Keyla pov
Seorang perias sedang meriasku dengan telatennya. Malam ini adalah resepsi pernikahanku. Setelah tadi pagi kak Sammy mengucapkan ijab kabul, aku resmi menjadi istri sahnya.
Kalian tau apa yang kurasakan ?
Aku bahagia.
Sangat.
Setelah bertahun-tahun aku mencintainya dalam diam, akhirnya aku bisa memilikinya. Ya walaupun kak Sammy bilang belum mencintaiku. Setidaknya dia ingin menjalani kehidupan pernikahan denganku.
Bukankah itu awal yang bagus ?
"Waaah. Kamu pengantin paling cantik yang pernah aku rias." Mbak Nina, yang meriasku hari ini berseru riang. "Kemari, lihatlaah dirimu di kaca."
Aku mengikuti perintah mbak Nina, berjalan menuju kaca besar di kamar hotel tempat kami menginap malam ini.
Aku takjub seketika melihat pantulan diriku di cermin, bukannya bermaksud sombong atau narsis, tapi sosok di dalam cermin yang tidak lain adalah diriku terlihat seperti barbie.
Polesan tangan mbak Nina benar-benar luar biasa. Aku berniat untuk membayar lebih untuk karya yang indah ini.
Ceklek.
Aku menoleh ke arah pintu yang terbuka. Sosok kak Sammy berdiri di pintu. Menatapku.
Dia terlihat sangat tampan dalam balutan tuxedo yang dikenakannya. Rambutnya yang biasanya jarang di tata rapi sekarang di tata dengan rapi. Oh God, He's so handsome.
"Baiklah, aku keluar dulu. Sepertinya pengantin baru ini membutuhkan waktu untuk berdua."
Suara mbak Nina membuatku sadar kalau bukan hanya ada aku dan kak Sammy. Aku jadi salah tingkah, namun beda hal dengan kak Sammy. Dia hanya tersenyum tipis ke mbak Nina lalu kembali menatapku intens.
"Terima kasih mbak." Ucapku sebelum mbak Nina keluar.
"Sama-sama Key. Aku senang bisa merias princess sepertimu." Godanya.
"Hmm, Sam." Mbak Nina berbalik sebelum membuka pintu. Kak Sammy menoleh kepadanya.
"Tolong jangan merusak hasil riasanku sekarang ya. Tunggulah sampai resepsinya selesai." Mbak Nina menyeringai.
Astaga.
Aku malu sekali sekarang.
Aku makin gugup saat mbak Nina sudah keluar. Aku mengalihkan pandangan dari kak Sammy. Kembali memandangi diriku dari pantulan cermin, sambil berpura-pura membenarkan baju atau tatanan rambutku yang baik-baik saja.
"Kamu cantik."
Kak Sammy berbisik ditelingaku. Entah kapan berjalannya, yang jelas dia sudah berdiri tepat di belakangku.
"Terima kasih kak." Ucapku. Tanpa menoleh ke belakang. Aku hanya memandangi kak Sammy dari Kaca.
Saat teringat sesuatu, aku membalikkan badanku. Menatap kak Sammy. "Akan lebih cantik kalau aku memakai gaun yang kemaren." Aku memberengut mengingat perdebatan kami saat memilih gaun pengantin.
Tadinya aku memilih gaun pengantin yang model kemben, aku suka modelnya. Lagian aku ingin tampil memukau di hari pernikahanku. Pernikahan kan cuma sekali seumur hidup.
"Cantik apanya. Kakak tidak suka. Bisa dipastikan pria mesum di luaran sana akan memandangmu tanpa henti."
"Astaga. Gak semua orang berfikiran ke sana kak. Kakak aja tuh yang mikirnya kejauhan."
"Iya. Gak semua orang. Tapi ada kan ? Kakak aja belum pernah liat, masa mereka liat duluan." Gerutunya.
"Heh ?" Aku melongo.
"Mau dijelasin detailnya ?" Kak Sammy menaikkan sebelah alisnya.
Aku menelaah maksudnya barusan. Saat sadar, pipiku sontak bersemu. "Apaan siih." Ucapku sambil membuang muka. Malu.
Kak Sammy terkekeh.
"Kamu lucu."
"Aku bukan pelawak."
"Tetap saja lucu."
"Tauu aah."
"Tuh kan, makin lucu kalo lagi ngambek gitu."
Kak Sammy menoel-noel pipiku dengan pelan, mungkin takut merusak riasanku.
"Ya ampuun, disinii kamu ternyata. Siapa yang nyuruh kamu nemuin Keyla." Mami Sinta, mamanya kak Sammy berdiri di dekat pintu sambil berkacak pinggang.
"Keyla udah istri Sammy kali mi. Masa nemuin istri sendiri gak boleh."
"Gak boleh. Nanti kamu merusak riasannya." Ucap mami sambil berjalan ke arah kami.
"Astaga. Mami orang kedua yang mengingatkanku tentang merusak riasan. Perempuan memang ribet." Dengusnya.
Aku tertawa.
"Keluar sanaa, mami mau bicara berdua aja sama menantu mami yang cantik ini." Usir mami.
Kak Sammy menghela napas pasrah. "Baiklah..baiklaah.. Sammy merasa jadi anak tiri sekarang." Dia meninggalkanku berdua dengan mami Sinta. Tentu saja dengan gerutuan tidak jelasnya.
"Keyy."
"Ya mii."
"Mami seneng kamu yang jadi menantu mami. Mami minta kamu sabar ngadepin sifat Sammy ya. Dia memang menyebalkan, cuek, ekspresi wajahnya juga sering datar kayak papan penggilasan." Mami tertawa sebelum melanjutkan. "Tapi dia anaknya baik kok, mami yakin kamu pasti bisa menghadapinya. Kalau dia macam-macam kamu lapor aja sama mami. Biar mami yang ngasih dia pelajaran."
Aku tersenyum. "Mami tenang aja, Keyla akan berusaha untuk menjadi istri yang baik. Terima kasih udah mau menerima Key jadi menantu mami."
"Sayaaaang. Kamu benar-benar menantu idaman." Mami memelukku. Aku balas memeluknya.
***
Deretan tamu yang seakan tidak ada habisnya membuat kakiku pegal luar biasa. Bayangkan saja, sejak jam 19.00 sampai sekarang yang sudah hampir jam 21.00 aku masih saja berdiri menerima ucapan dari para tamu.
Tadinya aku mau pernikahan yang sederhana saja, tidak perlu mengundang banyak tamu. Mengingat pernikahanku yang terkesan dadakan.
Tapi, mama menolak mentah-mentah keinginanku. Ini pernikahan pertama dikeluargaku, mengingat aku hanya berdua saja dengan kak Jordi. Dan kak Jordi belum ada tanda-tanda akan menikah dalam waktu dekat.
Ditambah lagi dengan rekan kerja papa dan kak Jordi, aku bahkan tidak mengenal mereka sama sekali.
"Capek ?" Tanya kak Sammy, saat tidak ada tamu yang menyalami kami.
Aku mengangguk.
"Duduk dulu." Aku menurut.
"Kenapa tamunya banyak sekali siih." Gerutuku.
Kak Sammy tergelak. "Jangan cemberut gitu dong. Ntar dikira orang kamu nikah terpaksa lagi." Godanya.
"Emang di paksa kan ?" Aku mencibir.
"Kamu seneng gitu kakak paksa."
"Apaan siiih." Aku memalingkan wajah. Tidak ingin kak Sammy mengetahui rona merah di pipiku.
"Tuuh perusuh dateng." Aku mengikuti arah pandang kak Sammy. Terlihat Lala dan Sonia berjalan ke arah kami.
Benar-benar sahabat terbaik.
Mereka bahkan datang di jam segini, saat tamu sudah mulai pada pulang.
"Ciyee nikaah. Selamat ya Key, semoga elo jadi keluarga samawa. Oh ya gue pesen ponakan yang ganteng dan cantik ya." Sonia menyalamiku, lalu mengecup pipi kiri dan pipi kananku.
"Dateng juga lo pada. Segitu gak ada waktunya buat gue sampe dateng jam segini." Ucapku ketus, namun tidak benar-benar marah.
"Ga usah marah-marah gitu. Aura manten baru positif dikit kenapa." Lala menegurku. Kemudian menyalamiku serta mencium pipi kiri dan pipi kananku. "Selamat ya Key. Gue seneng akhirnya lo bisa nikah sama kak Sammy." Lala menyeringai.
Kampret memang.
Mereka lalu lanjut menyalami kak Sammy. Untunglah mereka tidak bicara yang macam-macam. Hanya memberikan selamat seperti biasa.
"Kita kesana dulu yaa. Mau nyicipin makanan enak."
"Kalian kesini mau nemuin gue apa makanan ?"
Dua-duanya doong." Sonia mengedipkan sebelah matanya lalu memegang lengan Lala.
Sebelum mereka pergi aku lebih dulu mencegahnya.
"Laa."
"Yaa ?"
"Lo ngeliat Kevin ?"
Lala menggelengkan kepalanya, menoleh ke Sonia seolah menanyakan kalimat ku barusan yang di jawab gelengan kepala juga oleh Sonia.
Aku mengangguk. Membiarkan mereka pergi menuju deretan makanan yang tersedia.
"Kenapa ?" Tanya kak Sammy.
"Heh ?"
"Kevin."
"Oh. Gak tau kak. Aku belum melihat dia seharian ini. Pas akad tadi pagi juga engga ada kan." Gumamku. Benar juga, Kevin tidak hadir di acara akad nikahku.
"Mungkin dia ada urusan. Gak usah sedih gitu."
"Yaa. Mungkin."
Aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Mencoba untuk berfikiran positif. Pasti ada sesuatu yang sangat penting hingga Kevin tidak menghadiri pernikahanku.
Malam semakin larut, tamu-tamu sudah tidak seramai tadi. Jadi aku tidak harus berdiri untuk waktu yang lama lagi.
Tiba-tiba kak Jordi menghampiri kami, lebih tepatnya menghampiri kak Sammy. Kemudian berbisik di telinganya. Aku mengerutkan dahi. Apa yang terjadi ? Kenapa wajah kak Sammy terlihat tegang begitu.
"Ada apa kak ?" Tanyaku ke kak Jordi.
"Tidak ada apa-apa sayaang. Kakak pinjem Sammy dulu. Boleh ?"
"Memangnya kak Sammy barang, pake di pinjem segala." Gurauku.
"Tunggu sebentar yaa. Nanti kakak balik lagi."
Aku mengangguk. Membiarkan kak Sammy pergi. Aku masih saja memandangnya, hingga dia sampai di pintu ballroom hotel. Dan hal selanjutnya yang kulihat sungguh membuat dadaku sesak.
Disana, ada Meisya yang terlihat menunggu kak Sammy. Dia terlihat cantik walaupun dari kejauhan. Entah apa yang mereka bicarakan yang jelas mereka terlihat seperti sedang bertengkar.
Aku mencoba mengalihkan pandanganku, namun gagal. Rasa penasaranku tidak terbendung lagi. Aku berjalan menuju mereka.
Aku berdeham. "Maaf, apa ada masalah kak ?" Tanyaku ke kak Sammy. Dia nampak kaget dengan kehadiranku yang tiba-tiba.
"Key, ngapain kamu kesini. Kamu masuk aja yaa." Bujuknya.
"Jadi kamu menikahi gadis manja ini ? Bukannya kamu tidak suka gadis manja ? Ayo laah Sam, kalau ini cara kamu buat bikin aku cemburu, maka kamu menang. Aku mohon hentikan semuanya. Aku menyesal. Bukankah kamu mencintaiku ?" Ucap Meisya.
"Kak, apa itu benar ? Kakak menikahiku karena ingin dia cemburu ?" Desakku. Aku mencoba menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk mataku.
"Keyy, bukan seperti itu." Kak Sammy mencoba memegang tanganku yang langsung ku tepis begitu saja.
"Silahkan selesaikan apapun yang ingin kalian selesaikan."
Aku menghapus air mata yang berhasil lolos, membalikkan badan kemudian berjalan kembali ke dalam. Aku tidak menyangka akan mendapat kejutan seperti ini di hari pernikahanku.
***
Don't hurt my heart
Don't hurt my heart
Keyla pov
Hari ini aku sudah diizinkan pulang oleh dokter. Katanya kondisiku baik-baik saja, tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi.
Mama mengemasi barang-barang kami yang ada disini, papa dan kak Jordi tidak bisa menjemput. Nanti ketemu di rumah aja.
Aku mengecek ponselku, takutnya ada pesan dari Kevin. Dia bilang dia akan menjemputku hari ini, sayangnya Lala dan Sonia ada kuliah, jadi tidak bisa ikut dengan Kevin.
Ceklek.
Aku menoleh ke pintu yang terbuka, sosok Kevin masuk sambil tersenyum lebar. Lalu mengacak rambutku pelan.
"Sudah siap semua ?" Tanyanya.
Aku mengangguk.
"Mampir ke mall dulu yuuuk. Pengen cuci mata niih." Rengekku.
"Keeeeyyyy." Tegur mama.
"Key bosen maa, pengen jalan-jalan. Dokternya kan udah bilang kalo Key baik-baik aja."
"Siapa yang mau jalan-jalan ?" Kak Sammy tiba-tiba saja sudah ada di pintu. Dia terlihat tampan seperti biasanya.
"Si Keyla tu Sam, minta mampir ke mall." Adu mamaku.
Kak Sammy menatapku. "Kita langsung pulang yaa. Jalan-jalannya besok aja. Kamu harus banyak istirahat."
Aku memberengut, menoleh ke arah Kevin. "Vin, lo bantuin gue doong."
Kevin menggeleng. "Mama sama kak Sammy bener. Kita langsung pulang. Besok gue anterin lo jalan-jalan deh. Mau kemanapun juga gue anterin."
Kevin memang memanggil mamaku dengan sebutan mama juga. Dulunya sih dia memanggil tante, tapi karena kita deket terus dia sering ke rumah, mama menyuruhnya untuk memanggil "mama".
"Benerr ? Kemanapun ?" Tanya gue.
"Iyaa bawel." Dia mengacak rambutku lagi. " membuatku makin memberengut. Saat menoleh sekilas ke kak Sammy ternyata dia juga sedang melihat ke arah kami. Dan entah kenapa, aku merasa kak Sammy terlihat kesal.
"Udah selesai semua. Ayo kita pulang." Ajak mama.
Kak Sammy mengambil tas kecil di tangan mama. Kemudian menghampiriku. "Ayo."
Aku mengerutkan dahi. "Key sama Kevin aja kak." Ucapku.
"Enggak. Kamu sama kakak. Sekalian tante juga. Kevin kalau bawa mobil ngikut di belakang aja." Perintahnya.
"Ya udah." Ucapku. "Yuuk Vin." Aku menggandeng tangan Kevin, mengajaknya jalan duluan. Meninggalkan mama sama kak Sammy di belakang.
Setelah merasa jarak kami cukup jauh dengan kak Sammy, aku berbisik ke telinga Kevin. "Kak Sammy kenapa sih ?"
"Kenapa apanya ?"
"Nyebelin banget tau. Dia suka banget merintah-merintah gue. Aneh banget kan ?"
"Tapi lo nurut juga kan sama dia ?"
"Ya mau gimana lagi. Gue males debat."
"Males debat apa males ketahuan kalau cinta ?"
Aku mencubit lengannya. "Lo gak usah ikutan nyebelin deh."
Kevin tertawa. Lalu mengacak rambutku, lagi. Dia suka sekali merusak tatanan rambutku.
Sampai diparkiran, Kevin membukakan pintu mobil kak Sammy untukku."lo ikut ke rumah gue kan ?" Tanyaku.
"Lo pengen banget deket gue terus yaa." Godanya.
"Najis." Ucapku. "Pokoknya lo harus ke rumah gue. Gue bosen." Aku menutup pintu mobil, membuka kacanya lalu memeletkan lidah ke arah Kevin.
"Udah pacarannya ?" Tanya kak Sammy.
Kak Sammy ternyata udah siap di belakang kemudinya. Dia terlihat sangat kesal.
Kenapa dia kesal ?
"Key gak pacaran kak." Elakku.
"Ya udah." Ucapnya datar.
Kak Sammy lalu melajukan mobilnya menuju rumahku. Sepanjang perjalanan dia hanya memasang wajah datarnya, namun beda hal saat mama berbicara. Dia langsung berbicara dengan lembut sambil tersenyum.
Menyebalkan.
***
Sammy pov
Aku mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan ke rumah Keyla, aku hanya memasang wajah datar. Aku merasa sangat kesal, tapi tidak tau apa yang membuatku kesal. Bego banget kan ?
Sesekali aku melirik Keyla dari kaca, dia duduk menyandar sambil melihat ke luar jendela. Pasti dia sangat bosan.
Dia terlihat cantik hari ini dengan dress pink selutut bermotif bunga-bunga. Rambutnya yang panjang diikat dan dijadikan satu di atas. Memperlihatkan leher jenjangnya yang putih.
She's so beautiful.
"Yeiii sampe rumaah." Keyla berteriak riang didalam mobil saat aku memasuki pelataran parkiran rumahnya. Tingkah kekanak-kanakannya malah membuatnya terlihat sangat menggemaskan di mataku.
Tanpa aku sadari, aku malah tersenyum bego dibelakang kemudi.
Keyla turun dari mobil, berlari riang menuju pintu utama rumahnya.
"Keylaaaaaaa. Gak usah lari-lari." Tante Melani berteriak mengingatkannya.
"Biar Sammy aja tan." Aku menawarkan diri membawa tas yang berisikan perlengkapan Keyla saat di rumah sakit.
Saat hendak berjalan menuju pintu, aku melihat sebuah mobil memasuki pekarangan rumah Keyla. Aku tau siapa pengemudinya.
Kevin, pria yang di anggap sahabat oleh Keyla.
Kedatangannya membuat mood ku yang telah retak menjadi hancur. Sial.
Kenapa juga aku kesal ?
Cemburu ?
Astaga. Aku fix gila kayaknya.
Aku memutuskan untuk mengabaikannya dan berjalan menuju pintu. "Tan, tas nya Sammy bawa ke kamar Key langsung ya." Pintaku dengan sopan.
Tante Melani mengangguk. "Nanti jangan pulang dulu yaa. Kita makan siang bareng disini. Tante udah nyuruh bi sum masak lebih hari ini."
Gantian aku yang mengangguk. Aku lalu menaiki tangga menuju lantai 2 rumah ini. Kamar Keyla memang berada di lantai 2. Berdampingan dengan kamar Jordi.
Aku mengetuk perlahan. Tidak mau untuk nyelonong masuk. Tidak sopan. Karena tidak mendapat sahutan aku mengetuk lagi.
"Key dikamar mandi maa. Masuk aja. Gak di kunci kok." Teriaknya.
Aku memutuskan untuk langsung masuk. Toh dia udah ngizinin kan ? Ya meskipun dia mikirnya kalau aku adalah tante Melani.
Astaga.
Aku benar-benar kaget. Kamar Keyla di dominasi oleh warna pink dan beberapa boneka berwarna pink juga dengan ukuran besar di beberapa sudut kamarnya. Aku tau di penyuka warna pink, tapi tidak pernah tau separah ini.
Jika tidak mengenal Keyla, aku pasti akan berfikir ini adalah kamar bocah berusia 7 tahunan.
"Looh kak Sammy ngapain disini ?"
Keyla berdiri di pintu kamar mandi dengan raut wajah kaget dan matanya membulat. Lucu.
"Ini tas kamu. Tadi disuruh tante Melani." Jelasku.
Dia mengangguk. "Makasih kak." Ucapnya sambil tersenyum lebar. Senyuman yang entah kenapa memberikan efek besar bagi jantungku.
Aku tidak tau apa yang terjadi denganku, yang jelas aku mulai melangkahkan kaki menghampirinya. Wajah gugup Keyla semakin membuatku bersemangat.
Dia menatapku tidak percaya saat aku berdiri tepat di depannya. Namun tidak berusaha untuk menjauh. Aku mengelus pipinya dengan jemariku.
"Maaf." Ucapku pelan.
Setelah itu menundukkan sedikit wajahku dan mengecup bibirnya. Aku tau dia menegang saat bibirku menempel di bibirnya. Aku pun tidak berani untuk berbuat lebih.
Setelah beberapa saat. Aku menjauhkan bibirku. Keyla membelalakkan matanya dengan mulut sedikit terbuka.
Menggemaskan sekali.
"Tutup mulutmu. Nanti laler masuk."Godaku. Aku mengacak rambutnya pelan kemudian membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Keyla di kamarnya.
Dan lagi-lagi aku tersenyum bego.
Sepertinya aku tau keputusan apa yang harus ku ambil sekarang. Aku yakin untuk menikahi Keyla.
Walaupun belum mencintainya, setidaknya dia bisa bikin aku tersenyum bego karena tingkahnya.
***
Kami sedang menikmati makan siang bersama. Aku, Keyla, tante Melani dan juga Kevin.
Sejak turun dari kamarnya Keyla menolak untuk menatapku. Jelas sekali kalau dia malu dengan apa yang ku lakukan di kamarnya tadi.
Beberapa kali aku melihat ada rona merah di pipinya, yang membuatnya makin terlihat cantik.
"Key, mulai besok kamu belajar masak ya." Ucap tante Melani.
"Memangnya kenapa ma ?" Tanya Keyla dengan polosnya.
"Sebentar lagi kan kamu bakalan nikah, jadi harus pinter masak. Kasian nanti Sammy kalau kamu gak bisa masak. Masa harus makan di luar tiap hari."
Uhuk. Uhuk.
Aku, Keyla dan Kevin sontak terbatuk dengan kompaknya. Aku tidak menyangka kalau tante Melani akan membahas ini, aku bahkan belum memberitahu Keyla.
Kevin menatap Keyla dengan tatapan "are you fucking kidding me ?" yang dijawab dengan kedikkan bahu oleh Keyla.
"Mama jangan becanda deh. Gak lucuu maa."
"Siapa juga yang becanda. Sammy udah ngelamar kamu sama papa. Dan papa menyetujuinya. Iya kan Sam ?"
Mati aku.
Keyla menatapku. Dahinya mengernyit. Terlihat sekali kalau dia sangat bingung.
Aku berdeham. "Nanti kakak jelasin ya. Habiskan dulu makannya."
Keyla terlihat ingin protes, tapi di urungkannya. Dia memilih melanjutkan makannya. Sedangkan Kevin menatapku dengan tajam. Aku membalas tatapannya.
Dia menghela napas , lalu melanjutkan makannya. Aku pun melanjutkan makanku.
***
"Jadi, apa saja yang tidak aku ketahui kak ?" Keyla menoleh ke arahku.
Aku dan Keyla sedang duduk di ayunan yang ada di taman belakang rumahnya. Setelah menghabiskan makan siang, Keyla langsung menuntut penjelasan tentang lamaran itu.
Jadilah kami disini sekarang.
"Selain kakak melamarmu ? Sepertinya tidak ada lagi." Ucapku berbohong. Ya, aku berbohong tentang kecelakaan itu.
"Kenapa ?"
"Apa harus ada alasannya ?"
Dia menghela napas dan mengalihkan pandangannya. Tidak lagi memandangku.
"Aku tidak mau." Lirihnya.
"Kenapa ?" Giliran aku yang bertanya.
"Kakak punya pacar kan ? Bukankah namanya Meysia ?"
Aku menghela napas. Sebenarnya malas untuk membicarakan tentang wanita ular itu. "Kakak sudah putus dengannya. Kamu tidak perlu mengkhawatirkan apapun."
"Tapi aku tetap tidak mau."
"Alasan lain ?"
"Kakak tidak mencintaiku. Pernikahan itu bukan sesuatu yang bisa dipermainkan kak."
"Apa kakak bilang kakak akan mempermainkan pernikahan kita ?" Aku berdiri, pindah berjongkok di depannya. "Kakak mungkin memang belum mencintaimu. Ingat, BELUM bukan TIDAK. Tapi kakak menyayangi kamu dari dulu. Dan sekarang kakak benar-benar ingin hidup sama kamu. Sampai kita tua nanti."
Keyla melihatku dengan raut wajah terkejut. Matanya juga mulai berkaca-kaca.
"Kakak yakin ini yang terbaik ?"
"Sangat." Ucapku.
Aku menariknya agar berdiri berhadapan denganku, lalu memeluknya erat.
"Heii jangan menangis. Kakak tidak mau wajah kakak yang tampan ini di hajar Jordi jika melihatmu menangis disini."
Keyla tertawa. Mengeratkan pelukannya.
***
Setelah menjelaskan semuanya kepada Keyla. Tentu saja dengan menghilangkan bagian kecelakaan itu, aku berpamitan untuk kembali ke kantor.
Saat hendak membuka pintu mobil, seseorang memanggilku.
"Kak Sam. Tunggu."
Aku menoleh ke belakang, mendapati Kevin dengan wajah tidak bersahabat.
"Kenapa lo ingin menikahi Keyla ?" Tanyanya. Tanpa basa-basi.
"Sepertinya itu bukan sesuatu yang harus gue jelasin ke lo."
"Gue tau lo gak mencintainya."
"Itu bukan urusan lo."
"Semua akan menjadi urusan gue jika berhubungan dengan Keyla !" Kevin berbicara dengan sedikit berteriak. Jelas sekali dia sedang menahan emosi.
"Karena lo mencintainya ?"
Kevin terlihat salah tingkah. "Jangan mengalihkan pembicaraan."
"Jika lo cukup berani untuk mengungkapkannya, maka ungkapkanlah. Jangan bertindak bodoh dengan mencegah gue untuk menikahinya seperti ini."
Kevin menghela napas. Menundukkan wajahnya. "Percuma saja. Dia tidak akan pernah mencintai gue. Bertahun-tahun gue mencobanya, tetap saja dia mencintai pria brengsek seperti lo."
"Kali ini gue memaafkan omongan kasar lo."
"Berjanjilah untuk membahagiakannya kak."
"Vin, lo gak perlu meminta gue seperti ini. Gue akan selalu berusaha untuk membuatnya bahagia."
"Baguslah. Karena jika suatu saat lo membuatnya bersedih, maka gue tidak akan segan untuk merebutnya dari lo." Kevin melangkah mendekatiku. Mengulurkan tangannya. "Selamat buat pernikahan lo kak."
"Heii, gue belum menikah sekarang. Simpan ucapan lo saat kami di pelaminan nanti."
"Ayolaah, gue hanya ingin jadi orang yang pertama."
Aku mengabaikan uluran tangannya, ganti memeluknya. Sekilas. "Terima kasih untuk mengikhlaskannya."
"Gue melakukannya bukan karena lo kak, tapi karena kebahagian Keyla."
"Lo benar-benar bocah menyebalkan."
"Yes I'm." Ucapnya menyeringai.
***
Don't hurt my heart
Keyla pov
Hari kedua di rumah sakit membuatku sangat bosan. Kegiatan yang bisa aku lakukan hanya berbaring, duduk dan sesekali memainkan ponsel. Itupun kalau tidak ada mama.
Huft.
Benar-benar membosankan.
Mama sedang pulang untuk berganti pakaian, papa dan kak Jordi sedang kerja. Jadi aku terjebak sendiri disini. Ditambah lagi dengan batrei ponselku yang sudah habis. Sepertinya mama sengaja tidak mau mengisi batreinya.
Ceklek.
Pintu ruang inapku terbuka sedikit, namun setelah beberapa saat tidak ada tanda-tanda orang akan masuk. Aku mulai kesal.
"Siapaaa ?" Ucapku sedikit berteriak.
Masih saja tidak ada tanggapan. Aku memutuskan untuk mengabaikan. Mungkin ada orang iseng yang ingin mengerjaiku. Benar-benar kurang kerjaan, orang lagi sakit masih saja dikerjai. Aku menggerutu tidak jelas.
"SURPRISE !!"
Pintu terbuka lebar disertai dengan kedatangan 2 orang gadis cantik. Dia adalaah Lala dan Sonia, sahabatku sejak di bangku SMP.
Mereka membawa buket bunga mawar yang berukuran lumayan besar. Dasar kurang kerjaan.
"Sumpah yaa lucuu banget becandanya." Sindirku.
Mereka tertawa, lalu melangkah menuju sisi tempat tidur.
"Nih buat lo." Lala menyodorkan buket bunga mawar di tangannya.
"Gue gak butuh bunga, gue butuh jalan-jalan. Lagian kalian kenapa bawain bunga ? Burger kek gitu."
"Siapa bilang bunga ini dari kita ?" Ucap Sonia.
"Emang dari siapa ?"
"Makanya terima dulu dong. Terus lihat. Ada kartunya engga."
Aku mengambil buket bunga itu, mencari kartu ucapan, kemudian membacanya.
Dear kekey
Sorry aku gak bisa jengukin kamu hari ini. Pak Martin ngeselin banget ngasih tugas segunung. Eeh gak nyampe segunung ding. Tapi lumayanlah bikin aku gak bisa jengukin kamu.
Aku janji, besok bakal jengukin kamu.
Tunggu aku !
-Kevin-
Aku menutup kartu ucapannya sambil tersenyum geli. Si Kevin memang gila.
Kevin itu sahabatku juga. Tapi dimulai sejak SMA. Saat itu kami sama-sama mengikuti ospek dan ditempatkan dalam satu kelompok. Awalnya aku mikir dia sama aja kayak cowok-cowok cakep lainnya yang kebanyakan sombong. Ternyata dia engga, dia bahkan mau berteman sama siapa aja.
Satu lagi, Kevin selalu memanggilku dengan nama "kekey". Katanya itu panggilan kesayangan dari dia.
"Udaah kalii, gak usah disenyumin teruus. Kartu ucapan doang pun." Aku mendengus ke arah Sonia.
"Dasar syirik." Aku memeletkan lidahku.
"Eh btw gimana keadaan lo ? Udah baikan ?" Tanya Lala.
"Selain lecet di dahi, semua baik-baik aja. Gak tau deh kenapa belum di izinin pulang juga. Bosen gue disini." Dumelku.
"Ya udah lah nurut aja. Dokter lebih ahli dari pada lo. Udah tau siapa penabraknya belum ?"
Aku mengedikkan bahu.
"Eeh kalian berasa aneh gak sih ?"
"Apa ?" Tanya Lala dan Sonia berbarengan.
"Masa orangtua gue gak tau siapa yang nabrak. Walaupun dia kabur, pasti ada sedikit clue dari saksi mata kan ?"
Sonia dan Lala mengangguk.
"Trus ni yaa, pas gue nanya soal itu pasti mama selalu berusaha menghindar. Aneh gak sih ?"
Sonia dan Lala mengangguk lagi.
"Kalian jangan ngangguk-ngangguk aja doong."
"Gini yaa." Sonia mulai bicara. "Sejujurnya aneh sih kalau orangtua lo gak tau. Apalagi selama ini mereka protektif banget sama lo. Masa iya masalah segede ini dibiarin gitu aja. Gimana kalau kecelakaan itu di sengaja ?"
"Naah. Itu maksud gue."
"Tapi ya udah sih key, yang penting lo sekarang baik-baik aja. Lagian orangtua lo gak mungkin bohong sama lo kan ?"
Benar juga omongan Sonia, mama sama papa gak mungkin bohong sama aku. Baiklah, sepertinya si penabrak itu memang kabur.
"Key, kayaknya kita mesti balik sekarang deh. Mau ke kampus lagi."
"Yaah cepet banget siih. Gue bosen banget niih. Culiik gue doong." Rengekku.
"Ogah gue. Nyulik lo sama aja nyari mati. Bikin ribet pula." Omel Sonia.
"Katanya sayaang gue."
"Kali ini gak sayang gak papa deh."
Ceklek.
"Eh sorry, kakak kira gak ada orang."
Kak Sammy berdiri di depan pintu dengan kantong kresek ditangannya. Entah kenapa sejak aku di rumah sakit dia jadi sering jengukin aku. Kak Jordi saja tidak sesering dia.
"Santai aja kak. Kita juga mau balik ke kampus kok. Ada kuliah lagi soalnya." Ucap Lala.
Kak Sammy ber oh ria. Kemudian melangkahkan kaki masuk ke dalam.
"Kita balik ya Key. Cepet sembuh. Kampus sepi gak ada lo."
Lala menghampiriku kemudian mencium pipiku bergantian, disusul oleh Sonia. Setelah itu mereka benar-benar pergi dari ruanganku.
"Kamu belum makan kan ?" Tanya kak Sammy.
"Hmm belum kak." Ucapku gugup.
Kalau kak Sammy begini terus, kapan move on nya aku. For your information, aku meyukai kak Sammy sejak lama, mencintainya malah. Tapi kak Sammy tidak pernah mengetahuinya. Aku pun tidak mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya. Lagian kak Sammy tidak akan mencintaiku, dia sudah memiliki kekasih. Dibandingkan denganku, tentu saja aku tidak ada apa-apanya.
Huft.
Kenyataan itu membuatku tidak nyaman jika berada dekat kak Sammy.
"Baguslaah, kakak bawain kamu makan siang. Makanan rumah sakit pasti gak enak kan ?"
"Makasih kak." Aku tersenyum tipis.
Kak Sammy membuka kotak makanan yang dibawanya, kemudian duduk di tepi tempat tidur. Menyuapiku seperti kemaren.
"Aaaa." Dia membuka mulutnya. Seraya menyuapkan makanan. Aku berasa jadi bocah lima tahun sekarang.
Aku menerima suapan pertamanya. "Key makan sendiri aja kak." Rengekku.
Dia mengeleng. "Kakak suapin aja." Tegasnya.
Aku menghela napas. Pasrah.
Lalu menerima setiap suapan dari kak Sammy sampai aku merasa kenyang. Kak Sammy memberikan segelas minuman kemudian mengelap sudut bibirku yang basah.
Astaga.
Kak Sammy hanya memberikan perlakuan kecil kepadaku, namun efeknya sangat luar biasa. Aku gugup setengah mati, debaran jantungku tidak bisa ku kontrol lagi.
Semoga saja kak Sammy tidak mengetahuinya.
"Kakak sudah makan ?" Tanyaku. Mencoba menutupi kegugupanku.
"Sudah tadi dikantor."
Aku ber oh ria.
"Bunga dari siapa ?" Kak Sammy memegang sebuket bunga mawar yang tadi kuletakkan di samping tempat tidur.
"Dari Kevin kak."
Dia mengerutkan dahi. Kemudian membaca kartu ucapannya.
"Pacar kamu ?"
Aku menggeleng. "Bukan kak, sahabat."
"Sahabat rasa pacar ?"
"Heh ?"
"Sudahlah. Istirahat sana."
***
Sammy pov
Aku duduk di sofa yang ada didalam ruangan Keyla, melanjutkan pekerjaan ku dari sini sambil sesekali memandang Keyla yang sedang istirahat.
Sejak dia di rawat, aku memang selalu meluangkan waktu untuk merawatnya. Apalagi akulah orang yang menyebabkan dia berada disini.
Aku bersyukur tidak terjadi sesuatu yang buruk padanya, yaa kecuali luka di dahi sama beberapa luka lainnya.
Aku masih mengingat dengan jelas janjiku untuk menikahinya apapun keadaannya. Dan aku benar-benar akan menepatinya. Aku bukan tipe pria yang akan melanggar janji.
Melihat keadaan Keyla yang begini, aku jadi sanksi dia mau menerima lamaranku.
Aku menghela napas. Melihat sebuket mawar yang berada di atas meja disamping tempat tidur Keyla. Entah kenapa, aku merasa sedikit kesal dengan si pengirim bunga itu.
"Sahabat heh ?" Batinku.
Cih.
"Sahabat tapi cinta ? Atau sahabat tapi ngarep ?"
Sebagai sesama pria, aku tau pasti kalau pria yang bernama Kevin itu menyayangi Keyla lebih dari sahabat. Sayangnya Keyla terlalu polos untuk melihatnya.
Dering ponsel mengalihkan perhatianku. Aku mengambil ponsel, melihat nama Jordi dilayar, lalu mengangkatnya
"Lo dimana ?"
"Gue dirumah sakit. Kenapa ?"
"Oh syukurlah, gue kirain lo gak disana. Mama belum bisa ke rumah sakit sekarang. Sorean kayaknya baru bisa. Gue juga lagi banyak kerjaan. Lo jagain Keyla dulu ya sampe mama dateng."
"Iyaa. Tenang aja. Gue pasti jagain."
"Eeh Sam."
"Apaa ?"
"Lo gak ngasih tau kalau yang nabrak itu elo kan ?"
"Gak. Gue belum cerita apa-apa."
"Keyla taunya yang nabrak itu kabur, kalau elo emang pengen nikahin Keyla mending jangan kasih tau kalau elo yang nabrak."
"Kenapa ?"
"Dia pasti bakalan nolak. Nganggep nikahin dia itu cuma sebatas tanggung jawab aja."
"Baiklah."
"Ya udah, gue kerja dulu. Bye."
Jordi memutus panggilan teleponnya. Aku meletakkan ponsel kemudian menyandarkan kepala di sofa.
Entah kenapa aku jadi sedikit ragu untuk menikahinya, aku memang menyayangi Keyla, tapi seperti sayang kakak kepada seorang adik.
Aku benar-benar bingung sekarang.
***
Don't hurt my heart
Keyla pov
Aku perlahan-lahan mencoba untuk membuka mata. Cahaya lampu membuatku sulit untuk melihat dengan jelas. Saat mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, aku mengernyit. Jelas sekali kalau ini bukan kamarku.
"Kamu sudah sadar sayaaang." Aku menoleh ke arah suara yang terdengar. Ternyata itu mama, ekspresi lega jelas sekali terpancar di wajahnya. Mama bahkan menangis. Apa yang membuat mama menangis ?
"Mama kenapa nangis ?" Suaraku nyaris tidak terdengar. Entah kenapa sulit sekali rasanya.
"Gak papa sayang. Mama seneng kamu udah sadar. Mama panggilin dokter dulu yaa." Mama menekan tombol darurat.
Aku mengangguk lemah.
Dokter masuk disertai oleh seorang perawat, dia langsung tersenyum ramah kepadaku.
"Kita cek duluu ya bu." Tanyanya kepada mama.
Setelah memeriksaku, dokter itu tersenyum lagi. Aku masih bingung apa yang terjadi.
"Kondisinya sudah stabil, syukurlah tidak ada luka yang serius."
"Terima kasih dokter."
"Sama-sama bu. Saya permisi dulu."
Dokter itu keluar setelah berbicara dengan mama. Mama menatapku sambil tersenyum lega. Aku mengerutkan dahi. Bingung.
"Key kenapa ma ?" Tanyaku.
Mama menghela napas. "Kamu kecelakaan key, Udah 3 hari gak sadarkan diri. Kami fikir, kami akan kehilangan kamu." Mata mama berkaca-kaca. Kemudian dengan cepat menyeka air mata yang jatuh di sudut matanya. "Sekarang semua sudah berakhir. Dokter bilang kamu baik-baik saja, tidak ada masalah yang serius. Papa sama kakak kamu pasti bakalan seneng."
Aku mencoba mengingat apa yang terjadi, aah yaaa, aku ingat. Aku ingat aku waktu itu mengendarai mobil menuju rumah. Aku juga ingat ada mobil yang melaju dengan kencang dari arah yang berlawan. Setelah itu, aku tidak mengingat apa-apa lagi.
Aku mengucap syukur didalam hati. Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup.
"Maa, Siapa orang yang menabrakku ?"
Mama terlihat sangat kaget, namun sedetik kemudian wajahnya kembali seperti biasa.
"Mama tidak tau key."
"Maksud mama dia kabur ?"
"Yaa, dia kabur. Sudah. Gak usah difikirin lagi. Yang penting kamu baik-baik saja."
Mama mengelus kepalaku, kemudian mengecup dahiku.
"Mama telpon papa sama kakak kamu dulu yaa. Kamu istirahat aja."
Aku mengangguk. Kemudian mama meninggalkanku sendiri. Entah kenapa aku merasa ada yang aneh dengan sikap mama. Apalagi tentang kecelakaan yang menimpaku.
Biasanya mama selalu jadi orang pertama yang bawel jika sesuatu yang buruk menimpaku. Bahkan hal terkecil sekalipun.
Aku menghela napas pasrah. Tidak mau memikirkan apa-apa untuk sekarang ini. Aku memutuskan untuk bersitirahat sebentar.
***
Samuel pov
Aku masih tidak percaya dengan apa yang menimpaku beberapa hari yang lalu. Lebih tepatnya 3 hari yang lalu.
Aku merasa sangat bodoh sebagai seorang pria. Bagaimana bisa aku tidak mengetahui kalau Meisya, kekasih yang telah ku pacari selama 3 tahun terakhir ini ternyata mempunyai kekasih lain.
Aku bahkan memergoki mereka sedang melakukan hal menjijikan di apartemennya.
Ciih. Benar-benar menjijikan.
Seolah itu tidak cukup, aku juga harus menerima kenyataan lain bahwa aku akan menikahi adik sahabatku sendiri.
Sial. Memikirkannya saja aku tidak pernah.
Flashback on
Aku mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, aku marah, kecewa, sakit hati dengan apa yang kulihat barusan. Bisa-bisanya Meisya melakukan hal menjijikan itu dengan pria lain.
Aku masih saja mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, tidak memperdulikan klakson-klakson mobil lain yang berlawanan arah denganku.
Persetan dengan mereka semua.
Aku hanya ingin menumpahkan semua kekesalanku sekarang.
Hingga tanpa aku sadari, aku kehilangan konsentrasi dan menabrak sebuah mobil.
Aku merasa sangat pusing. Keadaan diluar sangat kacau, orang-orang mulai berdatangan. Aku memegang dahiku yang mengeluarkan darah.
Aku bersyukur, kecelakaan ini tidak merenggut nyawaku.
Sial.
Aku baru ingat kalau aku menabrak mobil lain tadi.
Aku memaksakan diri untuk keluar dari mobil. Mengabaikan pertanyaan orang-orang yang makin membuatku pusing.
Aku kaget melihat kondisi mobil yang kutabrak, bagian depannya hancur. Saat melihat dengan jelas mobilnya, jantungku serasa berhenti seketika.
Aku benar-benar bisa mati, jika terjadi sesuatu yang buruk pada pengemudinya.
Mengabaikan rasa pusing yang makin mendera, aku membuka pintu mobil yang ku tabrak.
"Keylaaa."
Aku menepuk pipinya, berharap dia akan menjawab panggilanku atau tidak membuka matanya. Aku memaksakan diri untuk menggendongnya, meminta orang untuk menelpon ambulan.
Untunglah ambulan datang dengan cepat, keyla masih tidak sadarkan diri. Aku tidak tau darah yang mengalir berasal dari bagian tubuhnya yang mana.
Aku hanya bisa berdoa semoga dia baik-baik saja.
***
"Dasar brengsek."
Jordi memberikan hadiah bogeman mentah yang jatuh tepat disudut pipiku.
Setelah luka didahiku diobati dokter dan memastikan keyla mendapat penanganan yang bagus, aku langsung menghubungi Jordi. Dia sahabatku sekaligus kakaknya keyla.
"Kalau terjadi sesuatu sama adek gue, gue sendiri yang akan bunuh lo." Dia memegang kerah bajuku sambil menatap tajam. Aku tau kata-katanya bukan hanya sekedar ancaman.
Keyla adalah satu-satunya adik Jordi, dia sangat menyayangi keyla.
"Gue minta maaf."
"Maaf lo gak akan bikin adek gue bangun sekarang."
"Gue bener-bener minta maaf."
Dia kembali menatapku tajam. Kemudian menghela napas. "Luka lo gimana ?"
"Udah di obati, harusnya gue yang berada di dalam sana."
"Iya, harusnya lo yang meregang nyawa. Bukan adek gue."
Jordi pergi setelah mengatakan itu, kilatan emosi jelas sekali terlihat di matanya.
***
Aku masih menunggu dokter yang menangani keyla di luar ruangannya. Sudah hampir 3 jam namun dokter belum menunjukkan tanda-tanda akan keluar.
"Nih buat lo." Jordi melemparkan roti beserta minuman dingin.
Aku menoleh.
"Lo belum makan kan ? Makanlah, setidaknya lo harus punya tenaga saat gue bunuh." Ketusnya.
Walau bicara dengan nada ketus, aku tau kalau Jordi masih menganggapku sahabatnya. Kenyataan itu bikin aku makin ngerasa bersalah.
"Thanks."
"Hmm."
Aku memaksakan diri untuk makan roti yang diberikan oleh Jordi. Diantara kami tidak ada percakapan yang terjadi.
"Jordiiiiiiiii, dimana keylaaa ?
Tante Melani, Mamanya Jordi dan Keyla berjalan tergesa-gesa di dampingi oleh om Rafi, suaminya.
Aku sontak berdiri.
"Key masih di dalam ma." Jordi memeluk tante Melani yang mulai menangis.
"Sammy minta maaf om, tante." Aku menundukkan kepalaku. Benar-benar merasa bersalah.
"Sudahlah, semua sudah terjadi. Jangan merasa bersalah seperti itu. Yang namanya musibah tidak pernah ada yang tau kapan terjadinya."
Walaupun om Rafi tidak menangis, aku tau dia memendam kesedihan yang mendalam.
"Paa, bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi sama keylaa. Bagaimana kalau kecelakaan itu membuatnya tidak lagi sama. Ya Tuhan, mama tidak bisa membayangkan jika itu terjadi." Tante Melani masih saja menangis dipelukan Jordi.
Wajar saja tante Melani memikirkan hal yang buruk, mengingat kondisi mobilnya yang terlihat hampir remuk.
"Jangan bicara gitu maa. Key itu gadis yang kuat. Dia pasti bisa bertahan." Jordi menenangkan tante Melani, mewakilkan papanya. Sepertinya om Rafi juga memikirkan hal yang sama.
"Om, tante. Sammy akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi."
Om Rafi menatapku.
"Tidak perlu. Biar om saja."
Aku tau, kondisi keuangan om Rafi tidak bisa diragukan lagi. Tapi aku tidak ingin menjadi seorang pecundang. Lagian, bukan bertanggung jawab seperti itu yang aku maksud.
Aku berdeham. "Sammy akan menikahi Keyla saat dia sembuh nanti om, apapun keadaannya." Ucapku mantap.
Ketiga pasang mata didepanku langsung menatapku dengan wajah terkejut. Apalagi Jordi, dia tau kalau aku menjalin hubungan dengan Meisya.
"Maksud lo apa ?" Jordi menatapku tajam.
Aku mengabaikan pertanyaan Jordi, kembali menatap om Rafi.
"Izinkan Sammy menikahi Keyla om. Sammy akan membahagiakan Keyla."
Om Rafi masih saja menatapku. Dahinya mengerut.
"Kamu yakin siap jika Keyla mengalami hal yang buruk ?"
"Yakin om."
Entah dapat keyakinan dari mana aku menjawabnya dengan mantap. Menikah dengan Keyla juga bukan pilihan yang buruk.
Dia cantik, sangat cantik malah. Dia tinggi, kulitnya putih nyaris seputih susu, rambutnya hitam sepanjang punggung, dia memiliki mata yang indah dengan bola mata berwarna coklat terang, dan satu lagi yang bikin dia tambah sexy menurutku. Bibirnya. Dia memiliki bibir yang tipis dengan warna pink alami.
Astaga.
Aku baru menyadari kalau ternyata banyak hal yang ku sukai darinya.
Lagian aku tidak perlu takut Keyla akan menolakku. Aku tau dia mencintaiku dari dulu. Namun aku
berpura-pura tidak mengetahuinya. Bukan karena dia adiknya Jordi, tapi karena aku memang menganggapnya sebagai adikku. Apalagi dengan sifat manjanya, dia masih saja terlihat seperti gadis belasan tahun meski umurnya sudah memasuki 21 tahun sekarang.
"Baiklaah, om menyetujuinya."
"Paaaaaaaaa." Protes Jordi.
Om Rafi mengangguk, Jordi menghela napas pasrah. Dia memang tidak pernah bisa membantah orangtuanya.
"Kita harus bicara."
Jordi menatapku tajam kemudian berjalan meninggalkan kami semua.
"Permisi om, tante. Nanti Sammy balik lagi." Aku menunduk.
Om Rafi dan tante Melani mengangguk.
Aku lalu melangkahkan kaki menyusul Jordi.
***
"Maksud lo apa ngomong gitu ? Mau nyakitin adek gue ? Gak puas lo bikin dia meregang nyawa di dalam sana ?" Kilatan emosi jelas sekali terlihat di matanya.
"Gue gak pernah punya niat buat nyakitin Keyla. Lo tau itu."
"Iyaa. Tapi itu duluu. Sekarang ? Jangan karena kita sahabatan gue bakal nerima begitu ajaa."
Aku menghela napas. Mencoba untuk meredam emosi gue. Bicara dengan emosi, gak akan bikin Jordi bisa nerima gue jadi adik iparnya.
"Lo tau gue selama ini kan ? Gue udah janji akan menikahi Keyla. Gue juga akan bahagiain dia."
"Gimana caranya lo ngebahagiain dia ?"
"Apapun caranya akan gue lakukan. Please."
"Meisya ? Bukannya lo masih pacaran sama dia ?"
"Gue udah putus. Gue bisa jamin itu sama lo."
"Gue gak pernah membayangkan lo bakal jadi adik ipar gue."
"Jadi, gue mesti belajar manggil lo kakak dari sekarang ?" Ucapku dengan nada geli.
"Sialan lo." Umpatnya.
Flashback off
***