Sasha pov
"Din, gue titip toko dulu ya. Mau jemput Bimbim ke sekolah." Ucapku kepada Dinda yang sedang menghias kue.
"Oke. Mau gue anter gak ?." Tawar Dinda.
"Engga usah. Gue naik taxi aja."
"Ya udah, hati-hati dijalan."
Aku mengangguk lalu melangkah keluar dari toko. Beruntunglah saat baru keluar ada taxi yang lewat. Jadi aku tidak perlu menunggu terlalu lama.
Mobilku sedang berada di bengkel sekarang. Entah kenapa tadi pagi saat mau mengendarainya, mobil kesayanganku itu tidak mau hidup sama sekali.
"Ini uangnya pak." Aku menyodorkan beberapa lembar uang kepada sopir taxi saat sudah sampai di sekolahannya Bimo.
Sekolahan Bimo sudah ramai di kunjungi para orangtua yang ingin menjemput anaknya. Aku memilih duduk di bangku panjang didekat sebuah pohon yang rindang.
Ponselku berdering pertanda ada pesan masuk. Aku membuka tas dan mengambil ponsel dari dalam tas. Lalu membuka pesan singkat yang baru masuk.
From : Bima
Bilangin sama Bimbim, aku gak bisa ikut makan siang bersama hari ini. Nanti sore aku akan menjemputmu dan Bimbim di toko.
Tunggu aku.
Aku langsung mengetik balasan pesan untuknya.
To : Bima
Oke.
Setelah mengklik tombol send, aku kembali memasukkan ponselku ke dalam tas.
Sejujurnya aku tidak bisa tidur semalam. Bukan karena aku ada pekerjaan atau karena aku belum mengantuk. Semua itu disebabkan karena ciuman dari Bima semalam.
Sungguh aku tidak tau apa maksud dari ciumannya semalam. Yang aku tau dia bersikap aneh sekali kemaren.
Astaga.
Aku benar-benar penasaran. Aku merasa seperti seorang ABG yang jatuh cinta saja. Tunggu. Jatuh cinta ?
Mungkinkah aku telah jatuh cinta sama Bima ?
Aku memegang dadaku yang berdebar-debar. Dan aku menemukan jawabannya. Ya ! Aku jatuh cinta kepadanya. Kepada pria yang dulu sangat aku benci. Kepada pria yang dulu aku anggap pengecut.
"Lho, Sasha ?"
Aku terkejut saat suara seseorang memanggilku, aku menoleh dan mendapati seseorang yang langsung duduk di sebelahku.
"Dava ?" Tanyaku sedikit ragu.
"Yap. Syukurlah kamu masih mengingatku. Ngapain disini ?" Tanyanya, pria yang di sampingku adalah Dava.
Aku ingat dulu kami tidak sengaja bertemu karena dia menabrak mobilku dari belakang, lalu bertemu lagi saat di tokoku. Berarti sekarang pertemuan kami yang ketiga.
"Aku lagi nungguin Bimbim. Dia sekolah disini. Kamu ngapain disini ?"
"Kalau aku bilang aku nungguin kamu, kamu akan percaya ?"
Aku tertawa. "Tentu saja tidak. Kalau tadi itu gombalan, sungguh tidak berkesan sekali Dav." Candaku.
Dava ikut tertawa disampingku. "Aku payah ya dalam soal gombal-ngegombal."
"Lumayan." Ucapku sambil tertawa lagi. "Jadi, kamu ngapain disini ?"
"Jemput ponakan. Aku tidak tau kalau mereka lama sekali keluarnya."
Aku melirik jam di pergelangan tanganku. "Paling sebentar lagi. Naah, itu mereka sudah keluar." Aku menunjuk rombongan anak-anak yang berlarian dari dalam kelas.
Aku melambaikan tanganku kearah Bimo. Dia berlari menghampiriku sambil memegang botol minumannya.
"Kok minumannya masih banyak Bim ?" Tanyaku sambil mengelus kepala Bimo. Lalu mengambil botol minumannya.
"Bimbim gak haus bun."
Aku ber-oh-ria.
"Hello jagoan." Dava datang bersama ponakannya yang berada di gendongannya. Dia cantik sekali, seperti princess-princess di negeri dongeng.
"Halo om. Kila, anaknya om Dava ya ?"
"Bukan sayang. Kila keponakan om. Kamu kenal kila ?"
Bimo mengangguk. "Kila teman satu kelas bimbim." Ucapnya.
"Bimbim yang kasih kila boneka panda ini om." Akila yang berada digendongan Dava menunjukan sebuah boneka panda di tangannya.
Jadi si princess ini yang dibelikan boneka oleh Bimo. Ck, anakku ini. Masih kecil sudah tau mana cewek yang cantik seperti bidadari.
"Bimo, tante cantik itu mama kamu ya ?"
"Hello princess, kenalin tante adalah bundanya Bimo. Kamu cantik sekali." Ucapku seraya mencubit pelan pipi putih bersih milik Akila.
"Terimakasih tante, tante juga cantik. Tapi lebih cantik mami kila. Hehe." Akila terkekeh digendongan Dava.
"Kamu dicuci otak ya sama mami kamu, jelek gitu dibilang cantik." Dava menggoda Akila.
"Om Dava !!" Akila memberengut. "Mami kila yang paling cantik !" Ucapnya kekeh.
"Gak usah dengerin om Dava sayang. Dia hanya iri saja mami kamu." Ucapku menengahi. Aku tidak tau kalau Dava jail seperti itu. Apalagi sama keponakannya sendiri.
"Bun, bimbim lapaar." Bimo menarik ujung bajuku. Kepalanya menengadah.
Aku menunduk sambil tersenyum. "Iya, ayo kita nyari makan."
"Hm. Sha." Panggil Dava.
"Ya ?"
"Mau makan siang bersama ?"
"Kamu yakin gak ngerepotin ?"
Dia menggeleng. "Gak sama sekali. Aku malah seneng kalau kamu mau." Dia tersenyum tipis. "Akila juga pasti seneng kan makan siang bareng Bimo ?" Tanyanya sembari mencubit pipi Akila.
Akila mengangguk. "Seneng. Akila mau makan sama Bimo."
"Kamu liat sendiri kan Sha, jadi gimana ?"
Aku berfikir sebentar, lalu mengangguk sebagai jawaban menyetujui ajakan Dava.
"Baiklah."
***
Bima pov
Aku berlari menyusuri lorong rumah sakit. Meninggalkan rapat penting dengan perusahaan asing yang harusnya di adakan 10 menit lagi.
Saat sampai diruangan yang aku tuju, aku langsung menyelonong masuk.
"Mamaa baik-baik saja ?" Tanyaku begitu memasuki ruangan tempat mama terbaring lemah.
Mama tersenyum. Aku lalu mengecup dahinya dengan sayang.
"Mama baik-baik aja Bim. Dokter bilang cuma kecapekan." Jawab mama dengan suara yang pelan.
"Kan udah Bima bilang ma, mama banyak istirahat aja. Percuma aja ada mbok Ani kalau mama sakit gini." Aku memegang tangan mama seraya mengecup punggung tangannya.
"Mama sakit bukan karena kerja kak, tapi karena mikirin kakak." Ucap Renata. Dia duduk di sofa di dekat ranjang yang ditiduri mama.
"Mikirin kakak ?" Aku mengernyitkan dahi. Lalu kembali menoleh kearah mama. "Mama mikirin apa sih ?" Desahku.
Mama mengangkat tangannya lalu mengelus kepalaku. "Mama pengen kamu cepat nikah Bim. Mama pengen cucu dari kamu."
"Maaaaa."
"Kamu selalu gitu kalau mama tanyain." Mama memalingkan wajahnya. Raut wajahnya berubah sendu.
Selama ini mama memang sering mengutarakan keinginannya agar aku cepat menikah, tapi aku selalu berusaha menolaknya dengan lembut. Aku tidak tahu kalau keinginan mama sebesar itu.
Aku menghela napas. Memikirkan jawaban yang tidak akan membuat mama sedih.
"Maa, Bima janji akan menikah secepatnya. Tapi sebelumnya Bima mau mama sembuh dulu, terus doain Bima agar di terima sama wanita yang Bima cintai."
Mama kembali menoleh kearahku.
"Kamu sedang mencintai seseorang Bim ?" Tanya mama dengan raut wajah penasaran.
Aku mengangguk.
"Siapa dia ? Kenalin sama mama ya ?" Pintanya.
"Iya. Tapi mama sembuh dulu. Oke ?"
Mama mengangguk sembari tersenyum. Aku lalu mengecup dahinya sekilas. "Mama istirahat yaa."
Aku mengelus-ngelus kepala mama. Memberi kenyamanan agar mama cepat terlelap.
Setelah mama tertidur, aku pindah duduk di sofa. Tepat disebelah Renata yang sedang memainkan ponselnya.
"Kamu gak kuliah dek ?" Tanyaku sembari menyandarkan badan di sofa.
"Engga kak. Kan masih ada jatah libur. Aku mau nungguin mama aja."
"Kapan mama boleh pulang ?"
"Nanti sore udah boleh pulang kok kak."
Aku ber-oh-ria. Mengeluarkan ponsel dari kantong celana. Lalu mulai mengetikkan pesan singkat kepada Sasha.
Aku ingin mengabarinya bahwa aku tidak bisa menemani Bimo makan siang. Entah kenapa makan siang atau makan malam bersama hampir menjadi rutinitas kami.
Tidak butuh waktu lama, aku mendapatkan balasan pesan dari Sasha yang ternyata hanya berisikan satu kata saja, yaitu "oke".
Aku menghela napas lagi. Balasan pesan Sasha membuatku menjadi sedikit pesimis.
Apa salahnya sih dia menulis balasan yang sedikit panjang. Paling tidak tanyakan apakah aku sudah makan atau belum.
Huft.
Kenapa aku jadi mellow seperti wanita begini. Ini benar-benar bukan sifatku.
"Kamu udah makan dek ?" Tanyaku kepada Renata.
"Udah kak." Dia menjawab tanpa menoleh, masih sibuk dengan ponselnya.
"Kamu ngapain sih ?" Aku merebut ponsel dari tangan Renata.
"Kak !!" Protesnya.
Aku memiringkan dudukku, menjauhkan ponsel dari Renata. Lalu memeriksa apa yang sedang dilakukannya dengan ponsel.
"Ck. Kamu mulai pacaran ya?" Tanyaku, setelah memeriksa apa yang dilakukan Renata. Dia sedang chatting dengan seorang pria yang bernama Raffi.
"Apaan sih kak. Aku engga pacaran sama dia." Renata masih berusaha mengambil ponselnya.
"Terus ini apa ? Manggilnya udah sayang-sayangan aja." Aku mendengus.
Selama ini aku memang over protectif kepada Renata. Aku tidak mau kesalahanku di masa lalu, dilakukan pria lain kepada Renata.
"Dia doang kak yang manggil aku sayang, akunya kan engga."
"Tapi kamu ngerespon dia dek, ntar disangkanya kamu ngasih harapan ke dia. Kakak gak mau kamu pacaran dulu. Kuliah aja yang bener."
"Kaaaaaaaaaak." Rengeknya.
"Engga !"
"Iya.iya. siniin hp aku."
"Janji dulu kamu gak akan pacaran."
"Iya kak. Janji ! Bawel ah."
Aku mengembalikan ponsel Renata, aku tau dia tidak akan mengingkari janjinya. Lagian selama ini Renata tidak pernah membantahku. Dia sangat penurut.
"Kakak kekantin dulu. Mau makan. Kamu ikut ?"
Renata menggeleng. "Aku masih kenyang kak."
Aku mengangguk lalu melangkah keluar dari ruang inap mama. Cacing diperutku sudah mulai meronta-ronta minta di isi. Sebelum mereka menjadi lebih ganas lagi, aku harus segera mengisinya.
***
Sasha pov
"Sha, gue denger dari yang lain, tadi lo dianterin sama cowok cakep ya ? Dianterin siapa sih ?" Tanya Dinda kepadaku.
"Kepo ih." Ucapku sambil membereskan barang-barangku.
Sekarang jam 17.10, toko sudah tutup dari 10 menit yang lalu. Aku sedang bersiap-siap untuk pulang. Sedangkan Bimo, dia masih tidur di kasur santai yang memang kusediakan disini.
"Serius woi ! Katanya ada anak kecil juga. Lo pacaran sama duda ?"
Aku menoyor kepala Dinda. "Gila aja lo."
"Lo suka kekerasan ya." Dengusnya. "Jadi siapa tuh cowok ?" Tanyanya lagi.
"Dia temen gue, namanya Dava. Anak kecil itu keponakannya. Kita gak sengaja ketemu pas di sekolahan Bimo. Jadi ya gitu deh, dia nawarin buat makan bareng sekalian nganterin kesini."
Dinda mengangguk-nganggukan kepalanya. "Kok gue gak pernah tau lo punya temen namanya Dava ?"
"Emang setiap gue punya temen mesti lapor dulu sama lo." Sewotku.
Dinda tertawa, lalu mengangkat ponselnya yang berdering. Sepertinya dia ditelepon oleh Dion, pacarnya.
"Gue udah dijemput nih. Mau sekalian bareng gak ?" Tawarnya.
Aku menggeleng. "Duluan aja, Bima mau jemput."
"Cieee, dijemput ayaaaang." Godanya.
Aku mendorongnya keluar dari pintu. "Udah sana pulang. Berisik !" Usirku.
Lagi-lagi Dinda tertawa. Lalu melambaikan tangannya. "Bye Shaa, gue duluan." Ucapnya sedikit berteriak. Aku balas melambaikan tangannya.
Setelah Dinda pulang, aku kembali melanjutkan beres-beres. Sekarang tinggal aku berdua saja yang tinggal di toko. Biasanya ada pegawaiku yang lain, namun karena mereka pada punya keperluan semua. Jadi mereka pada pulang lebih dulu.
Suara ponsel berdering menghentikan aktifitasku. Aku mengambil ponsel yang terletak di atas meja. Melihat nama Bima tertera dilayar lalu mengangkatnya.
"Ya Bim." Sapaku.
"Aku udah di depan."
"Oke, aku bangunin Bimbim dulu."
"Bimbim tidur ?"
"Iya."
"Gak usah dibangunin, aku kedalam ya."
"Oke."
Aku memutuskan sambungan terlebih dulu.
Beberapa saat kemudian, pintu ruanganku terbuka. Bima masuk dengan kedua tangan yang di masukkan ke dalam kantong celana. Sok ganteng banget sih, batinku. Tapi Bima memang ganteng sih, batinku lagi.
Astaga.
Kenapa aku malah memujinya begini sih, batinku lagi dan lagi.
"Barang-barang kamu udah beres semua ?"
"Udah."
Bima lalu melangkah ke arah Bimo yang sedang tertidur pulas. Dia meraih Bimo kedalam gendongannya dengan hati-hati.
Saat melihat Bimo yang tampak kaget dan gelisah, Bima langsung menepuk-nepuk punggung Bimo dengan pelan sembari menenangkannya.
Aku sontak tersenyum melihatnya. Aku bisa merasakan bagaimana sayangnya Bima kepada Bimo.
"Ayo." Ucap Bima.
Lalu melangkah keluar dari ruanganku, aku mengikutinya dari belakang.
Setelah memastikan toko terkunci, aku kembali melangkah menuju mobil Bima yang terparkir tidak jauh dari pintu toko.
Aku menghentikan langkahku saat jarakku dengan mobil Bima tinggal beberapa langkah lagi.
Aku terpaku melihat seorang wanita yang duduk tepat di sebelah bangku kemudi.
Wanita itu.
Aku mengingatnya.
Dia adalah wanita yang pernah bergelayut manja dilengan Bima.
Apa-apaan ini ?
Bersambung ~
My Lovely Son
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 14
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment