Keyla pov
"Bun, kita beneran berdua aja ? Kenapa ayah gak ikut ?" Bimo memberengut dikursi meja makan. Aku sedang menyiapkan sarapan untuk kami berdua.
Hari ini rencananya aku akan mengajak Bimo jalan-jalan ke mall sekalian belanja bulanan. Dan dari tadi, dia terus-terusan menanyakan kenapa ayahnya tidak ikut.
"Biasanya juga kita kan berdua Bim. Bimbim gak mau jalan berdua sama bunda lagi ya ?" Tanyaku, masih membelakangi Bimo.
"Mau buun. Tapi kan Bimbim mau ada ayah juga. Teman-teman Bimbim pasti kalau jalan-jalan sama ayah sama bunda mereka. Bimbim kan juga pengen bun."
Aku menoleh, dan mendapati Bimo dengan raut wajah sendu. Aku menghela napas. Tidak tega sebenarnya. Sejak bertemu dengan Bima, kami memang belum pernah menghabiskan waktu untuk jalan-jalan bertiga. Hal yang kami lakukan bertiga hanya sebatas sarapan, makan siang atau makan malam sesekali.
"Nanti bunda coba telpon ayah ya"
"Beneran bun ?" Raut wajah Bimo seketika berbinar.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Lalu melanjutkan kegiatan membuatkan sarapan untuk kami berdua.
Selesai sarapan, aku mencoba menghubungi ponsel Bima. Namun tidak ada jawaban sama sekali. Tiga kali mencoba dan hasilnya tetap sama. Aku memutuskan untuk tidak menghubunginya lagi. Semoga saja jagoan kecilku itu bisa mengerti.
"Biim, kita berdua aja yaa. Bunda janji minggu depan kita akan jalan-jalan bertiga sama ayah."
"Ayah kemana bun ?"
"Ayah lagi gak enak badan. Jadi ayah gak bisa keluar nemenin kita." Bohongku.
Bimo mengangguk.
Aku lalu menyuruh Bimo untuk mandi dan bersiap-siap sementara aku membersihkan peralatan makan kami serta dapur yang berantakan. Setelah itu baru aku bergegas mandi dan bersiap-siap juga.
Satu jam berlalu, sekarang kami siap untuk pergi ke mall. Bimo menggunakan celana jeans panjang dipadukan dengan kaos tanpa kerah warna hitam, warna kesukaannya. Untuk kakinya dia menggunakan sepatu sneaker warna putih.
Dia terlihat sangat tampan.
Aku sendiri hanya menggunakan kaos warna putih dipadukan celana jeans warna hitam serta menggunakan sneaker sama seperti Bimo. Bagiku, tampilan seperti ini lebih memudahkanku untuk berbelanja serta menjaga Bimo.
Sesampainya di mall, Bimo langsung menarikku ke bagian mainan. Aku hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Bun, Bimbim mau itu yaa." Dia menunjuk sebuah lego.
"Iyaaa."
Aku lalu mengambilnya lalu memasukkan ke troli yang untungnya masih sempat aku ambil.
"Bimbim mau apa lagi ?"
Dia nampak berfikir sebentar lalu menatapku.
"Hmm..buuun." panggilnya pelan. Dia menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal sama sekali. Biasanya dia akan meminta sesuatu yang tidak biasanya jika sedang seperti ini.
"Bimbim mau apa ?" Tanyaku langsung.
"Bimbim mau boneka panda boleh bun ?" Bimo menundukkan wajahnya.
"Boneka panda ?" Aku mengernyitkan dahi. Bimo tidak pernah bermain boneka sejak kecil. "Buat apa Bim ?" Tanyaku lagi.
"Bimbim mau kasih Akila bun, boneka dia dirusakin Dodo. Dia nangis-nangis disekolah."
Aku tersenyum. Lalu mengusap rambutnya. Merasa bangga dengan niat baiknya.
"Ayo. Kita beli boneka pandanya." Aku mendorong troli ke deretan boneka dengan Bimo yang berjalan disampingku.
Setelah memilih boneka panda serta membeli semua keperluan bulanan. Aku menitipkan belanjaan di tempat penitipan, lalu mengajak Bimo untuk naik ke lantai 3 di mall. Aku berencana untuk membeli beberapa baju untukku dan Bimo.
Dilantai tiga, aku langsung berkeliling bersama Bimo. Menjelajahi dari satu toko ke toko yang lain. Jika ada yang menarik perhatianku aku langsung membelinya.
"Ayaaaaaaah !!." Bimo berteriak. Aku menoleh ke arah yang ditunjuknya. Disana, tidak jauh dari kami berdiri ada Bima bersama seorang wanita cantik. Wanita itu bergelayut manja dilengannya. Merasa pernah melihat wanita itu, aku mencoba untuk mengingatnya.
Beruntunglah ingatanku sangat baik saat seperti ini, aku ingat wanita itu adalah wanita yang pernah datang ke tokoku bersama Bima.
Bima melihat kami dan nampak sedikit terkejut. Aku mengerti, mungkin dia tidak ingin pacarnya mengetahui tentang Bimo.
"Bim, kita pulang aja yuk." Aku menarik tangan Bimo.
"Kenapa bun ? Bimbim mau ketemu ayah." Bimo tetap saja berdiri di tempatnya.
Aku melirik Bima lagi yang terlihat berjalan ke arah kami. Aku tidak tau harus bagaimana. Jujur, aku merasa iri dengan wanita itu. Ada sedikit perasaan tidak rela menyaksikan kemesraan mereka.
"Ayaah." Panggil Bimo dengan senyum menghiasi bibirnya saat Bima sudah berada di depanku dan Bimo.
"Heii jagoan. Sedang apa disini ?" Bima mengusap rambut Bimo.
"Jalan-jalan yah. Tadi bunda bilang ayah gak enak badan. Kok ayah sama tante ini ?" Bimo menunjuk wanita itu yang terlihat sangat bingung dengan apa yang dilihatnya.
Bima menatapku.
"Tadi aku nelpon kamu, tapi gak di angkat." Aku berbicara tanpa suara. Tidak mau Bimo mengetahui kebohonganku. Dan sepertinya Bima mengerti.
"Ayah udah merasa baikan, makanya kesini."
Bimo mengangguk.
"Ayoo Bim, kita pulang. Ayah mau pergi sama tante itu."
Aku kembali menarik tangan Bimo, kami berjalan menjauh dari pasangan itu. Tidak mau berlama-lama melihat kedekatan mereka.
***
Bima pov
Aku menatap Sasha yang berjalan menarik Bimo menjauhiku. Mereka terlihat tergesa-gesa.
Tadinya aku kesini menemani Renata untuk berbelanja apapun yang dia inginkan, tentu saja dengan aku yang membayar semuanya.
"Kak, siapa mereka ? Kenapa anak kecil itu manggil kakak dengan sebutan ayah ?"
Astaga.
Aku lupa kalau ada Renata disini, dia pasti bingung dengan apa yang dilihatnya.
"Dek, kamu bisa rahasiain ini dulu dari mama papa ?"
"Baiklah, tapi sebagai gantinya kakak harus ceritain semuanya. Terutama tentang anak kecil tadi."
Aku menghela napas. "Baiklah. Ayo kesana. Kakak akan ceritain semuanya."
Aku mengajak Renata ke salah satu kafe yang ada di mall. Sembari menunggu pesanan, aku menceritakan semua tentang Sasha yang aku ketahui, awal kami bertemu hingga malam kejadian terciptanya Bimo dan tidak lupa pula tentang bagaimana brengseknya aku menolak kehadiran Bimo.
Renata memberikan ekspresi yang berubah-rubah selama aku bercerita.
"Kakak keterlaluan banget." Komentarnya setelah aku bercerita.
Aku mengangguk. Mengiyakan. "Kakak beneran nyesel dek. Kakak ingin bertanggung jawab."
"Bertanggung jawab yang bagaimana kak ?"
"Kakak akan selalu berusaha meluangkan waktu bermain bersama Bimo. Kakak juga akan memberikan semua yang dia butuhkan."
"Kakak hanya ingin bertanggung jawab dengan Bimo aja ? Bagaimana dengan bundanya Bimo ?"
Aku menghela napas. "Kakak bingung dek. Jujur, kakak ingin menikahinya, agar kami bisa membesarkan Bimo bersama-sama. Tapi, kakak gak tau gimana perasaan dia. Yang kakak tau dulu dia sangat membenci kakak."
"Perasaan kakak sendiri bagaimana ? Kakak mencintainya ?"
Aku diam.
"Jadi kakak mencintainya ?" Tanya Renata lagi.
"Iya." Ucapku lesu.
"Berjuanglah kak, kalau memang kak Sasha belum mencintai kakak. Maka buatlah dia mencintai kakak. Buktikan kepadanya bahwa kakak mencintai dia."
Aku tersenyum. Apa yang dikatakan Renata membuatku bersemangat. Ya, aku harus membuat Sasha mencintaiku. Harus.
"Gak usah senyum-senyum deh kak. Ntar disangka gila senyum sendiri."
Aku menjitak pelan kepala Renata.
"Sembarangan." Gerutuku.
Renata tertawa lalu menjulurkan lidahnya.
"Oh iya kak, kayaknya tadi kak Sasha cemburu deh ngeliat kita berdua."
Aku mengerutkan dahiku. "Cemburu ? Cemburu sama siapa ?"
"Ya sama aku lah. Pasti kak Sasha mikirnya aku pacar kakak." Regina tertawa di akhir ucapannya.
"Gak mungkinlah dek."
"Kok ga mungkin sih. Aku kan juga cewek kak. Jadi aku tau mana cewek yang cemburu mana yang enggak."
"Kamu serius ?"
Renata mengangguk. "Trust me brother." Dia menepuk-nepuk dadanya dengan songong.
Senyumku lagi-lagi merekah. Jika memang Sasha cemburu. Berarti dia memiliki perasaan yang sama seperti yang aku rasakan.
"Mulai lagi deh gilanya." Celetuk Renata.
"Jangan syirik. Berhubung kakak hari ini lagi seneng, kakak beliin apa aja yang kamu mau. Ayoo."
"SERIUS KAK ?"
Aku menutup telinga.
"Iya. Bawel !"
Bersambung ~
My Lovely Son
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 10
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment