Love me, please

Oleh NindyKornelia

-Elina Desma Gloria-

Aku mencari nama Ayu di kontak ponselku lalu menekan tombol dial. Setelah itu mendekatkan ponsel ke telinga. Menunggu Ayu menerima panggilanku.

"Halo Lin."

"Tega ya kalian. Gak ngabarin aku kalo mau bolos. Sahabat macam apa kalian !" Aku langsung mengeluarkan unek-unekku tanpa menjawab sapaan Ayu. Aku tau dia pasti bersama Risa sekarang.

Ayu tertawa diseberang sana. "Sorry Lin. Lagian salah kamu juga, kenapa ponselnya gak aktif semalem ? Aku udah nyoba telpon kamu ya."

Aku berdecak. "Alesan !"

"Nyusul kesini aja. Kita lagi di mall. Belanja sekalian cuci mata ngeliatin cowok cakep."

"Aku gak minat. Bye !"

Aku memutuskan sambungan telepon. Berniat untuk pulang kerumah, lagian aku tidak ada jadwal kuliah lagi hari ini.

Sebenarnya ajakan Ayu untuk menyusul ke mall lumayan menggoda imanku, tapi aku tidak bisa. Aku sudah janji akan mengantarkan mama ke rumah sakit untuk membesuk teman arisannya yang sakit.

Aku melangkahkan kaki menyusuri lorong kampus. Menyebalkan sekali rasanya berjalan sendirian tanpa ditemani Ayu dan Risa. Aku jadi tidak bisa menggosipkan mahasiswa yang terlihat aneh oleh mataku.

Aku menunggu taxi didekat gerbang kampus. Tumben sekali tidak ada taxi yang menunggu disini. Aku mengambil ponsel di dalam tas lalu memainkannya. Lumayan, untuk mengurangi rasa bosan.

"Hai. Butuh tumpangan ?"

Aku kaget saat ada seseorang yang memanggilku. Aku menoleh dan mendapati cowok yang kemaren aku lirik di kantin sedang duduk di atas motornya. Lengkap dengan helm dikepalanya.

"Engga. Makasih." Jawabku pelan.

"Kamu takut ?"

Aku mengernyitkan dahi. "Takut ? Takut kenapa ?" Tanyaku bingung.

Dia mengedikkan bahunya lalu mengulurkan tangannya, mengajakku bersalaman. "Aku Justin. Kamu ?"

"Elina." Aku membalas uluran tangannya sambil tersenyum.

"Karena sekarang kita udah kenal, jadi mari aku antar pulang."

Aku berfikir sebentar, lalu menganggukan kepalaku. "Baiklah." Ucapku.

Dia menyodorkan satu helm lagi yang tersisa.

"Kamu ngebawa dua helm ?"

Dia mengangguk. "Jaga-jaga kalau ada cewek cantik yang butuh tumpangan." Ucapnya sambil terkekeh.

Aku memakai helm, lalu naik ke atas motornya Justin. Untung hari ini aku memakai celana jeans. Bakalan ribet banget kalau aku memakai rok span yang biasa aku pakai ke kampus.

"Siap ?"

"Iya." Ucapku lalu menyebutkan alamat lengkap rumahku.

Dia mengangguk lalu melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Sepanjang perjalanan kami habiskan dengan mengobrol ringan. Dia menanyakan beberapa hal tentangku yang ku jawab dengan apa adanya. Aku pun menanyakan beberapa hal tentangnya.

Ternyata kami seumuran, hanya saja dia mengambil jurusan yang berbeda denganku. Kalau aku mengambil jurusan ekonomi, dia mengambil jurusan teknik sipil.

"Itu rumah aku." Aku menunjuk sebuah rumah ber cat warna putih. Justin lalu memberhentikan motornya di depan pagar rumahku.

Aku turun, melepaskan helm lalu mengembalikannya kepada Justin.

"Makasih Justin udah nganterin. Mau mampir dulu ?" Tawarku.

"Enggak usah. Makasih. Aku udah ada janji sama temen habis ini."

Aku hanya ber-oh-ria.

"Elina." Panggilnya pelan.

"Ya ?"

"Boleh minta no ponsel kamu ?"

Aku mengangguk sambil tersenyum. Lalu menyebutkan no ponselku yang langsung di simpan oleh Justin di ponselnya.

"Ya udah, aku balik dulu." Pamitnya.

"Hati-hati dijalan."

Dia mengangguk lalu mulai menghidupkan motornya.

"Bye Elina."

Aku melambaikan tanganku. Melihat Justin menjauh, setelah itu melangkah masuk ke rumah.

Aku meraba dadaku. Tidak ada debaran yang berarti sama sekali disana. Seolah pertemuanku dengan Justin barusan sudah sering terjadi. Padahal saat pertama kali melihatnya aku benar-benar terpesona.

"Mamaaaaa. Eliin pulaang." Aku berteriak sambil melangkah ke dapur. Kebiasaan dari dulu, saat pulang kerumah aku akan berteriak memanggil mama dan mencarinya ke dapur.

"Tumben cepet banget pulangnya. Biasanya keluyuran dulu."

Aku memberengut. "Mamaa ih. Anaknya pulang cepet malah di omelin."

Mama tertawa. "Kamu keseringan diluar sih. Jadi mama heran aja kalau kamu udah dirumah jam segini."

Aku makin memberengut. Mama benar, aku memang sering menghabiskan waktu diluar rumah. Apalagi kalau sudah bersama Ayu dan Risa, bisa dipastikan aku belum akan pulang sebelum di telepon berkali-kali.

"Ma, nanti jadi kerumah sakitnya ?" Tanyaku sambil mencomot tempe goreng yang ada di atas meja.

"Jadi, kita berangkat jam 4 aja. Soalnya jam besuknya jam 4."

"Yaah, tau gitu ke mall dulu tadi."

Mama berdecak. "Tuh kan apa mama bilang, dalam fikiran kamu tu cuma ada keluyuran doang."

Aku terkekeh pelan." Elin tidur bentar deh. Nanti bangunin ya ma."

Aku berlari menuju kamarku. Membukanya perlahan lalu menutupnya kembali. Tidak perlu repot-repot mengganti baju, aku langsung merebahkan diri di kasur.

"Aaah nyamannya." Gumamku.

Aku lalu mencari posisi yang nyaman dan membiarkan diriku terlelap didalam tidur.

***

"Astaga Elin ! Kita ini mau kerumah sakit. Ngapain pake dandan lama-lama sih." Omel mama.

"Bentar maa." Protesku. Aku memoleskan lipstick dengan cepat di bibirku.

"Lagian mama gak bangunin Elin." Ucapku membela diri.

Mama berdecak. "Kamu ini, selalu aja ngebantah."

Aku mengambil tas kecil dan memasukkan ponsel serta dompet ke dalamnya.

"Udah siap nih ma."

"Ya udah, ayo."

Aku mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Mama tidak henti-hentinya mengomel dari tadi. Padahal aku cuma telat satu jam. Iya. Satu jam.

Beruntunglah jalanan tidak macet, jadi setelah tiga puluh menit berkendara aku sampai dirumah sakit.

"Mama tau ruangannya kan ?" Tanyaku kepada mama. Kami sedang menyusuri lorong rumah sakit.

"Iya. Bawel banget kamu."

Aku memasang wajah memelas. "Maa, bawelnya aku itu nurun dari mama lho."

"Naah, itu ruangannya." Ucap mama mengabaikan perkataanku yang sebelumnya.

Aku mendesah pelan. Begitulah jika aku disatukan dengan mama. Kami sama-sama bawel. Mau menang sendiri. Tapi kami sangat saling menyayangi.

Aku mengikuti mama masuk keruangan itu. Disana terlihat seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik sedang berbaring lemah. Dia lalu memaksakan diri untuk duduk dan bersandar di kepala ranjang.

"Hai, Merlin. Maaf baru bisa besuk sekarang. Gimana keadaannya ?" Tanya mama langsung. Merlin adalah nama tante cantik itu.

"Hai. Ella. Aku sudah lebih baik sekarang. Terimakasih sudah datang." Balas tante Merlin ramah.

Mama mengenalkanku kepada tante Merlin. Aku lantas menyalami tante Merlin dengan sopan.

Setelah itu mereka berdua langsung bercerita tanpa henti. Sepertinya mama dan tante Merlin ini sangat dekat. Terlihat dari cara mereka berdua interaksi.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Dan disana, tepatnya di sofa yang terletak di samping pintu aku melihat seorang pria tampan yang sedang tertidur. Tunggu. Ralat. Sangat tampan.

Jantungku sontak berdebar-debar dengan cepat hanya dengan menatapnya. Sial. Apa-apaan ini.

Mataku langsung terpaku kepada hidung dan bibirnya. Dia memiliki hidung yang mancung serta bibir yang sedikit tebal berwarna pink.

Oh God! I Love his noise and his lips so much !

"Tidak sopan memandang seseorang dengan lama saat dia sedang tertidur."

Deg.

Aku sontak mengalihkan pandanganku ke arah lain. Apa-apaan ini, dia bahkan tidak membuka matanya. Bagaimana bisa dia tahu kalau aku menatapnya ?

"Kau pintar sekali berpura-pura." Celetuknya lagi.

Aku menoleh kembali ke arahnya.

"Apa maksudmu ?"

Dia mengedikkan bahunya.

"Gavin, sudah bangun ? Sini salim dulu sama tante Ella." Tante Merlin memanggilnya.

Jadi namanya adalah Gavin.

Dia beranjak lalu menghampiri mamaku. Menyalami dengan sopan lalu memperkenalkan namanya.

"Nah, kenalin juga perempuan cantik yang disana. Namanya Elina, anaknya tante Ella."

Dia mengikuti perkataan tante Merlin. Menghampiriku lalu mengulurkan tangannya.

"Gavin."

"Elina."

Dan setelah itu dia mengabaikanku.

Menyebalkan !

Bersambung ~


0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea