubit hidung abbi dengan pelan.
"Biariin ! Weeekk ". Abbi menjulurkan lidahnya kearah dimas.
Dimas pun tertawa melihat tingkah abbi. Dia memang tidak salah memilih abbi untuk menjadi kekasihnya. Abbi memang kekanak-kanakan, namun dia punya pemikiran dewasa disaat-saat tertentu. Dia berharap hubungan mereka akan berlanjut ke jenjang yang lebih serius nantinya.
Bersambung ~
I Love you, not him
I Love you, not him
"Astaga sayaaang ! Berhentilah berjalan mondar-mandir seperti itu. Kamu sudah terlihat seperti setrikaan saja !" Mario mulai terlihat kesal melihat kekasihnya, dini yang dari tadi berjalan bolak-balik gak jelas didepan ruangan tempat sidang abbi dilaksanakan.
Abbi memang sudah memulai sidangnya sejak 3 jam yang lalu. Dan sampai sekarang sepertinya belum ada tanda-tanda kalau sidangnya akan selesai. Dan sejak 3 jam yang lalu pula dini tidak henti-hentinya berdoa serta meracau gak jelas yang membuat mario jadi gemas dengan tingkah kekasihnya itu.
Mario memang tau betul bagaimana dekatnya dini dengan abbi. Dini bahkan rela membatalkan kencan mereka jika abbi sedang membutuhkannya. Begitu pun sebaliknya. Sungguh persahabatan yang mampu membuat siapapun iri.
"Heii. Aku lagi gugup sayaaaang. Ini sudah 3 jam lebih abbi didalam. Kenapa lama sekali siih". Dini benar-benar tidak tahan lagi rasanya. Kalau saja mahasiswa lain diperbolehkan menemani didalam dia pasti akan dengan senang hati untuk menemani abbi ketimbang menunggu diluar seperti ini.
"Kemarilaah". Mario menepuk pelan tempat duduk yang masih kosong disebelahnya.
"Kenapa ?". Dini menuruti perintah mario. Dia pun duduk tepat disebelah mario sambil menggoyang-goyangkan kakinya pertanda dia gugup.
"Aku tau kamu gugup. Aku juga tau kalau kamu takut abbi tidak bisa menyelesaikan sidangnya dengan baik. Namun sebagai orang yang paling mengerti abbi, kamu harusnya percaya sama kemampuan abbi. Aku yakin, abbi baik-baik saja didalam sana". Mario menggenggam tangan dini seolah menyalurkan kekuatan kepadanya.
Dini menatap mario dengan tatapan yang tidak bisa dibaca oleh mario. "Kenapa ngeliatin aku gitu banget ?". Ucap mario heran.
"Kamu beneran mario pacar aku kan ?". Dini meletakkan telapak tangannya didahi mario. "Kamu gak demam kok". Ucap dini lagi.
"Kamu kenapa siih ? Memangnya ada berapa banyak mario yang jadi pacar kamu !" Mario menyentil pelan dahi abbi.
"Hahaa habiis lucu aja denger kamu ngomong gitu. Sejak kapan pacar aku jadi dewasa gini heh ?" Dini menaik turunkan alisnya.
"Dasaaar ! Kamu meragukan kedewasaan aku yaang ?" Mario menyeringai kearah dini. Dini yang menangkap sinyal bahaya langsung berdiri dan menjauh dari mario. Dia lalu pura-pura mengintip abbi dari jendela. Mario yang menyadari perubahan wajah dini langsung saja tertawa lebar. Aaaah dia benar-benar mencintai kekasihnya tersebut.
Tak berselang lama, akhirnya abbi keluar dari ruangan tempat sidang berlangsung. Penampilannya sudah tidak serapi tadi. Wajahnya menjelaskan kalau dia sangat lelah. Dia pun menunduk lesu dihadapan dini dan mario.
"Heiii.. gimana hasilnya ?". Tanya dini dengan antusias. Namun yang ditanya bukannya berbicara malah menggelengkan kepalanya.
Dini pun sontak memeluk abbi dan menepuk-nepuk punggungnya. Entah kenapa dini merasa abbi membutuhkan pelukannya saat itu. Mario hanya bisa menghela nafas melihatnya. Dia jadi terharu melihat pemandangan didepannya.
"It's okay. Kamu udah mencoba yang terbaik". Lirih dini pelan.
"Ya ! Tentu saja" .abbi menjawab dengan lirih. "Diiiin". Ucap abbi lagi.
"Yaa". Dini masih saja memeluk abbi.
"Btw gue lulus". Abbi menahan tawanya.
Dini masih saja memeluk abbi tanpa mencerna omongan abbi barusan. Seakan tersadar akan sesuatu dini pun sontak berteriak.
"WHAT ?? Serius lo ?". Dini melepaskan pelukannya. Dia memegang bahu abbi dan menatap tajam kearah abbi yang terlihat sedang menahan tawanya. Abbi pun menganggukkan kepalanya.
"Aaaaaaaaaa selamat sayaaang. Untung gue gak punya penyakit jantung". Dini menjitak pelan kepala abbi. Abbi hanya membalas dengan cengiran sajaa.
Mereka berdua pun kembali berpelukan dan lompat-lompatan seperti anak kecil yang baru mendapatkan mainan baru. Mereka bahkan mengabaikan tatapan dari mahasiswa lain. Mereka tidak peduli dengan keadaan sekitar. Bahkan mereka tidak ingat kalau ada mario disana.
"Heem..hemm. Jadi gue kapan dipeluknya ?". Mario memainkan alis matanya.
"Isssh dasar !. Perusak suasana banget sih kamu yang ". Dini memberengut melihat kekasihnya itu.
"Hahaa oh ya selamat yaa biii. Waah bentar lagi wisuda ni". Mario mengulurkan tangannya kepada abbi.
"Thank you mario. Lo dan dini harus cepet sidang yee. Biar kita barengan wisudanya". Abbi menyambut uluran tangan mario.
"Yuuuk capcuuuss. Lo harus traktir kita makan enak hari ini !" Dini menarik pelan tangan abbi. Mario pun mengikuti mereka dari belakang.
••••••••••••••••••••••••••••••
Abbi, dini, mario, mona dan reno sedang berada disebuah restoran yang terletak di pinggiran pantai. Mereka memilih tempat yang mengarah langsung kearah pantainya. Semilir angin serta pemandangan matahari yang sebentar lagi akan terbenam menambah indahnya suasana sore itu.
Mona dan reno menyusul kesana ketika diberitahu oleh dini tentang kelulusan abbi. Mereka sengaja merayakan bersama-sama disana. Tadinya abbi ingin memilih tempat yang biasa-biasa saja. Selain karena terlalu jauh dari kampusnya, dia juga takut nanti uangnya gak cukup untuk mentraktir teman-temannya itu.
Dini yang seolah tau apa yang difikirkan abbi langsung saja mengatakan kalau makan hari itu bukan abbi yang akan membayarnya.
Abbi pun akhirnya menurut saja. Dia juga tidak diberitahu siapa sebenernya yang mentraktir mereka.
"Yaaah jadi obat nyamuk deh disinii". Abbi memanyunkan bibirnya melihat bagaimana kemesraan dua pasangan dihadapannya tersebut.
"Haha kasiaaaan. Emang dimas kapan pulangnya bi ?". Tanya reno kepada abbi.
"Gaak tau pastinya kak. Katanya sih dia dua mingguan disana. Kalau bener berarti seminggu lagi baru balik kesini". Abbi menyeruput jus jeruknya. Reno pun manggut-manggut mendengar jawaban abbi.
"Jadii dini sama mario kapan sidangnya ?". Mona mengalihkan pembicaraan saat melihat wajah sendu abbi. Dia paham banget kalau abbi sekarang merindukan dimas.
"Kita udah nyiapin semuanya kok kak. Tinggal nunggu jadwal sidang aja". Dini tersenyum lebar menjawabnya. Dia sangat senang karena bisa dipastikan dia dan kekasihnya itu akan wisuda di tahun ini.
"Waah bagus lah kalau begitu. Kalian harus semangat !" Ucap mona antusias.
Mereka berlima menghabiskan waktu sambil ngobrol-ngobrol santai tentang apa saja. Mereka juga menanyakan apa saja yang terjadi diruang sidang kepada abbi. Sesekali mereka terlihat tertawa lebar. Hingga tanpa mereka sadari ada seseorang yang sedang berjalan kearah mereka mungkin tepatnya menuju belakang abbi.
Abbi sedang menyeruput jus jeruknya saat tiba-tiba ada sebuket bunga mawar berwarna merah tepat disampingnya. Dia menoleh ke arah bunga tersebut kemudian mendongakkan wajahnya melihat sipengantar bunga tersebut.
"Aaaaaaaa kak dimas". Abbi sontak berdiri dan memeluk dimas yang entah gimana caranya sudah berdiri dibelakangnya dengan sebuket mawar merah serta senyum yang mempesona.
"Merindukan kakak heh ?" Tanya dimas sambil memeluk abbi erat.
"Tentu saja iya ! Memangnya kakak tidak merindukan ku ?". Abbi memberengut didalam pelukan dimas.
"Hahaa masih saja sensitif ternyata. Tentu saja kakak merindukanmu". Dimas mengoyang-goyangkan badannya kekiri dan kekanan, sehingga abbi yang sedang berada dipelukannya pun ikut mengikuti arah gerakan dimas.
"Banyak orang disini woii". Dini menyindir sepasang kekasih yang sedang mengumbar kemesraan itu.
Abbi melepaskan diri dari pelukan dimas. Dia melihat kesal kearah dini. "Syiriik aja iih. Lagian siapa coba yang dari tadi mesra-mesraan mulu ampe mata aku sakit liatnya". Ucapnya sebal.
"Aaaah kalian ini selalu saja meributkan hal-hal yang tidak penting". Ucap mona yang selalu menengahi keributan diantara abbi dan dini yang ditanggapi tawa cekikikan oleh keduanya.
Abbi dan dini memang sering kali berdebat, namun mereka tidak pernah menggunakan perasaan didalamnya. Jadii sekasar apapun ucapan satu sama lain tetap saja tidak mampu menggoyahkan persahabatan mereka.
"Kapan lo nyampe dim ?". Tanya reno kpada dimas.
"Mungkin sekitar sejam yang lalu". Dimas memilih duduk disebelah abbi. Dia pun membiarkan abbi yang bergelayut manja dilengannya.
"Kok kakak gak bilang pulang sekarang siih ?". Abbi memukul pelan lengan dimas.
"Surprise sayang". Dimas tersenyum lebar sambil mengelus-ngelus kepala abbi.
"Duuuh, gue keknya pengen muntah deh ngeliat lo bii. Kayak gak pernah pacaran aja !". Sindiir dini.
"Biariiin. Weeek". Abbi menjulurkan lidahnya kearah dini. Yang lain pun hanya bisa tertawa melihat tingkah dua gadis yang selalu berdebat itu.
Bersambung ~
Jr's birthday
Buat kamu yang berulang tahun di tanggal 5 april ! :*
Selamat ulang tahun buat kamu yang cueknya kebangetan tapi akunya tetep sayang ! Semoga kebahagiaan selalu menyertai kamu :)
Jangan pernah berubah ya. Tetaplah seperti kamu yang aku kenal. Kamu yang gak romantis tapi mampu bikin hati aku meleleh. Kamu yang aku sayangi setulus hati :')
Kamu tau ? Kadang aku berfikir takdir begitu kejam sama kita. Bagaimana bisa kita di kenalkan namun tidak untuk dipertemukan. Dan bagaimana bisa kita saling sayang namun tidak untuk disatukan.
Aaah tapi ya sudahlah, aku tidak akan menyalahkan takdir untuk itu. Yang aku tau aku bahagia bisa mengenal kamu.
Terima kasih untuk kebahagiaan ini :)
Dari aku yang masih menyayangi kamu seperti 5 tahun yang lalu !
I Love you, not him
Abbi sedang memeriksa apa saja yang harus disiapkannya untuk sidang jam 10.00 nanti. Selama seminggu ini abbi memang benar-benar menghabiskan waktunya untuk mempelajari skripsinya. Dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya serta orang-orang yang menyayangi dan mendukungnya selama ini. Dia juga ingin membuktikan kepada dimas kalau dia bisa mendapat nilai terbaik nantinya.
Berbicara tentang dimas, pria itu sedang berada dilondon sekarang. Tadinya abbi berfikir kalau dimas tidak akan pergi kemana-mana setelah dia mengungkapkan perasaannya. Aaah malam perpisahan yang menyenangkan sekaligus memalukan bagi abbi.
Flashback On
"Kakak besok akan pergi ke london". Dimas berbisik nyaris tak terdengar oleh abbi.
"Apa ? Aku tidak dengar sama sekali". Abbi berusaha menutupi kegugupan dan ketakutannya. Namun reaksi tubuhnya berkata lain. Dia tanpa sadar meremas tangan dimas dengan sedikit kuat.
Dimas menoleh kearah abbi dan melepaskan tautan jari mereka. Dia menangkup kedua pipi abbi kemudian menatap dalam kemata abbi. "Kakak besok harus kelondon. Semua persiapannya sudah siap. Kakak tidak mungkin membatalkannya" dimas berbicara pelan namun tidak ada kebohongan sama sekali dimatanya.
"Kenapa ? Apakah aku sudah terlambat ? Apakah kakak tidak menyayangi aku lagi ?". Abbi menundukkan wajahnya. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia tidak sanggup jika harus berpisah dengan dimas.
"Terlambat ? Terlambat buat apa ? Heiii tentu saja kakak menyayangi kamu. Kakak bahkan sangat mencintai kamu abigail." Dimas mengecup dahi abbi sekilas.
"Tapi kenapa kakak tetap pergi ke london. Kakak mau ninggalin aku kan ? Kakak gak mau ketemu aku lagi kan ?". Bulir-bulir air mata mulai jatuh dipipi abbi.
"Astaga, jangan menangis seperti itu. Kakak bahkan hanya akan pergi selama dua minggu". Dimas menghapus bulir-bulir air mata abbi dengan kedua jempolnya.
"APA ??????? DUA MINGGU ?". abbi berteriak tak percaya. Dimas sontak menutup kedua telinganya. "Iya. Dua minggu. Kakak baru tau kalau kamu punya suara sekencang ini". Dimas terkekeh geli.
"Ya ampun, aku fikir kakak akan pergi lama kelondon. Trus kakak akan ninggalin aku begitu saja disini. Aku bahkan ga bisa ngebayangin jika tanpa kakak disini. Pokoknya aku gak mau kehilangan kakak". Abbi mengucapkan dengan sangat cepat dan hampir tanpa jeda.
"Ckckck jadi selain punya suara kencang kamu juga bisa berbicara secepat kereta api ya". Dimas menggelengkan kepalanya dan menggoda abbi sambil mengacak-ngacak rambut abbi.
"Ishhh. Ledekin aja terus !. Jadi kapan akan balik lagi kesini ?" Abbi memukul pelan lengan dimas kemudian kembali menyenderkan kepalanya dibahu dimas.
"Mungkin sekitar 2 minggu lagi. Itu pun kalau urusan kakak udah selesai". Dimas merangkul abbi dan mengelus-ngelus lengan abbi.
"Aaaaaah lama sekaliii...APAA ? DUA MINGGU LAGI ?". abbi berteriak lagi ketika mengingat sesuatu yang penting. Dia pun sontak mendongakkan kepalanya kearah dimas.
Dimas lagi-lagi menutup kupingnya dan melihat abbi yang ternyata juga sedang melihatnya. "Astaga, kamu mau bikin kakak jadi tuli ya. Kenapa suka sekali berteriak siih". Dimas mencubit hidung abbi dengan gemas.
"Hehee maap kak. Gaa sengaja". Abbi terkekeh sambil meringis takut dimas memarahinya. "Btw, aku akan sidang kamis depan. Kalau kakak pulang dua minggu lagi berarti kakak gak dateng dong pas aku sidang". Abbi mengerucutkan bibirnya.
"Aaaaah. Andai kakak bisa membatalkannya. Kamu tau kakak lebih senang menghabiskan waktu bersama kamu ketimbang harus pergi kesana. Berjanjilah kamu akan memperoleh nilai bagus nantinya, maka kakak akan mengusahakan untuk cepat pulang. Bagaimana ?". Dimas mencoba untuk menghibur abbi. Walaupun dia tidak tau apakah dia bisa pulang sebelum dua minggu pergi atau tidak.
Abbi membetulkan duduknya hingga dia sekarang duduk menghadap kedimas. "Ga papa kalau kakak ga bisa dateng. Aku akan berusaha keras agar mendapatkan nilai bagus nantinya. Aku akan menunggu kak dimas disini". Abbi tidak ingin dimas merasa sedih karena tidak bisa menemaninya. Dia juga tersenyum manis melihat dimas.
Dimas memandangi abbi dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca oleh abbi. Tangan dimas mengusap pelan rambut abbi, kemudian mengusap lembut pipi abbi dan terakhir jempolnya mengusap-ngusap bibir abbi. "Kamu tau ? Dari awal kakak sangat ingin melakukan ini". Dimas menundukkan wajahnya dan tanpa disangka-sangka oleh abbi dia menempelkan bibirnya tepat dibibir abbi. Dia mencium bibir abbi penuh cinta seolah mengatakan betapa dia sangat mencintai gadis itu. Abbi yang awalnya sangat terkejut dengan apa yang dilakukan dimas pun akhirnya mulai menutup matanya dan membalas ciuman dimas dengan lembutnya.
Flashback off
"Woiii. Ngelamun aja lo". Dini melongokkan kepalanya dipintu kamar abbi. Dia lalu masuk dan duduk dipinggir kasur abbi.
"Astaga, lo ngagetin aja. Gue lagi gugup tau". Abbi memegang dadanya.
"Lagi gugup apa lagi mikirin kak dimas". Dini mencolek dagu abbi sambil tersenyum meledek untuk menggoda abbi. Saat mengetahui hubungan abbi dan dimas sudah membaik, dini jadi sering menggoda abbi. Dia juga sangat bahagia mengetahui sahabatnya itu tidak galau lagi.
"Siapa juga yang mikirin kak dimas. Emang lagi gugup pun". Abbi mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Oh yaa. Jadi sejak kapan gugup bisa bikin pipi seseorang merona heh ?". Dini menaik turunkan alisnya. Abbi pun sontak menutup pipinya.
"Uuuuu sepertinya ada yang tidak bercerita lengkap sama gue. Jadi apa saja yang terjadi saat lo nginep di apartemen kak dimas ?". Dini menopangkan dagunya dengan kedua tangannya.
"Astaga, kan gue udah ceritain semuanya sama lo. Gue sama kak dimas ga ngapa-ngapain malam itu. Lo inget baik-baik ye. Kita HANYA TIDUR BARENG tanpa ngapain-ngapain !". Abbi menekankan kata hanya tidur bareng. Dia memang tidur bersama dimas malam itu karena dimas yang memaksanya. Dimas ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi bersama abbi sebelum berangkat ke london.
"Kok gue gak yakin ya". Dini menepuk-nepuk dagunya dengan jari telunjuknya seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Baiklaah baiklaaah. Kami juga berciuman malam itu. PUAS ?". Abbi mulai terlihat kesal menjawabnya. Dia tau benar siapa dini, kalau sudah menginginkan sesuatu dia pasti akan selalu memaksa.
"Tuuh kaaaan. Sudah gue duga. Gak mungkin kalian tahan godaan jika hanya ada kalian berdua saja dikamar. Jadi gimana rasanya ?". Tanya dini lagi dengan antusias.
"Rasa apaan siih. Udaah aah. Gue mau sidang skripsi bukannya disidang pasca kegrebek. Mending sekarang lo bantuin gue bawain barang-barang gue. Dan jangan tanya apa-apa lagi soal malam itu !". Abbi melengos kekamar mandi meninggalkan dini yang masih belum puas dengan jawabannya. Didalam kamar mandi dia menetralkan debaran jantungnya.
Setelah merasa lebih baik abbi keluar dari kamar mandi. Dia melihat kamarnya kosong serta bahan-bahan buat sidang pun sudah tidak ada. Sepertinya dini sudah membawanya keluar duluan.
When I'm with you
there's no place I'd rather be
No no no no no no no place I'd rather be.
Abbi mendengar nada dering ponselnya berbunyi. Dia pun lalu mengambil ponselnya yang masih tergeletak begitu saja diatas kasur. Saat melihat nama yang tertera dilayar ponselnya abbi pun lalu tersenyum lebar dan mengangkatnya.
"Haloo kak dim". Abbi berbicara dengan semangatnya.
"Waah sepertinya ada yang seneng banget kakak telpon". Ucap dimas diseberang sana.
"Iiih hobi banget siih ngeledekin. Bukannya nyemangatin malah bikin sebel". Abbi mengerucutkan bibirnya.
"Haha sensitif sekali ternyata. Tenanglaah. Jangan gugup begitu. Kakak yakin kamu bisa ngelewatin sidangnya dengan baik". Dimas mencoba menenangkan abbi. Dia sangat tau bagaimana perasaan abbi sekarang karena dia juga sangat gugup saat sidang skripsinya dulu. Dia bahkan tidak tidur semalaman karna kegugupannya.
"Aaah andai kakak ada disinii". Abbi menghela nafasnya.
"Dengarkan kakak baik-baik. Kakak mungkin memang tidak ada disana menemanimu. Tapi percayalah kakak disini selalu mendoakan yang terbaik buat kamu. Kakak sangat mencintai kamu sayang. Apapun yang terjadi kakak akan selalu mencintai kamu". Ucap dimas lembut.
"Heiii. Kakak mau menyemangati aku apa mau menyatakan cinta siih. Kalau mau menyatakan cinta yang romantis doong". Abbi berbicara sambil tertawa kecil.
"Waah sudah berani menggoda heh. Sepertinya ada yang pengen dihukum lagi niih".
"Jiaah hukuman kakak mah gampang. Paling gak jauh-jauh dari dapur". Abbi jadi teringat dengan hukuman memasak yang diberikan oleh dimas.
"Oh ya ? Jadi hukuman kakak gampang ? Kalau begitu siapkan diri kamu untuk menerima hukuman selanjutnya dari kakak. Karena kakak akan mencium kamu sampai kamu sulit untuk bernafas nantinya !". Dimas mengatakannya dengan tegas.
"Dasar mesum ! Udaah aah. Aku harus kekampus sekarang kalau tidak mau gagal wisuda lagi tahun ini" abbi mengalihkan pembicaraan karena dia tidak mau pipinya memerah seperti tomat busuk saat mendengar hukuman yang akan diberikan oleh dimas.
"Semangat sidangnya sayang. I Love you".
"I Love you too kak dim". Abbi memutuskan sambungan teleponnya. Wajahnya langsung berseri-seri setelah mendengar suara dimas yang entah kenapa selalu ingin didengarnya. Abbi benar-benar telah sangat jatuh cinta kepada pria itu.
Bersambung ~
I Love you, not him
Abbi masih setia menunggu dimas di sofa yang memang disediakan untuk para tamu. Dia bahkan tidak sadar jika sekarang sudah hampir pukul 16.00 . Dia masih memikirkan hal yang memalukan yang dilakukannya kepada dimas tadi. Dia benar-benar merasa malu. Apalagi dia memeluk dimas dengan sangat erat. Aah rasanya dia ingin menghilang saja dari sana.
"Astaga, kenapa gue ga sadar kalo ada banyak orang didalam tadi". Gerutunya.
Drrtt..drrtt..
From : MyDini
Lagi dimana lo ? Kita udah jamuran nungguin lo dari tadi.
To : My Dini
Ya ampuun. Sorry. Gue lupa ngabarin. Gue dikantor kak dimas sekarang. Gue ga jadi kesana ya :(
Send
Drrrtt..ddrrttt.
From : MyDini
Ngapain lo disana ? Udahlah kesini aja. Udah cukup lo sedih-sedihnya selama sebulan ini. :(
To : MyDini
Siapa yang sediih. Gue udah ketemu kak dimas tauu :p udaah aah. Gue nungguin pangeran gue dulu. Bye :p
Send.
From : MyDini
Mentang-mentang udah baikan. Huuh. Ya udah. Lo harus cerita nanti. Bye.
Abbi senyum-senyum sendiri membaca pesan-pesan singkatnya bersama dini. Didalam hati dia berjanji akan berterima kasih kepada dini dan mona nanti. Kalau bukan karena mendengar pembicaraan mereka pasti abbi tidak akan senekat ini untuk menemui dimas. Dia bahkan sudah mempermalukan dirinya sendiri tadi.
"Jadi ponsel itu lebih menarik heh ?". Dimas berdiri tepat didepan abbi. Kedua tangannya diletakkan didadanya dan sebelah alisnya pun terangkat. Penampilannya sudah tidak serapi tadi. Mungkin rapat berjam-jam sudah menguras energinya.
"Astagaa,. Kak dimas. Kakak seperti hantu saja yang tiba-tiba datang". Abbi berdiri dari duduknya. Dia cemberut karena dimas mengagetkannya.
"Mana ada hantu yang setampan kakak". Dimas menampilkan wajah innocentnya.
"Huuh. PD sekali ternyata". Abbi memutar kedua bola matanya. "Kakak udah selesai rapatnya ?". Tanya abbi lagi.
"Sudah, dan sekarang waktunya untuk memberi hukuman kepada gadis nakal ini". Dimas mencubit pelan kedua pipi abbi dengan tangannya.
"Apaa ? Hukuman ? Emangnya aku salah apa ?". Abbi mengerutkan dahinya sambil mengelus-ngelus pipinya yang dicubit oleh dimas tadi. Sebenernya sih tidak sakit. Dia hanya pura-pura sakit saja.
"Kamu punya banyak salah little girl, salah satunya kamu sudah bikin kakak kacau selama sebulan ini". Dimas menyeringai penuh kemenangan.
"Heii. Memangnya kakak saja yang kacau. Aku bahkan hampir menangis tiap malam gara-gara kakak". Abbi mengerucutkan bibirnya.
"Sudahlaah. Pokoknya sekarang kamu harus ikut kakak". Dimas menggenggam tangan abbi kemudian menariknya. Dia membawa abbi keluar dari kantornya. Abbi pun hanya menurut saja dengan apa yang dilakukan dimas. Dia terlalu senang saat ini karena hubungannya dengan dimas sudah membaik. Walaupun dia sendiri tidak tau mereka sekarang berpacaran atau tidak.
•••••••••••••••••••••••••••••••
Dimas dan abbi sedang berada didalam lift di sebuah apartement mewah. Saat abbi bertanya apa yang akan mereka lakukan disana. Dimas hanya menaikkan bahunya saja. Abbi pun memilih untuk menuruti apa yang akan dilakukan dimas nantinya.
Lift berhenti dilantai 30. Dimas lalu menarik tangan abbi untuk keluar dari sana. Mereka pun berhenti disebuah pintu, dimas lalu menekan beberapa angka yang merupakan kode dari pintu tersebut.
Saat pintu terbuka dimas lagi-lagi menarik abbi untuk masuk kedalam.
"Wow. Ini keren banget kak". Abbi berdecak kagum melihat ruangan apartement dimas. Ruangan ini didominasi oleh warna cokelat. Barang-barang yang ada didalamnya pun tertata dengan rapi. Abbi yang baru pertama kali melihat ruangan apartement secara langsung nampak terlihat sangat ndeso jadinya. Menurutnya semua ini lebih bagus dari apa yang dilihatnya di televisi.
"Terima kasih. Sekarang waktunya untuk hukuman kamu sayang". Dimas menyeringai kearah abbi.
"Emang apa hukumannya ?". Abbi memasang wajah waspada.
"Hahaa jangan tegang begitu. Kakak ga mungkin macem-macem sama kamu. Ayo ikut kakak". Dimas tertawa lebar melihat ekspresi takut diwajah abbi. Dia pun membawa abbi menuju dapurnya.
"Kita mau ngapain disini kak ?". Tanya abbi dengan polos.
"Menurut kamu apa yang dilakukan orang lain didapur ? Tentu saja akan memasak. Nah dan yang akan memasak tentu bukan KITA melainkan kamu". Dimas tersenyum puas.
"Masak ? Aaah hukuman yang gampang sekali". Abbi menjawab dengan sombong. Dia memang sudah terbiasa dengan kegiatan memasak. Jika sedang libur semester dan pulang kerumahnya, abbi selalu membantu ibunya memasak. Bahkan tidak jarang juga dia yang memasak sendiri tanpa dibantu oleh ibunya.
"Baguslah kalau begitu. Kakak mau makanan spesial buatan kamu hari ini. Sementara kamu memasak kakak akan membersihkan diri dulu". Dimas lalu meninggalkan abbi sendirian didapur. Dia pernah mendengar ibunya bercerita kalau abbi pintar dalam hal memasak. Dan hukuman untuk menyuruh abbi memasak pun terlintas begitu saja dikepalanya.
Abbi melihat-lihat isi kulkas dimas yang ternyata penuh dengan bahan-bahan yang bisa diolah untuk menjadi makanan yang spesial. Ada banyak sayur-sayuran, daging serta bahan-bahan yang lainnya. Sepertinya dimas sering memasak untuk dirinya sendiri ketimbang memakan makanan cepat saji dengan delivery order.
Dia sedang berfikir makanan apa yang akan dibuatnya. Dan tiba-tiba saja dia mendapat ide yang cemerlang. Dia pun lalu mengambil bahan tersebut sambil tersenyum ala devil.
Tidak butuh lama, abbi sudah menyelesaikan masakannya. Dia pun meletakkannya dipiring yang bermotif sangat cantik. Kemudian diberi hiasan daun seledri diatasnya seperti yang dilakukan para chef-chef handal.
Sembari menunggu dimas selesai mandi, abbi memainkan ponselnya. Dia berniat untuk melanjutkan cerita yang belum selesai dibacanya di aplikasi wattpad. Saat ingin membuka aplikasi tersebut tiba-tiba ponselnya berdering pertanda ada telepon masuk. Dan nama dini tertera di layar ponselnya.
"Haloo din. Kenapaa ?"
"Gue mau ngabarin lo kalo jadwal sidang lo udah keluar. Lo sidang kamis depan jam 10.00". Ucap dini diseberang sana.
"Astaga, cepat banget. Berarti seminggu lagi dong".
"Ya gitu deh. Udah ya ntar pulsa gue abis. Bye".
Dini memutuskan sambungan telpon begitu saja. Abbi menghela nafas pasrah mendengar informasi dari dini. Dia tidak menyangka kalau jadwal sidangnya akan keluar secepat ini. Sepertinya dia akan sangat sibuk belajar selama seminggu ini.
Dimas keluar dari kamarnya dengan kadar ketampanan yang makin meningkat menurut abbi. Dia berdiri didekat meja makan dan melihat ada sepiring makanan yang masih ditutup.
"Kamu masak apa ? Kok cuma sepiring ?". Dimas menaikkan sebelah alisnya dan melihat abbi yang tersenyum lebar.
"Ini masakan spesial tauu. Kakak sudah siap melihatnya ?". Dimas menganggukkan kepalanya. Dalam hati dimas merasa curiga dengan senyum yang ditampilkan abbi. Seolah-olah sedang merencanakan sesuatu." Aku hitung yaa. Satuu....dua....tigaaa...tadaaaaaaaa". Abbi membuka penutup makanan tersebut.
Dimas membulatkan matanya. Mulutnya pun terbuka melihat makanan yang dimasak oleh abbi.
"Jadi kamu cuma memasak telur dadar ?". Tanya dimas tidak percaya. Tadinya dimas membayangkan makanan yang benar-benar menggugah selera. Namun ternyata semua diluar ekspektasinya.
"Kakak bilang CUMA ? Ini makanan spesial tauu. Kan aku bikinnya pake cinta". Abbi menaik turunkan kedua alisnya. Dia sudah berani menggoda dimas ternyata.
"Bilang aja kamu gak bisa masak. Sepertinya mami salah bercerita waktu itu. Pintar masak dari mana. Kalau cuma telur dadar mah bocah ingusan juga bisa bikinnya". Dimas menggerutu sebal.
"Hahahahaa...kak dimas lucu sekali". Abbi tertawa lebar mendengar gerutuan dimas. Dia bahkan terpingkal-pingkal dan memegangi perutnya yang sudah mulai terasa kram karena terlalu banyak tertawa.
"Apanya yang lucu. Berhentilah tertawa menjengkelkan seperti itu atau tidak kakak akan cium kamu sekarang juga". Abbi langsung terdiam mendengar ancaman dimas. Tapi sesekali dia mengeluarkan tawa yang ditahan-tahannya.
"Sebenernya aku sengaja bikin telur dadar sebagai hukuman buat kak dimas". Ucap abbi lagi masih dengan senyum lebarnya yang terlihat sangat menjengkelkan oleh dimas.
"Hukuman ?". Dimas menaikkan sebelah alisnya.
"Yap ! Kakak udah ngasih hukuman dengan nyuruh aku masak kan ? Nah sekarang giliran aku yang ngasih kakak hukuman dengan nyuruh kakak makan dengan telur dadar ini. Bukankah kita sama-sama kacau selama sebulan ini ? Lagian kakak tenang aja. Walaupun cuma telur dadar dijamin rasanya sangat enak !". Ucap abbi dengan percaya dirinya.
Dimas pun akhirnya pasrah dengan hukuman yang diberikan abbi. Lagian rasa telur dadarnya memang enak seperti yang dikatakan abbi. Mereka berdua makan dengan lahapnya. Sepertinya perut mereka memang sudah sangat kelaparan dari tadi.
Selesai makan, abbi membereskan meja makan dan langsung mencuci piring-piring kotor yang ada. Tadinya dimas menawarkan diri untuk membantu abbi. Namun abbi menolaknya dan menyuruh dimas duduk manis saja. Dimas pun tidak membantah abbi karena saat ingin membantahnya gadis itu sudah lebih dulu memelototkan matanya.
Dimas memilih untuk menunggu abbi sambil menonton TV. Dia menonton salah satu acara pencarian bakat yang ditayangkan disalah satu stasiun televisi swasta. Dia memang tidak suka menonton sinetron yang terlalu mendramatisir kehidupan menurutnya.
Saat asyik menonton tiba-tiba saja abbi duduk disampingnya namun masih dengan jarak yang cukup untuk membuat orang lain duduk ditengah-tengah mereka. Sepertinya abbi sudah selesai membereskan pekerjaannya didapur.
"Heii, kenapa duduknya jauh begitu. Kemarilah". Ucap dimas sambil menarik pelan lengan abbi agar abbi duduk tepat disampingnya tanpa jarak lagi. Abbi pun menurut saja dengan apa yang dikatakan dimas.
Abbi menyenderkan kepalanya dibahu dimas. Dimas pun menyelipkan jari jemarinya disela-sela jari abbi. Jari mereka pun saling bertautan. Dimas sesekali meremas sedikit kuat tangan abbi.
Mereka pun asyik menonton dalam posisi yang seperti itu hingga tiba-tiba dimas mengucapkan kalimat yang mampu membuat tubuh abbi menegang ditempatnya. Dia pun sontak meremas tangan dimas dengan kuat seolah meminta kekuatan dari dimas.
"Kakak besok akan pergi ke london".
Bersambung ~