I Love you, not him

Oleh NindyKornelia 0 comments

Abigail pov

"Finally." Aku menghela napas lega saat menginjakkan kaki didepan rumahku. Rumah orangtuaku lebih tepatnya.

Aku melangkahkan kaki menuju pintu utama rumah diikuti oleh kak Dimas dibelakangku.

Setelah memencet bel berkali-kali, aku mendengar suara langkah kaki dari dalam yang semakin mendekat.

Sepertinya itu mamaku. Karena papa tidak mungkin ada dirumah jam segini.

Ceklek.

"Haii maa." Sapaku sambil nyengir.

"Akhirnya kalian nyampe juga, mama udah was-was dari tadi." Mama memelukku. Kemudian melirik kak Dimas yang diam disampingku sambil tersenyum.

"Halo tante." Sapa kak Dimas. "Maaf kami agak lama dijalan, tadi makan dulu." Kak Dimas salim sama mama.

"Gak papa. Ayo masuk."

Kami mengikuti mama untuk masuk kedalam. Aku duduk di sofa, kak Dimas juga duduk di sebelahku. Sedangkan mama duduk di sofa tepat didepan kami.

"Jadi ini yang namanya Dimas ?" Mama memulai pembicaraan.

"Iya tante. Maaf baru bisa kesini."

Mamaku memang belum pernah bertemu dengan kak Dimas. Tapi aku sudah pernah mengenalkan mereka via telpon.

"Pantas saja abbi jatuh cinta sama kamu. Kamunya ganteng gini." Goda mamaku.

Astaga.

Kupastikan wajahku akan memerah seperti kepiting rebus sekarang.

"Mamaa apaan siih." Ucapku malu-malu.

Sementara mama dan kak Dimas menertawakan sikapku.

"Papa mana maa ?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan yang tadi.

"Papa masih dikantor. Kalian pasti capek kan sekarang ? Istirahat dulu aja yaa. Abbi, kamu anterin Dimas ke kamar tamu ya."

"Oke maa." Aku berdiri dan melirik kak Dimas. "Yuk kak."

Kak Dimas mengikutiku menuju kamar tamu. "Kakak istirahat disini aja." Ucapku.

Dia mengangguk.

"Ya udah aku mau kekamar dulu. Capek. Mau tidur."

Saat mau melangkah kak Dimas memegang lenganku. "Kenapa kak ?" Aku mengerutkan dahiku.

Bukannya menjawab dia malah menarikku hingga posisi kami sekarang berpelukan. Dia memelukku dengan erat.

"Kakak gugup sekali hari ini." Dia berbicara pelan nyaris tidak terdengar.

Aku balas memeluknya, kemudian tersenyum. "Kenapa harus gugup. Mama papa baik kok kak." Ucapku menenangkannya.

"Iyaa. Kakak tauu. Tapi kan ini pertama kalinya kakak bertemu mereka. Semoga saja mama papa kamu gak menolak lamaran kakak nanti."

"Lamaran apaan, orang kakak cuma dateng sendiri." Cibirku.

"Kakak kan mau meminta kamu secara pribadi dulu. Jadi udah gak sabar buat kakak lamar niih ?"

Dia melepaskan pelukannya dan wajahku dengan bodohnya malah memerah karena godaan kak Dimas.

"Iiih apaan siih. Udaah aah. Aku mau istirahat kak."

"Iyaa.iyaa. ya udah sanaa." Usirnya.

"Loh kok kakak malah ngusir siih ?" Aku mengerucutkan bibirku.

CUP.

"Kamu menggemaskan sekali." Ucapnya setelah mengecup bibirku sekilas.

"Gih sana istirahat. Atau kamu memang mau tidur disini heh ?" Kak Dimas memainkan alisnya.

"Dasar mesum !"

Aku lalu meninggalkan kamar yang ditempati kak Dimas. Samar-samar aku dengar dia menertawakanku.

Dasar menyebalkan.

------------------------------

Kami semua, aku, mama, papa dan kak Dimas tengah menikmati makan malam dengan nikmatnya.

Tidak ada kecanggungan sama sekali, namun aku tau kalau kak Dimas sangat gugup.

Walaupun tanggapan mama dan papa masih baik-baik saja saat ini, tapi tetap saja tidak membuat kegugupannya hilang begitu saja.

Sebenarnya aku ingin menertawakannya, tapi aku tidak tega juga. Kasian ntar mukanya tambah pucat.

Selesai makan, papa dan kak Dimas memilih duduk diruang tv. Mereka berdua memilih channel yang menayangkan berita.

Sementara aku membantu mama mencuci piring dan membersihkan meja makan.

Setelah itu baru kami menyusul papa dan kak Dimas diruang tv.

"Maaf sebelumnya om, sebenarnya ada yang mau Dimas omongin." Kak Dimas memulai pembicaraan. Aku yang duduk disebelahnya sontak menoleh kemudian menatapnya dengan tatapan 'kakak yakin ?' yang dijawab anggukan olehnya.

Entah kenapa sekarang malah aku yang jadi gugup banget.

Papa dan mama menatap kearah kami, kearah kak Dimas lebih tepatnya.

Kak Dimas berdeham sebelum mulai "Gini om, Dimas tau kalau abbi baru saja wisuda, hubungan kami juga baru beberapa bulan. Tapi Dimas benar-benar mencintai anak om. Dimas mau meminta izin sama om untuk menikahi abbi. Dimas tidak bisa menjanjikan hal yang muluk-muluk sama om. Yang pasti Dimas akan selalu berusaha untuk membahagiakan abbi."

Papa menatap kak Dimas dengan tatapan yang tidak bisa kubaca sama sekali. Raut wajah papa datar banget. Sedangkan mama menampilkan senyum bahagianya.

Aku dan kak Dimas menunggu jawaban papa sambil harap-harap cemas.

"Kamu yakin mau menikahi putri om ?"

"Yakin om." Kak Dimas menjawabnya tanpa ragu.

Papa menghela napasnya. "Om tidak menyangka kalau abbi sudah dewasa sekarang."

"Om tenang saja, Dimas tidak akan pernah membuat om merasa kehilangan abbi."

"Om terserah abbi saja. Om yakin dia sudah bisa menentukan yang terbaik untuk hidupnya." Papa melirikku diikuti dengan yang lainnya. "Gimana nak ? Kamu mau menikah dengan Dimas ?"

Aku makin gugup saja di tatap oleh 3 pasang mata seperti ini. Aku melirik kak Dimas yang menampilkan raut wajah khawatir.

Aku menghela napas sebelum menjawab. "Aku mau menikah dengan kak Dimas pa."

Aku mendengar kak Dimas dan kedua orangtuaku menghela napas lega.

"Jadi kapan orangtua kamu akan kesini Dim ?"

"InsyaAllah minggu depan om."

"Baguslah kalau begitu berarti tidak ada yang perlu dicemaskan lagi." Ucap papa.

Kami lalu menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama sambil menonton salah satu acara televisi yang membuat perut kami sakit karena terlalu banyak tertawa.

Setelah acaranya habis mama sama papa memutuskan untuk tidur duluan.

Tinggallah aku bersama kak Dimas melanjutkan tontonan kami.

"Are you happy ?" Tanya kak Dimas tiba-tiba.

Aku lalu mengambil posisi duduk disampingnya. "I'm very happy !" Aku tersenyum lebar.

"Berjanjilah untuk selalu disamping kakak apapun yang terjadi nanti."

"Iya. Berjanjilah untuk tidak bosan menghadapi sifat menyebalkanku."

"Kamu tidak menyebalkan, tapi menggemaskan." Kak Dimas mencubit hidungku.

"I Love you." Ucapku sambil memeluknya erat.

"I Love you too."

Dia membalas memelukku erat.

Aku tau setelah ini akan banyak hal yang kami lalui, entah itu membahagiakan atau tidak. Yang pasti aku akan tetap selalu disisinya. Karena aku benar-benar telah jatuh cinta kepada seorang Dimas Prasetyo. Pria yang diam-diam telah mencuri seluruh perhatianku dan juga hatiku. Aku bahkan mampu melupakan pria dimasa laluku.

Terimakasih kak Dimas.

Aku Mencintaimu.


-END-




My Lovely son

Oleh NindyKornelia 0 comments

Sasha pov

Aku lagi memilih pakaian yang akan kukenakan . Entah kenapa aku ingin sekali terlihat beda hari ini. Setelah mengantarkan Bimo kesekolah, aku langsung pulang kerumah untuk bersiap-siap pergi ke toko.

Ngomong-ngomong, perbedaan penampilan yang kuinginkan hari ini tidak ada hubungannya dengan Bima, pria yang telah memberiku putra yang tampan dan juga cerdas. Sayangnya dia terlalu pengecut dan tidak bertanggung jawab. Menurutku.

Hari ini dia akan mengambil pesanan kue buat ulang tahun mamanya. Sejujurnya aku malas untuk bertemu dengannya lagi. Namun apa boleh buat, takdir ternyata menginginkanku untuk bertemu kembali dengannya. Kuharap takdir tidak mempermainkan hidupku lagi. Seperti dulu.

Bertemu dengannya lagi, seolah membuka luka lama yang telah dengan susah payah kututup rapat-rapat.

Aku belum bercerita bagaimana aku dengan Bima bertemu dulu bukan ?

Baiklah, akan kuceritakan.

Dulu, aku sering menghabiskan malam-malamku di club bersama teman-temanku. Tapi aku tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh. Paling parah cuma minum doang. Itupun cuma sedikit, karena perutku pasti akan langsung bereaksi setelah meminum minuman beralkohol.

Suatu malam, aku tidak sengaja bertemu dengan Bima. Teman Bima adalah temannya salah satu temanku, jadi kami memutuskan untuk ngobrol bersama malam itu. Kami membicarakan banyak hal seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu. Tidak ada kecanggungan sama sekali.

Hingga paginya, aku terbangun dengan keadaan tanpa sehelai benang pun ditubuhku. Ditambah lagi aku merasakan tangan seorang pria melingkar diperutku.

Dengan perasaan was-was aku menoleh kearah samping agar bisa melihat siapa pria yang memelukku dari samping dengan posisi seintim ini.

Entah kenapa, semua ketakutanku hilang saat melihat wajah pria itu. Pria itu adalah Bima, orang yang baru saja kutemui tadi malam.

Gila. Aku sudah gila karena telah memberikan sesuatu yang paling berharga dalam diriku. Tapi aku benar-benar tidak ingat. Mungkin ini efek minuman itu.

Tadinya aku berfikir kalau aku tidak akan hamil. Namun ternyata Tuhan menitipkan malaikat kecil diperutku.

Aaah sudahlah. Aku tidak sanggup lagi untuk melanjutkannya.

Setelah selesai bersiap-siap. Aku memutuskan untuk berangkat ke toko.

Aku melajukan mobilku dengan kecepatan sedang. Lagian kondisi jalanan yang sedikit padat tidak memungkinkan untuk melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.

BRAKK ! Tiba-tiba saja ada yang menabrak mobilku dari arah belakang. Aku menepikan mobil kemudian keluar untuk mengeceknya.

"Maaf, aku tidak sengaja. Aku akan bertanggung jawab untuk memperbaikinya." Aku mendengar seseorang berbicara disampingku.

Aku menoleh kearahnya. Tampan. Itulah kesan pertama saat aku melihat wajahnya.

"Sekali lagi aku minta maaf." Dari raut wajahnya aku tau kalau dia benar-benar tidak sengaja.

"Eeh tidak apa-apa. Biarkan saja. Nanti akan kuperbaiki sendiri." Aku melihat kembali kemobilku. Tidak parah sih, hanya saja goresannya sangat terlihat.

"Aku tetap akan bertanggung jawab." Tegasnya.

"Ini kartu namaku." Dia memberikan kartu nama kepadaku. "Hubungi aku saat kamu ingin memperbaikinya, atau kalau tidak berikan saja tagihan perbaikannya kekantorku." Ucapnya lagi.

"Baiklah. Terserah saja."

"Ah iya. Boleh aku tau nama kamu ? Aku Dava." Dia mengulurkan tangannya.

"Sasha." Aku menjabat tangannya.

"Senang bertemu denganmu. Aku harus pergi sekarang. Sampai ketemu lagi." Dia lalu meninggalkanku.

Aku kemudian melanjutkan perjalanan menuju toko. Semoga tidak ada hal buruk lagi yang terjadi hari ini.

---------------------------

Bima pov

"Kak cepetaaan dong. Nanti aku telat !" Renata, satu-satunya adik yang kupunya tidak henti-hentinya memaksaku untuk cepat menghabiskan sarapanku.

"Renaa, kakak kamu lagi makan jangan diganggu terus dong. Kalau kamu takut telat naik taxi aja gih sana." Tegur mamaku. Renapun mengerucutkan bibirnya. Dasar manja.

Syukurlah sekarang rena tidak memaksaku lagi. Diantara kami berdua memang tidak ada yang berani membantah omongan mama.

"Paa, beliin rena mobil dong. Rena kan udah gede sekarang. Udah bisa nyetir juga." Dia mulai merayu papa.

Papa melipat koran yang dibacanya. "Gede dari mana kalau kerjaan kamu tiap hari merengek sana sini." Ucap papa.

"Papa peliit iih." Rengeknya.

Bukannya papaku tidak mampu untuk membelikannya mobil, aku bahkan mampu membelikannya mobil dengan tabunganku sendiri. Hanya saja aku tidak mau dia mempunyai mobil sendiri. Walaupun aku tau kalau dia pasti akan hati-hati berkendera. Tapi bagaimana dengan orang lain ? Aku tidak mau ada hal buruk yang menimpa adikku.

"Udaah jangan manja. Kamu takut telat kan tadi ? Ayo berangkat." Aku lalu berpamitan kepada kedua orangtuaku disusul oleh rena.

"Kak, nanti sore jadi ngambil kue buat ulang tahun mama ?" Tanyanya setelah kami berada didalam mobil.

"Iyaa."

"Ngirit banget jawabnya." Ucapnya kesal.

"Kak, nanti sore jemput aku dulu yaa. Habis itu baru ngambil kuenya bareng. Yaa...ya...." dia mengedip-ngedipkan matanya.

"Iyaaa." Ucapku tanpa menoleh. Aku masih fokus nyetir.

"Kaaakk...."

Sebelum dia melanjutkan kata-katanya langsung saja kupotong.

"Renaaa, kakak lagi nyetiir." Aku menegurnya.

"Kakak gak asyik ah." Dia pun lalu memainkan ponselnya.

Kalau tidak ditegur gini, dia pasti akan membicarakan banyak hal. Dia benar-benar cerewet.

"Turun gih. Udah nyampe."

"Makasih kakakku sayaang. Jangan lupa jemput aku yaa." Dia mengecup pipiku sekilas. Kalau ada orang-orang yang lihat pasti mereka mengatakan kalau kami adalah sepasang kekasih.

Aku pun melajukan mobilku menuju kantor.

-------------------------

Aku sedang membereskan berkas-berkas yang berserakan diatas meja. Sekarang jam 16.00, dan renata sudah dari setengah jam yang lalu menerorku dengan puluhan telepon untuk segera menjemputnya. Setelah itu baru kami akan mengambil pesenan kue buat ulang tahun mama. Dan itu berarti aku harus bertemu kembali dengan sasha, seseorang yang telah kusakiti hatinya.

Sejak bertemu kembali dengannya, tidak ada waktu yang terlewatkan untuk tidak mengingatnya.

Aku benar-benar menyesal pernah menyakitinya dulu.

Dulu, aku mengira kalau dia sedang becanda saat mengatakan sedang mengandung anakku. Apalagi mengingat bahwa kami hanya melakukannya sekali.

Ditambah lagi sebelumnya banyak wanita matre yang pernah kutiduri mengaku tengah mengandung anakku. Padahal jelas sekali kalau aku melakukannya menggunakan pengaman bersama mereka. Cih, aku benar-benar tidak habis fikir dengan kelakuan mereka.

Setelah mengaku kalau dia tengah mengandung anakku, aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Aku pun tidak berusaha untuk mencarinya.

Namun, pertemuan tidak terdugaku dengan temannya di club membuatku benar-benar menyesal.

Aku baru tau kalau ternyata dia benar-benar sedang hamil. Aku yakin sekali kalau itu memang anakku, karena hanya akulah yang melakukan itu dengannya. Mengingat karena dia masih virgin saat itu.

Dan fakta lainnya membuatku untuk segera mencarinya.

Kalian tau apa fakta itu ?

Dia kehilangan kedua orangtuanya dalam sebuah kecelakaan tragis.

Besoknya aku langsung mencarinya, namun hasilnya nihil. Aku tidak bisa menemukannya.

Sekarang, aku senang bisa kembali bertemu dengannya. Walaupun aku tau dia membenciku. Setidaknya aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan maaf darinya.

Andai saja dia tidak menggugurkan anak itu.

Iya. Andai saja.

Aku berhenti di dekat parkiran kampus renata. Aku yakin dia akan ngomel-ngomel karena aku telat menjemputnya.

"Kakak lama banget siih." Tuh kan, dia langsung ngomel saat masuk kemobil.

"Kamu fikir kakak pengangguran yang bisa jemput kamu jam berapapun kamu mau ?"

"Kok malah kakak yang marah siih."

"Kakak gak marah renn. Kamu tuh yang ngambek muluu."

"Gak ngambek kok. Weeek !" Dia menjulurkan lidahnya.

"Udah aah. Kakak mau fokus nyetir."
"Nyetir aja difokusin. Harusnya yang kakak fokusin itu cari menantu buat mama."

"Renataaaaaaaa."

"Iya.iyaa. aku diem." Dia lalu memainkan ponselnya.

Tidak membutuhkan waktu lama, kami akhirnya sampai di sebuah toko kue yang bernama cake with love , nama yang cantik secantik pemiliknya. Menurutku.

Aku turun dari mobil diikuti oleh renata. Renata lalu memegang lenganku. Kami berjalan beriringan menuju pintu masuk toko.

Baru saja memasuki toko aku sudah disuguhkan oleh pemandangan yang membuatku terpesona.

Disana terlihat seorang wanita cantik menggunakan dress berwarna biru muda tanpa lengan yang jatuh tepat diatas lututnya. Rambut panjangnya disanggul asal meninggalkan anak-anak rambut di sekitarnya.

Dia cantik. Sangat cantik didalam penglihatanku. Dan dia adalah sasha. Wanita yang kini mulai menarik perhatianku.

Seolah merasa diperhatikan, dia menoleh kearahku. Raut wajah terkejut sekilas terlihat diwajahnya. Namun setelah itu raut wajahnya biasa saja.

"Ada yang bisa dibantu ?" Tanyanya setelah kami berada tepat didepan etalase-etalase yang penuh dengan kue berbagai warna dan rasa.

Dia bersikap profesional sekali. Seolah diantara kami tidak pernah terjadi apa-apa. Dan itu sedikit membuatku kesal.

"Ah iya, aku mau ambil pesanan atas nama Bima." Ucapku sedatar mungkin.

"Tunggu sebentar." Dia lalu megambil kue yang sudah dimasukkan kedalam kotak yang cantik. Kemudian memberikannya kepadaku. Aku lalu membayar pesananku.

"Terima kasih." Dia tersenyum. Namun aku tau itu hanyalah senyum formalitas saja.

"Sama-sama." Ucapku.

Aku lalu membalikkan badan dan berjalan menuju pintu. Renata masih setia bergelayut dilenganku.

"Bundaaaaaaaaaaa." Seorang anak kecil berlari-lari sambil memanggil ibunya. Entah kenapa mataku terpaku melihatnya.

Dia melewatiku begitu saja dan aku sontak melihatnya.

"Jangan larii biim. Nanti jatuh."

Aku melihat sasha memperingatkannya. Anak itu tertawa lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong kresek yang dibawanya.

"Bukain dong bun." Ucapnya.

Wait.

Dia bilang apa ?

Bunda ?

Jadi dia anak sasha ?

"Kak, kok malah bengong siih." Renata menarik tanganku.

Aku masih melihat sasha bersama anak kecil yang usianya mungkin sekitar 5 tahun.

Sasha menoleh kearahku, ekspresinya terlihat sangat terkejut karena menyadari aku masih disini.

Aku menatapnya dengan tajam. Seolah meminta penjelasan tentang anak itu.

Dia lalu berbicara dengan anak itu. Anak itu masuk kedalam ruangan. Kemudian sasha melangkah kearahku.

"Jangan sekarang. Aku mohon." Ucapnya.

"Jadi kamu bohong ?" Aku masih meanatapnya dengan tajam.

Aku sangat kesal karena dia membohongiku. Aku yakin anak itu adalah anakku. Dia sangat mirip denganku.

Dia menghela napasnya. "Besok aku akan menemuimu di restoran seafood di dekat sini saat jam makan siang." Dia melirik renata yang terlihat sangat bingung. "Sekarang pergilah." Ucapnya.

Kemudian dia masuk kedalam ruangan dimana anak itu berada.

"Kakak mengenalnya ?" Renata mengerutkan dahinya.

"Ayo pulang." Ucapku datar.

Aku tidak menjawab pertanyaan renata. Aku tidak tau harus mengatakan apa. Mengetahui bahwa ternyata sasha tidak menggugurkan anak itu membuatku sangat senang namun juga sangat kesal. Bagaimana bisa dia membohongi hal sepenting ini.

Aku tau aku brengsek. Tapi dia tetap anakku bukan ?

Renata sepertinya mengerti aku tidak ingin membicarakan apapun. Dia pun memilih diam dan mengikutiku untuk pergi dari sana.

Bersambung ~


I Love you, not him

Oleh NindyKornelia 0 comments

Abigail pov

Dadaku mulai terasa sesak. Memiliki phobia gelap itu menyiksa. Biasanya kalau sedang tidur trus lampu tiba-tiba mati aku pasti akan refleks teriak memanggil mama.

Namun sekarang kondisinya beda. Aku tidak sedang tidur, ditambah lagi aku sedang berada disebuah restoran.

Aneh sekali rasanya melihat restoran yang lumayan mewah seperti ini bisa mengalami mati lampu.

Dan pengunjungnya juga aneh, kenapa aku sama sekali tidak mendengar suara mereka. Seolah mereka menikmati suasana gelap seperti ini.

Ah iya, satu lagi. Kemana perginya Dini dan Mario ? Kenapa tidak ada yang menyahut saat kupanggil namanya. Benar-benar menyebalkan. Awas saja jika keadaan sudah tidak segelap ini.

Tiba-tiba aku mendengar suara denting piano. Setelah itu aku melihat seorang pria sedang memainkan piano tersebut. Cahaya lampu disana sedikit remang-remang sehingga sedikit menyulitkanku untuk melihat wajahnya. Ditambah lagi dengan posisinya yang sedikit menyamping.

Nada-nada yang dimainkannya sungguh indah. Membuat mataku hanya terpaku kearahnya.

Dengarkanlah wanita impianku

Malam ini akan kusampaikan

Janji suci kepadamu dewiku

Dengarkanlah kesungguhan ini

Dia mulai bernyanyi. Suaranya mengingatkanku akan kak Dimas. Entah kenapa suaranya sangat mirip dengan suara kak Dimas. 

Dia menoleh padaku dan melanjutkan lagunya.

Aku ingin mempersuntingmu

Tuk yang pertama dan terakhir

OMG !

Pria itu adalah kak Dimas. Dia bernyanyi untukku ?

Oh tidak. DIA MELAMARKU ?

Jangan menolak dan buatku hancur

Ku tak akan mengulang tuk meminta

Satu keyakinan hatiku ini

Akulah yang terbaik untukmu

Mataku mulai berkaca-kaca . Bukan, aku bukan menangis sedih tapi aku bahagia. Apalagi mendengar kak Dimas menyanyikan lagu Janji suci sambil tersenyum kearahku. Aku jadi ingin berlari untuk memeluknya sekarang.

Aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan kejutan seistimewa ini. Aku bahkan sudah tidak peduli dengan foto sialan yang ditunjukkan Dini tadi.

Kak Dimas menghentikan nyanyian serta permainan pianonya. Dia mulai melangkah kearahku. Semakin dia mendekat debaran jantungku semakin terasa.

Kak Dimas berlutut dihadapanku sambil memperlihatkan cincin berwarna putih yang sangat berkilau.

"Aku tau, aku mempunyai banyak kekurangan. Aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu. Tapi yang pasti aku akan selalu berusaha untuk membuatmu bahagia. Abigail chalavi, will you marry me ?."

Air mataku mengalir begitu saja saat ini. Raut wajah kak Dimas terlihat sangat khawatir. Astaga. Sepertinya dia berfikir aku akan menolaknya.

"Of course YES !" Ucapku lantang.

Kak Dimas langsung berdiri dan memelukku. "Terima kasih untuk tidak menolakku". Ucapnya tepat ditelingaku.

"Terima kasih telah melamar gadis menyebalkan sepertiku".

Kak Dimas mengecup puncak kepalaku.

"Sangat menyebalkan !" Ucapnya sambil tertawa. Aku lalu mencubit perutnya. Dia pun lagi-lagi hanya tertawa.

Kak Dimas melepaskan pelukannya. Dia kemudian menghapus sisa air mata dipipiku. Saat dia menunduk dan mendekatkan wajahnya entah kenapa mataku mulai terpejam. Kak Dimas mengecup mata kananku. "Jangan menangis". Ucapnya kemudian dilanjutkan dengan mengecup mata kiriku. "Kamu terlihat sangat jelek saat menangis". Ucapnya lagi.

Bukannya marah dibilang jelek aku malah terkekeh geli.

"Open your eyes". Perintahnya kepadaku. Aku pun membuka mataku kemudian menatap bingung kearah kak Dimas.

"I Love you". Kak Dimas mengelus pelan pipiku.

"Too". Jawabku.

"Astaga kamu merusak suasana sekali. Apa salahnya bilang lengkap-lengkap. Jangan cuma 'too' doang". Kak Dimas terlihat sangat lucu saat ngambek seperti itu.

CUP

"I Love you too". Ucapku setelah mengecup bibirnya sekilas.

"Aaah kakak senang sekali kalau kamu agresif gini". Dia menyeringai kearahku. Sepertinya akan sangat berbahaya jika aku berdua saja dengannya.

Saat kak Dimas kembali mendekatkan wajahnya kearahku, aku lalu pura-pura melihat sekeliling ruangan.

"Kemana orang-orang kak ? Kenapa sepi sekali ?". Ucapku lagi sambil berjalan melewati kak Dimas. Samar-samar aku mendengar kak Dimas menghela napas pasrah. Aku jadi terkikik sendiri membayangkan raut wajah kak Dimas sekarang.

"Mereka semua sudah pergi".

"Pergi ? Kakak mengusir mereka ?". Tanyaku tidak percaya.

"Bukan mengusir. Memang mereka yang ingin pergi". Ucapnya datar.

Mereka yang ingin pergi ? Aneh sekali. Aku pun memutuskan untuk tidak membahas lagi. Lagian apa peduliku dengan mereka. Yang kubutuhkan sekarang kan kak Dimas.

"Jadi kita harus ngapain sekarang ?" Tanyaku lagi.

"Hemm bagaimana kalau ke apartement kakak ?" Tawarnya sambil menaik turunkan kedua alisnya. Ya ampun, ini tidak akan baik sepertinya.

"Aku mau pulang saja". Ucapku sambil menerawang memikirkan apa yang terjadi jika aku ke apartement kak Dimas.

"Memikirkan yang tidak-tidak heh ?".

"Maksudnya ?"

"Disini" dia menyentil dahiku sebelum melanjutkan kalimatnya "tertulis kalau kamu berfikir yang tidak-tidak tentang ajakan kakak ke apartement." Dia tertawa setelah mengatakannya.

"Gak aah ! Ge-er banget sih." Aku melipat kedua tanganku didada.

"Baguslah kalau begitu". Ucapnya lalu menarik tanganku untuk mengikutinya "Ayo pergi sekarang".

"Kemana kak ?". Tanyaku namun tetap mengikuti kak Dimas.

"Ke apartement".

Ya ampun. Aku telah dijebak ternyata. Aku pun pasrah mengikuti kak Dimas. Semoga saja tidak terjadi hal-hal yang diinginkan kak Dimas disana.

Ups !.

------------------------------------

"Tidurlah. Perjalanan kita masih jauh". Kak Dimas mengelus rambutku.

Kami berdua, aku dan kak Dimas sedang berada diperjalanan menuju rumah kedua orang tuaku. Kak Dimas bilang dia ingin memintaku secara pribadi dulu kepada orang tuaku. Setelah itu baru dia akan membawa orang tuanya.

Aku tidak pernah mengira akan dilamar secepat ini. Aku bahkan baru menjalin hubungan dengan kak Dimas. Namun entah kenapa aku juga tidak bisa menolaknya. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepada seorang Dimas Prasetyo.

"Aku tidak ingin tidur kak". Ucapku sambil mengirim pesan kepada Dini kalau aku tidak akan pulang kekos hari ini.

"Kamu pasti capek karena semalam". Kak Dimas tersenyum usil kearahku.

Membicarakan hal semalam tiba-tiba saja membuat pipiku merona. Ya ampun aku malu sekali mengingatnya.

Bagaimana tidak, aku yang sejak perjalanan mewanti-wanti untuk tidak melakukan apapun malah tidak bisa menahan diri saat kak Dimas menempelkan bibirnya ke bibirku.

Dia hanya menempelkannya, dan aku dengan memalukannya malah meminta lebih dari sekedar menempelkannya.

Tentu saja kak Dimas tidak menolaknya, dia bahkan senang sekali bermain-main dengan bibirku. Untungnya kami hanya berciuman saja. Tidak melakukan hal-hal lainnya. Aku masih cukup waras untuk tidak melakukannya. Termasuk dengan kak Dimas.

"Kamu makin cantik saat pipimu memerah seperti itu". Kak Dimas mengelus pipiku.

"Sudahlah kak. Jangan menggodaku terus. Aku malu". Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Kenapa mesti malu. Sebentar lagi kan kita akan menikah". Dia menjawab dengan santainya tanpa memperdulikan wajahku yang pasti sudah seperti kepiting rebus.

"Udaah ah. Aku mau tidur saja". Aku mencari posisi nyaman kemudian memejamkan mataku. Sepertinya tidur lebih baik daripada aku harus bertambah malu didepan kak Dimas.

------------------------------------

"Heii bangunlaah." Aku merasa ada yang menepuk-nepuk pipiku dengan pelan. Dan aku tau pasti orang itu siapa. Siapa lagi kalau bukan kak Dimas.

Bukannya bangun aku malah semakin mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidur. Tapi sepertinya kak Dimas tidak akan membiarkanku melanjutkan tidur.

"Jika saat hitungan ketiga kamu belum bangun juga, jangan salahkan kakak jika kakak menciummu disini". Ucapnya datar.

"Baiklah tuan pemaksa ! Aku bangun ". Aku sontak membuka lebar kedua mataku. Menyebalkan sekali kak Dimas. Dia tau pasti bagaimana cara membuatku bangun.

Bukannya aku tidak ingin kak Dimas menciumku, tapi kondisinya tidak membuatku nyaman untuk melakukannya. Apa kata orang nanti jika melihat kami berciuman didalam mobil.

"Kita dimana kak ?" Ucapku bingung.

Aw.

Kak Dimas menyentil dahiku. Aku sontak mengelus bekas sentilannya. Kak Dimas apa-apaan siih.

"Kamu beneran udah bangun gak sih ?" Kak Dimas terlihat sebal dengan pertanyaanku. "Coba lihat kedepan. Menurut kamu kita dimana ?" Perintahnya kepadaku.

Aku lalu mengikuti perintahnya.

"Ups. Restoran ternyata hehe". Aku menyengir lebar kearah kak Dimas.

"Kamu gak mau nanya sekalian ngapain kita disni ?"

"Sensi banget siih pacar akuuu". Ucapku dengan nada menjijikan.

"Ayok kita keluar kak. Aku lapar." Aku keluar dari mobil kak Dimas kemudian disusul oleh kak Dimas. Kami berjalan beriringan dengan tanganku yang digenggam kak Dimas.

Setelah memilih tempat, kak Dimas memanggil pelayan.

Pelayan itu memberikan buku menu kepada kak Dimas sambil tersenyum yang bisa kuartikan senyum yang ingin membuat kak Dimas terpesona dengannya.

Ditambah lagi dengan pandangannya yang tidak bisa dialihkan dari kak Dimas.

"Astaga. Ganjen banget siih. Udah jelas ada aku disini." Aku hanya mampu menggerutu didalam hati. Kesal sekali rasanya melihat tatapan memuja wanita didepanku ini.

"Kamu mau apa ?" Tanya kak Dimas kepadaku.

"Samain sama kakak aja". Ucapku.

"Mbak, aku mau pesan nasi gorengnya dua sama jus jeruknya dua". Kak Dimas melihat pelayan tersebut.

Namun sepertinya omongan kak Dimas tidak didengar oleh wanita itu. Bukannya mencatat pesanan kak Dimas dia malah menatap kak Dimas seolah kak Dimas adalah makanan yang sangat lezat.

"Ya ampun mbak". Aku berdiri dengan kesal sebelum melanjutkan. "Berhentilah menatap TUNANGAN ku seperti itu." Aku menekankan kata TUNANGAN agar wanita didepanku ini sadar kalau pria yang ditatapnya itu sudah memiliki pasangan.

"Eeh..ehh maaf mbak. Mau pesan apa ?". Tanyanya dengan gugup. Huft dasar ganjen !

"Makanya mbak kalau orang ngomong tu didengerin jangan malah ngeliatin tunangan orang aja." Ucapku dengan kesalnya.

Kak Dimas mengelus pipiku. "Udah sayang. Jangan marah-marah gitu". Ucapnya.

Dia lalu menoleh ke wanita itu dan tersenyum. "Maafkan tunangan saya. Kami pesan nasi goreng dua dan jus jeruknya dua". Ucap kak Dimas lagi.

Wanita itu mencatat pesanan kami "mohon ditunggu pesanannya. Maaf atas ketidaknyamanannya. Permisi mas, mbak." Dia sedikit menunduk lalu meninggalkan kami.

"Lain kali jangan emosian gitu ya sayang". Kak Dimas mengelus kepalaku.

"Dia nyebelin kak". Ucapku membela diri.

"Iya kakak tau. Kakak malah seneng kalau kamu cemburu gitu. Tapi kakak gak mau ngeliat kamu marah-marah ditempat umum seperti ini. Ok"

"Kakak malu ya punya pacar kayak aku." Aku menunduk. Entah kenapa dadaku nyeri sekali mendengar kak Dimas berbicara seperti tadi.

Kak Dimas meraih daguku agar melihat kearahnya. "Heii. Bukan itu maksud kakak. Kakak cuma gak mau orang-orang beranggapan tidak baik sama kamu. Jangan sedih gitu". Lalu kak Dimas mengecup dahiku.

"Maafin aku kak".

"Tidak apa-apa sayang. Udah jangan dibahas lagi."

"Baiklaah. I Love you !" Aku mengecup pipi kak Dimas sekilas.

"Love you more sweetheart."


Bersambung ~


I Love you, not him

Oleh NindyKornelia 0 comments

"Yeiiiii. Finally wisudaa !!" Abbi dan dini sedang berpelukan sambil melompat-lompat kegirangan. Mereka baru saja mengikuti acara wisuda dikampusnya. Akhirnya setelah melewati berbagai kendala dalam pengerjaan skripsinya, mereka berhasil juga. Dan sekarang status mereka bukan lagi mahasiswi melainkan pengangguran. Ups. Paling tidak sampai mereka mendapatkan pekerjaan.

"Ayo kita selfie dulu". Abbi mengeluarkan ponselnya lalu mengajak dini untuk melakukan berbagai foto selfie dari pose cantik sampai pose konyol. Mereka berdua juga sesekali mengajak teman-teman seperjuangan lainnya untuk foto bersama.

Selesai dengan sesi foto didalam aula tempat acara wisuda berlangsung, abbi dan dini keluar dari sana lalu mencari keluarga mereka masing-masing.

"Selamat sayang". Ibu abbi yang bernama ami memeluk abbi dengan sayang kemudian mencium kedua pipi abbi bergantian. "Thank's mom" ucap abbi sambil membalas pelukan ibunyaa.

"Tidak ingin memeluk papa heh ?". Seorang pria paruh baya yang notabene adalah ayahnya abbi merentangkan tangannya agar abbi memeluknya.

"Thank's for everything pa". Abbi menyandarkan wajahnya di dada ayahnya. Bagi abbi ayahnya adalah sosok yang sangat diidolakannya.

Selesai dengan acara peluk-pelukan ala keluarga abbi, mereka lalu keluar dari lingkungan kampus. Abbi celingak-celinguk mencari sosok dimas ditengah kerumunan orang banyak. Sesekali dia mencoba untuk menelpon dimas. Namun tidak ada jawaban sama sekali. "Aaah bagaimana mungkin kak dimas bisa lupa kalau hari ini aku wisuda" abbi berbicara sendiri didalam hati. Sejujurnya dia mulai merasa kesal. Dia sangat berharap dimas datang dihari bahagianya, dia juga ingin mengenalkan dimas kepada keluarganya.

Tapi sepertinya dia harus mengurungkan niatnya itu sekarang. Dia memilih untuk positif thingking saja. Mungkin kak dimas lagi sibuk.

-----------------------------

Abbi sedang tidur-tiduran dikamar kosnya. Orang tuanya sudah pulang sejak sore tadi. Sebenarnya abbi ingin ikut dengan orang tuanya, namun sayangnya besok masih ada sedikit urusan yang akan diseleseikannya dikampus. Jadi dia memutuskan untuk pulang setelah semua urusannya kelar. Urusan kerja, difikirin nanti aja. Dia rindu suasana dirumah.

Berbicara tentang dimas, abbi belum bertemu dengan pria itu. Untungnya dimas mengiriminya pesan yang berisikan ucapan selamat serta permintaan maaf karena tidak bisa datang dihari bahagianya. Dimas punya pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkannya.

Abbi juga tidak mempermasalahkannya. Dia tau pasti bagaimana sibuknya dimas. Jadi dia tidak mau menjadi kekasih yang egois.

Nada dering ponsel abbi berbunyi menandakan ada panggilan masuk. Nama Dini tertera dilayar ponselnya. Tanpa menunggu lama pun dia langsung menggeser tanda terima telepon kekanan.

"Halo din". Sapa abbi.

"Lo dimana bi ?".

"Gue dikosan. Lo cepet pulang dong. Lama banget kencannya."

"Hemm. Mending lo cepetan kesini deh". Dini terdengar hati-hati berbicara.

"Kemana ? Kenapa memang ?". Abbi mengerutkan dahinya. Tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Dini.

"Restoran Seafood favorit kita."

"Gak aah. Gue lagi males keluar Din."

Dini terdengar menghela napas berat sebelum berbicara. "Gue ngeliat kak Dimas lagi sama cewek cantik disini. Mending lo cepetan kesini SEKARANG." Dini menekankan kata sekarang.

"WHAT ? SERIUS LO ?" Abbi yang dari tadi cuma tidur-tiduran dikasur empuk kesayangannya sontak langsung duduk.

"Astaga, lo fikir gue bakal becandaain hal seserius ini ?" Dini mulai terdengar kesal diseberang sana.

"Ok.ok. gue langsung kesana. Tungguin gue ya."

"Ok bye"

Dini memutus panggilannya.

Setelah panggilan terputus Abbi langsung mengganti bajunya dengan kilat. Walaupun dirinya sedang dilanda emosi dia masih sangat mementingkan penampilan, yaah walaupun tidak begitu wah sih. Dia hanya mengenakan kaos lengan pendek warna putih dengan rok model mengembang yang jatuh tepat diatas lututnya.

Untuk wajah dia hanya memoleskan bedak tipis dan lipbalm untuk bibirnya.

Merasa penampilannya sudah tidak sekusut tadi, Abbi pun lalu bergegas untuk menemui Dini direstoran Seafood favorit mereka.

Selama diperjalanan, Abbi mencoba menghubungi Dimas. Namun hasilnya nihil. Dimas tidak menjawab semua panggilannya. Abbi jadi semakin yakin apa yang dibilang Dini itu benar.

"Sial. Awas saja kalau kak Dimas mengkhianatiku". Gerutunya.

Abbi baru saja turun dari taxi yang tadi membawanya. Sekarang dia sudah siap untuk masuk ke restoran tersebut.

"Ya ampun, gue deg deg an banget. Kalau kak dimas bener selingkuh gimana". Abbi berbicara sendiri.

Akhirnya dia pun melangkahkan kakinya menuju pintu masuk restoran. Dia mengedarkan pandangannya untuk mencari Dini, saat sedang bingung mencari terlihat seseorang melambaikan tangan ke arahnya dan yap, orang itu adalah Dini. Langsung saja Abbi menghampiri Dini.

"Mana kak Dimas ?" Tanya Abbi.

"Mending lo duduk dulu". Jawab Dini yang melihat ketegangan diwajah Abbi.

Abbi pun mengikuti perkataan Dini. Dia duduk dikursi didepan Dini, dia juga mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Dimas. Entah penglihatannya yang mulai bermasalah atau memang Dimas tidak ada disana. Abbi sama sekali tidak bisa menemukan keberadaan Dimas di restoran tersebut.

"Dia udah pergi, kira-kira 5 menit yang lalu". Ucap Dini sambil melihat jam di pergelangan tangannya.

"Yaaah telat dong gue". Abbi menjatuhkan kepalanya dimeja. "Eh btw lo yakin itu kak Dimas ?". Dia mendongakkan kembali kepalanya.

"Sangat yakin !. Gue punya fotonya. Bentar". Dini mengeluarkan ponselnya. Kemudian dia melihatkan foto seorang pria yang walaupun cuma terlihat dari samping masih bisa dilihat dengan jelas kalau pria itu adalah Dimas. Difoto itu Dimas terlihat bersama dengan seorang wanita yang berpenampilan lumayan sexy. Sayangnya dia membelakangi kamera. Jadi Abbi sama sekali tidak bisa melihat wajah wanita itu.

"Kak Dimas sama siapa siih. Mana gue telponin gak diangkat sama sekali. Masa iya kak Dimas nyelingkuhin gue". Wajah Abbi seketika menjadi sendu. Entah kenapa dia sulit untuk berfikiran positif sekarang ini. Dan entah sejak kapan matanya mulai berkaca-kaca.

"Lo jangan sedih gitu dong. Kan kita gak tau kebenarannya". Dini mencoba menenangkan Abbi. Namun bukannya tenang Abbi malah mulai menangis.

"Bii, lo jangan nangis disini dong. Banyak orang tau". Ucap Dini lagi.

"Sejak kapan nangis mesti lihat tempat dulu". Abbi memberengut dikursinya.

Dini pun akhirnya membiarkan Abbi menumpahkan apa yang dirasakannya sekarang. Sementara Mario juga tidak mampu berbicara. Dia juga membiarkan Abbi menumpahkan kekesalannya.

Tiba-tiba saja seluruh lampu direstoran itu mati.

"Gue baru tau direstoran gini lampunya bisa mati". Gerutu Abbi.

Merasa omongannya tidak digubris, Abbi meraba-raba untuk mengecek keberadaan Dini dan Mario.

"Diin, yoo, kalian masih disini kan ?". Abbi mulai merasa panik. Ditambah lagi tidak ada satupun yang menjawab panggilannya.

"Jangan becanda dong. Gue mulai sesak nii". Ucap Abbi lagi. Dia mengambil ponselnya dan sialnya ponselnya mati.

Abbi yang memang phobia dengan gelap mulai merasa sulit bernafas. Anehnya kenapa tidak terdengar sama sekali suara orang-orang yang complain dengan keadaan itu. Bahkan tidak ada yang mencoba untuk memberi cahaya dari ponsel mereka.

"Oh shit".

"Gue bener-bener benci sama gelap".

Bersambung ~


My Lovely Son

Oleh NindyKornelia 0 comments


"KAMU ?".

"KAMU ?".

Sasha sangat kaget dengan apa yang dilihatnya sekarang. Begitu juga dengan seseorang yang sedang ada didepannya. Mereka berdua sama-sama tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Ngapain kamu disini ?". Sasha tidak bisa menyembunyikan nada ketusnya. Dia tidak peduli dengan keramah tamahan terhadap pelanggan sekarang ini. Baginya tidak ada ramah tamah bagi pria pengecut didepannya.

"Boleh aku duduk dulu ?". Tanya bima.

"Silahkan". Ketusnya.

Sasha dan bima duduk berhadap-hadapan. Suasananya tegang sekali. Aura permusuhan jelas sekali terlihat diwajah sasha. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan pria pengecut ini secepat ini. Yaa, bima lah pria pengecut yang telah menghamilinya dan menolak anaknya sendiri.

Sementara bima, dia berusaha untuk setenang mungkin. Walaupun sejujurnya dia senang bisa bertemu lagi dengan sasha. Dia ingin minta maaf atas perlakuan buruknya dulu. Dia benar-benar menyesal sekarang.

"Jadi mau ngapain kamu kesini ?".

"Kamu apa kabar ?". Bukannya menjawab pertanyaan sasha, bima malah membicarakan hal lain.

"Seperti yang kamu lihat. Aku baik-baik saja. Dan lebih baik lagi jika aku tidak melihatmu". Sasha menatap tajam kearah bima. Dia benar-benar membenci pria didepannya ini. Ya walaupun dia akui kalau bima menjadi sangat tampan sekarang. Astaga, bisa-bisanya dia mengakui ketampanan pria itu sekarang.

"Aku minta maaf".

"Berhentilah berbicara omong kosong. Kalau tidak ada yang ingin kamu katakan lagi. Pergilah. Aku sibuk".

Sasha hendak berdiri dari kursinya namun bima lebih dulu memegang tangannya. "Please, duduklaah dulu". Bima menatap sasha dengan tatapan memohon. Sasha pun kembali duduk dikursinya.

"Aku mau pesen kue buat ulang tahun mama aku minggu depan. Desainnya terserah kamu aja. Aku yakin kamu pasti akan memberikan yang terbaik". 

Bima memilih untuk fokus dengan tujuan awalnya datang ke toko kue yang ternyata pemiliknya adalah sasha. Dia tidak mau memaksa sasha untuk memaafkannya. Setidaknya tidak untuk sekarang ini. Biarlah nanti pelan-pelan dia akan berusaha untuk membuat sasha bisa memaafkannya.

"Baiklaaah, kamu bisa mengambilnya sehari sebelum ulang tahunnya berlangsung. Aku rasa tidak ada yang perlu lagi dibicarakan". Sasha masih saja berbicara datar.

"Boleh aku tanya satu hal ?".

"Apa ?".

"Anak itu. Apa aku boleh bertemu dengannya ?".

"Aku menggugurkannya".

Sasha meninggalkan bima begitu saja. Entah kenapa kalimat itu keluar begitu saja dari bibirnya. Mungkin karena kebenciannya akan bima. Mungkin saja.

Sasha memang berniat memberitahu bimo tentang ayahnya suatu hari nanti. Tapi tidak secepat ini. Pertemuan tak terduganya dengan bima membuat dia teringat akan kata-kata bima saat menolak bimo dulu. Dan itu membuatnya sangat membenci bima.

Sementara bima, dia hanya bisa mematung mendengar sasha menggugurkan anaknya. Ya, dia berniat ingin meminta maaf dan akan mengakui anak yang dikandung sasha dulu adalah anaknya. Dia benar-benar menyesal atas perlakuannya dulu.

-------------------------------------

"Ngapain kalian pada kesini ?". Bima menatap heran kearah dika dan roy yang nyelonong begitu saja masuk keruangannya. Bukannya ini masih jam kantor ? Kenapa kedua sahabatnya ini justru malah kekantornya.

"Suka-suka kita doong. Ya gak dik ?". Roy meminta persetujuan dika atas pembelaannya yang dijawab anggukan oleh dika.

"Tapi gue gak suka". Bima menjawab ketus.

"Diiiih. Kejam banget lo bim. Gak ada basa basinyee". Ujar roy lagi.

"Kenapa wajah lo ? Kusut banget kayaknya. Lupa disetrika emang ?". Akhirnya suara dika keluar juga.

"Sialan lo". Umpat bima.

"Kalian ingat gadis yang pernah gue ceritakan 5 tahun yang lalu ?". Bima menatap kedua sahabatnya.

"Gadis yang mana ? Terlalu banyak gadis yang lo ceritakan kekita. Lebih spesifik please". Ucap roy.

"Gadis yang mengaku kalau dia hamil anak gue".

Roy dan dika diam seketika dan melihat bima dengan raut wajah serius.

"Eeh bentar deh. Bukannya dia bukan gadis lagi yaa. Kan elo yang ngambil kegadisan dia". Roy memasang wajah sok polosnya.

"Kampret loo. Gue lagi serius juga". Bima melempar roy dengan pena yang sedang dipegangnya. Yaa walaupun lemparan itu tetap saja tidak mengenai roy karena dia lebih dulu menghindar.

"Hahaa sorry bro. Just kidding. Lagian muke lu tegang banget.". Roy tertawa menampilkan deretan gigi putihnyaa.

"Jadi kenapa dengan wanita itu ?". Dika yang dari tadi hanya melihat kelakuan kedua sahabatnya pun mulai berbicara. Dika tau pasti wanita itu lah yang membuat wajah sahabatnya itu terlihat kusut seperti sekarang.

"Gue ketemu dia tadi. Dan dia membenci gue". Bima menyandarkan badan dan kepalanya ke kursi kebesarannya. Dia juga menutup kedua matanya dan menaruh sebelah lengannya disana.

"Ya iya laah dia ngebenci lo. Kalau gue jadi dia mah gue juga bakalan benci banget sama lo".

Pletak.

Aww.

Roy mengadu kesakitan saat sebuah pena mendarat sempurna dijidatnya. Dia mengelus pelan jidatnya.

"Lo bukannya bikin gue tenang malah makin bikin gue galau.".

"Roy, lo kalo mau bangunin macan tidur jangan jam segini please. Gue lagi males jadi wasit kalian berdua". Dika memperingatkan roy. Dia hapal banget gimana kalau bima udah marah atau kesel. Yang jelas sudah dipastikan roy akan keluar dari ruangan bima dengan muka yang tidak lagi sama alias babak belur.

"Hahaa jangan sensitif begitu bro. Gue becanda doang kok". Ucap roy lagi.

"Jadi kenapa lo galau habis ketemu dia. Lo gak jatuh cinta kan sama dia ?". Dika menatap bima serius.

"Entahlah. Yang jelas gue ingin minta maaf sama dia. Gue ingin memperbaiki hubungan baik dengan dia. Gue bahkan berencana untuk bertanggung jawab atas perbuatan gue dulu". Bima menghela nafas berat sebelum melanjutkan kalimatnya. "Tapi sepertinya gue benar-benar sangat terlambat sekarang". Bima mengusap kasar wajahnya.

"Maksud lo ?". Roy terlihat bingung.

"Dia menggugurkannya".

Roy dan dika diam seketika. Mereka tidak tau harus berkomentar apa. Setidaknya jadi pendengar yang baik buat bima sudah membuktikan kalo mereka akan selalu ada buat bima.

----------------------------

"Bun, tadi bimbim diajakin main ke mall sama mami inda sama papi ion juga". Bimo duduk disofa sambil memainkan robot-robotan barunya. Disebelahnya sasha sedang menghitung penghasilan ditoko hari ini.

"Gitu yaa, jalan-jalan ke mall gak ngajak bunda." Sasha memasang wajah pura-pura cemberut.

Bimo menyandarkan kepalanya kelengan sasha. "Habisnya bunda sibuk ditoko terus siih".
"Bunda sibuk ditoko buat siapa coba ?". Sasha mengelus kepala bimo.

"Buat bimbim doong. Bimbim sayang bunda". Bimo mengecup pipi sasha sekilas lalu kembali sibuk dengan robot-robotannya.

Walaupun usianya baru 5 tahun, bimo mengerti dengan kesibukan sasha. Sasha selalu memberitahu pelan-pelan bagaimana keadaan mereka kepada bimo sejak bimo berusia 3 tahun. Tentu saja dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh bimo. Untungnya bimo termasuk anak yang pintar untuk anak seusianya.

"Bunda juga sayang sama bimbim. Sekarang ayo kita tidur. Besok bimbim sekolah kan ?".

Sasha mengecup kepala bimo kemudian membereskan semua berkas-berkas yang tadi dipegangnya.

"Bimbim masih mau main bun". Bimo mengerucutkan bibirnya.

"Padahal bunda mau ngelanjutin dongeng yang kemaren looh. Bunda tidur ajaa aah".

Sasha pura-pura menguap lebar. Dia juga mengucek matanya seolah matanya benar-benar tidak sanggup lagi untuk beraktifitas. Biasanya cara ini selalu ampuh untuk membuat bimo cepat tidur. Saat sasha mau melangkahkan kakinya tiba-tiba bimo berteriak memanggilnya.

"BUN...Bimbim gak mau main lagi bun. Bimbim mau tidur aja". Ucapnya sambil menggandeng tangan sasha.

"Ayoo bun". Ucapnya lagi kemudian menarik sasha menuju kamar mereka. Sasha pun tertawa geli dibelakang bimo. Tiap hari ada saja tingkah bimo yang membuatnya makin jatuh cinta.

"Daan akhirnya mereka hidup bahagia selamanyaa". Sasha mengakhiri dongengnya. Dia menatap bimo yang sekarang sudah tidur nyenyak disampingnya. Dia menepuk-nepuk pelan punggung bimo.

Dia jadi ingat pertemuannya dengan bima tadi siang. Apa yang harus dilakukannya sekarang. Cepat atau lambat pasti bima akan mengetahui keberadaan bimo. Tapi bukankah dia memang berniat mempertemukan bimo dengan ayahnya ?

Aaaaah, dia benar-benar bingung sekarang.

"Maafin bunda nak". Sasha mengecup dahi bimo.

Yaa lagi-lagi dia hanya mampu mengucapkan maaf kepada putra kesayangannya itu.

Bersambung ~


My Lovely son

Oleh NindyKornelia 0 comments

"Kaaak, banguuuuuun..udah siang nii". Renata menarik-narik selimut kakaknya. Kalau bukan disuruh oleh mamanya dia tidak akan mau disuruh untuk membangunkan kakaknya. Udah hampir 10 menit dia mencoba untuk membangunkan kakaknya namun belum ada tanda-tanda kakaknya itu akan bangun. "Astagaa, kebo banget siih". Gerutunya.

"Baiklaah, sepertinya aku harus menggunakan senjata terakhir ni". Dia berbicara sendiri dengan senyum ala devil sambil bersiap-siap melakukan sesuatu.

"Kakak udah banguun". Tiba-tiba saja orang yang ingin dibangunkan oleh renata dari tadi bangun dari tidurnya. Dia bahkan langsung duduk diatas kasurnya.

"Looh, kok kak bima udah bangun aja siiih. Kan aku mau ngeluarin senjata terakhir". Renata mengerucutkan bibirnya.

"Kakak gak sanggup dengerin teriakan kamu lagi dek. Bisa-bisa kakak jadi tuli diusia muda". Bima menjawab sambil mencari-cari ponselnya.

Dia memang selalu mengecek ponselnya saat bangun tidur. Bukan mengecek sosial media seperti anak zaman sekarang ya melainkan mengecek email dari sekretarisnya. Bima merupakan seorang CEO diperusahaan keluarganya yang bergerak dibidang perhotelan. Dia memiliki beberapa hotel mewah yang tersebar hampir diseluruh kota besar di Indonesia.

"Kak, sebelum kakak ke hotel mampir ke toko kue cake with love dulu ya. Minggu depan kan mama ulang tahun".

"Kakak sibuk dek, kamu aja yang pesan ya".

"Sibuk dari mana, aku udah tanyain jadwal kakak sama mbak mita. Mbak mita bilang kakak baru ada rapat jam 14:00 nanti. Pokoknya aku gak mau tau, kakak harus pesan kue dulu. Ini alamatnya". Renata memberikan selembar kertas kecil yang berisi alamat toko kue yang bernama cake with love lalu meninggalkan bima begitu saja dikamarnya.

"Dasar pemaksa". Bima menggerutu sendiri dikamarnya. Dia memang selalu kalah jika berdebat dengan renata. Namun walaupun begitu dia sangat menyayangi dan menjaga adik satu-satunya itu.

Apalagi sejak peristiwa beberapa tahun yang lalu, peristiwa yang membuat dia menjadi laki-laki paling brengsek. Dia tidak mau apa yang dilakukannya kepada seseorang dimasa lalu akan menimpa adiknya.

---------------------------------

"Bun, hari ini bimbim gak usah sekolah yaa. Bimbim ikut bunda ke toko aja". Bimo sedang merayu ibunya agar diizinkan untuk tidak sekolah hari ini. Dia bahkan berbicara dengan nada lelah yang dibuat-buatnya.

"Loh memangnya kenapa sayang ?".

Sasha menuangkan nasi goreng kepiring lalu memberikannya kebimo. Sasha memang sudah terbiasa membuatkan sarapan untuk mereka berdua. Lagian kalau bukan dia yang memasak siapa lagi coba. Sasha belum mau menggunakan jasa asisten rumah tangga. Selagi masih bisa dia kerjakan kenapa harus menyuruh orang lain. Begitulah pemikirannya.

"Bimbim kayaknya gak enak badan deh bun".

"Coba sini bunda liat". Sasha meletakkan tangannya didahi bimo untuk mengecek badan bimo panas apa enggak. Seingat sasha bimo tadi baik-baik saja saat dia memandikannya. "Gak panas kok bim. Sebenarnya kenapa bimbim gak mau sekolah hari ini ? Ayo cerita sama bunda". Sasha duduk sambik mengelus rambut anaknya dengan sayang.

"Bimbim mau nungguin papi ditoko bun. Bimbim kangen main sama papi. Mami bilang papi hari ini ke toko kan ?". Bimo menjelaskan disela-sela kunyahannya. Dia terlihat sangat menikmati sarapannya.

"Astaga sayang. Jadi bimbim gak mau sekolah karena pengen nungguin papi ?".

Bimo menjawab dengan anggukan kepalanya.

"Gini aja, bimbim tetap sekolah hari ini. Nanti pulangnya biar dijemput sama papi. Bimbim mau ?". Sasha mencoba merayu anaknya agar mau kesekolah hari ini, dia tidak mau mengizinkan bimo untuk bolos. Takutnya, jika diizinkan sekali nantinya bimo akan mencari-cari alasan lain untuk tidak kesekolah di hari lainnya.

"Beneran papi yang jemput ?". Tanya bimo dengan mata berbinar. Sepertinya dia mulai tertarik dengan apa yang dibilang ibunya.

"Iya sayang. Ya udah sekarang cepat habiskan sarapannya. Nanti bimbim telat".

"Oke bun !". Bimbim menaikkan satu jempolnya sambil tersenyum lebar.

--------------------------------

Sasha lagi menghias cake dengan berbagai cream warna-warni agar terlihat cantik sesuai pesanan pelanggan. Sudah sebulan pesanan ditoko kuenya menanjak naik, jadi mau tidak mau dia harus membantu dalam menghias cake yang telah jadi. Walaupun dia pemilik dari toko kue tersebut, dia tidak pernah memperlakukan karyawannya dengan buruk. Sasha malah memperlakukan mereka semua seperti keluarga sendiri.

"Diiin, ntar dion jadi kesini kan ?". Tanya sasha kepada dinda yang juga sedang sibuk menghias cake.

"Jadi kayaknya. Emang kenapa sha ?".

"Ntar lo sama dion aja ya yang jemput bimbim. Gue udah janjiin bakal dijemput dion soalnya. Bimbim gak mau sekolah kalau gak dijemput dion".

"Hahhaahaa. Pasti dia mau bolos sekolah dengan alasan gak enak badan lagi".

Dinda tertawa mengingat tingkah lucu bimo yang pintar sekali berakting. Dinda sering mendengar cerita sasha tentang bimo yang sering kali meminta untuk bolos sekolah dengan alasan tidak enak badan. Untungnya sasha selalu punya cara untuk merayu anak semata wayangnya itu.

"Ya begitulah. Aaaaah bimbim menggemaskan sekali saat berakting pura-pura sakit".

Sasha tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lagi-lagi dia dibuat makin jatuh cinta sama anaknya itu.

"Sha". Dinda memanggil sasha pelan nyaris tak terdengar. Dari nada bicaranya sasha bisa menebak kalau mereka akan membahas sesuatu yang serius.

"Ya". Sasha masih tidak mengalihkan perhatiannya dari cake yang sedang dihiasnya.

"Lo yakin tidak ingin mengenalkan bimo kepada ayahnya ? Dia berhak mengetahui keberadaan bimo. Bimo pun berhak mengetahui siapa ayahnya".

Dinda berbicara dengan sangat hati-hati. Dia tidak mau sasha sedih dan tersinggung dengan pertanyaannya. Dia hanya ingin sasha bahagia tanpa dihantui bayang-bayang perasaan bersalah terhadap bimo.

"Entahlah diin, gue gak mau bimo sedih kalau nanti dia menolak kehadiran bimo sama seperti dulu. Mungkin lebih baik begini. Lagian lo tau sendiri kan gimana hubungan gue sama dia ? Gue bahkan tidak mengetahui apapun tentang dia".

Sasha menjawabnya dengan wajah sendu. Ingatan tentang masa lalunya yang kelam tiba-tiba saja menyeruak dan itu membuat dadanya sesak.

"Gak ada salahnya mencoba sha, siapa tau dia sudah menyesali semuanya. Lagian tidak mungkin dia menyakiti anak sepolos dan selucu bimo. Lupakan apa yang terjadi dimasa lalu. Anggap saja semuanya demi kebahagiaan bimo.

"Gue fikirin nanti yaa".

"Heii heii ada apa iniii, kenapa muka kalian pada sendu gitu ?".

Dion yang baru datang merasa ada sesuatu antara dinda dan sasha. Pasalnya aura ketegangan dan kesedihan sangat terlihat sekali diwajah mereka.

"Hei kamu udah dateng. Ini rahasia wanita. Jadi kamu gak boleh tau".

Dinda menjulurkan lidahnya kearah dion. Sementara sasha hanya menanggapinya dengan tertawa kecil.

"Lebih baik kalian jemput bimbim kesekolah sekarang. Kasian ntar kalau dia nunggu lama disekolah".

"Aaaah bener jugaa. Yuk sayaang".

Dinda menarik tangan dion dan segera keluar dari sana. Mereka akan menjemput bimo sekarang.

"Kita pergi yaa".

Dinda melambaikan tangannya kearah sasha.

"Berhati-hatilaah". Sasha melambaikan tangannya.

Seperginya dinda dan dion, sasha memikirkan apa yang dikatakan oleh dinda tadi. Aaah ingatan tentang pria brengsek itu mau tidak mau harus mengganggu fikirannya.

Flashback on

Malam itu sasha harus kembali menginjakkan kakinya ke tempat yang menjadi awal kehancuran hidupnya. Dia sudah berjanji untuk tidak akan pernah kembali kesana sejak peristiwa malam itu. Namun ternyata semua di luar prediksinya.

Suara hingar bingar musik terdengar sangat kencang ditelinganya. Dia mengarahkan matanya kesegala arah untuk mencari pria itu. Dia yakin sekali pasti menemukan pria itu ditempat itu. Lagian kalau bukan disana dimana lagi dia bisa menemukan pria itu. Dia bahkan cuma tau namanya saja. Gila bukan ? Yaa. Dia sangat gila pada saat itu.

Setelah memastikan bahwa pria yang dilihatnya sedang berkumpul dengan teman-temannya itu adalah pria yang dicarinya, sasha melangkahkan kaki menuju kesana. Dia merasakan gugup dan ketakutan yang becampur menjadi satu. Tapi mau gimana lagi, dia tidak ada pilihan lain sekarang.

Dia berdiri tepat didepan pria itu, pria itu terlihat sangat kaget saat melihatnya.

"Aku mau bicara" sasha berbicara tanpa basa-basi.

Pria itu berdiri lalu melangkah melewati sasha. "Ikut aku".

Sasha mengikuti pria itu dibelakangnya. Dia membawa sasha keluar dari tempat itu. Dia menuju ke parkiran, dan tiba-tiba saja pria itu masuk kedalam sebuah mobil mewah yang terparkir disana. Sasha pun mengikutinya untuk masuk di sebelah bangku kemudi.

"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan ?".

Dia menatap sasha dengan datar. Bahkan nada bicaranya pun tidak bersahabat sama sekali.

Sasha menelan ludahnya beberapa kali. Dia meremas ujung gaunnya. Pertanda dia sangat gugup sekarang. Dia menghembuskan nafasnya pelan-pelan. "Baiklaah ini saatnya. Semua akan baik-baik saja". Dia berbicara didalam hati.

"Aku hamil".

Akhirnya dua kata itu terucap juga dari bibirnya. Yaa dia sedang hamil sekarang. Dan pria yang ada disampingnya ini adalah ayah dari anak yang dikandungnya.

Raut wajah terkejut sangat terlihat sekali dari pria itu. Tapi setelah itu dia kembali ke wajah datarnya. Sasha harap-harap cemas menunggu apa yang akan dikatakan oleh pria itu. Namun sepertinya belum ada tanda-tanda pria itu akan bicara.

"Lalu ?".

Sasha sontak melihat pria itu. Dia tidak percaya dengan apa yang dikatakannya. Pria itu hanya menjawabnya dengan kata "lalu?". Ooh shit. Dia ingin sekali memaki si brengsek ini sekarang.

Kalau bukan mengingat tentang kehamilannya, dia ingin sekali memaki memukul bahkan mungkin membunuh pria dengan wajah datar ini. Aaaah tidak tidak. Itu tidak baik untuk kehamilannya.

"Jadi cuma itu yang ingin kamu katakan setelah aku bilang kalau aku hamil. Baiklaah. Lupakan saja apa yang aku katakan barusan. Dan anggap saja kita tidak pernah bertemu malam ini ataupun malam-malam sebelumnya".

Sasha pun keluar dari mobil pria itu. Dia tidak mau berurusan lagi dengannya. Dia memutuskan akan membesarkan anak yang dikandungnya sendiri.

Flashback off

"Kak, ada yang mau pesen kue tuuh. Dia lagi nunggu didepan".

Suara salah satu pegawainya membuyarkan ingatan sasha tentang pria dimasa lalunya. Dia kemudian meletakkan cream yang dari tadi dipegangnya untuk menghias kue.

Dia pun melangkahkan kaki keluar dari ruangan itu. Dia tidak mau membuat pelanggannya menunggu lama.

Sasha melihat seorang pria yang berpenampilan rapi seperti orang kantoran sedang membelakanginya. Dilihat dari postur tubuhnya sepertinya pria itu masih muda.

"Maaf menunggu terlalu lama. Ada yang bisa saya bantu ?".

Sasha menyapa pria itu dengan ramah. Sasha selalu memperlakukan pelanggannya dengan baik. Pria itu membalikkan badannya kearah sasha.

DEG.

"KAMU ??"

"KAMU ??"

Bersambung ~


Bertahanlah untukku

Oleh NindyKornelia 0 comments

Nesya sedang menonton acara favoritnya. Hari ini adalah hari sabtu, jadi dia libur bekerja. Dia memutuskan untuk menghabiskan waktu dirumah saja. Baginya weekend adalah waktunya untuk bermalas-malasan dirumah.

Ting tong

Bel dirumahnya berbunyi, nesya pun melangkahkan kakinya menuju pintu.

"Siapa yang bertamu siang-siang begini". Gerutunya.

Ceklek.

Nesya membuka pintu dan nampaklah seorang pria yang memakai seragam dari salah satu jasa pengiriman barang. Pria itu tersenyum ramah kepadanya.

"Maaf mbak, ini ada paket atas nama mbak nesya".

Kurir itu memperlihatkan sebuah kotak yang ukurannya sedikit besar.

"Ohh iyaa, saya nesya. Dari siapa ya mas ?". Tanya nesya. Seingatnya dia belum memesan apapun via online minggu ini.

"Disini tertulis dari dave mbak".

"Aah iyaa. Terima kasih mas".

Nesya mengambil kotak tersebut. Dia pun menanda tangani tanda terima yang di berikan oleh kurir tersebut.

Setelah kurir itu pergi nesya lalu menutup pintu, dia juga tidak lupa untuk menguncinya. Nesya membuka kotak tersebut, dia mengambil isi dari kotak tersebut.

"Astaga, ini cantik sekali". Nesya bicara pada dirinya sendiri.

Isi dari kotak itu adalah dress berwarna putih tanpa lengan yang jatuh tepat diatas lututnya. Dipinggangnya juga terdapat hiasan pita yang makin membuat dress itu tampak sangat cantik. Didalam kotak itu juga terdapat surat kecil. Nesya pun membacanya.

Hai sayang.
Seseorang akan menjemputmu jam 19.00 nanti. Jadi berdandanlah yang cantik dan pakailah dress ini. Aku akan menemuimu ditempat orang itu membawamu.

Kekasihmu, Dave

Nesya tersenyum bahagia membaca pesan tersebut. Aaah romantis sekali kekasihnya itu.

Davin rahadian, biasa dipanggil dave adalah kekasihnya nesya. Mereka telah menjalin hubungan sejak semester akhir di perkuliahan. Mereka tidak sengaja bertemu saat akan bimbingan dengan dosen pembimbingnya yang kebetulan sama.

Awalnya tidak ada yang spesial dalam hubungan mereka. Mereka bertemu hanya untuk saling berbagi ilmu dalam menyelesaikan skripsi.

Namun seiring berjalannya waktu entah siapa yang memulai keduanya jadi semakin dekat dan saling jatuh cinta.

Nesya tanpa fikir panjang langsung menjawab "yes I do" saat dave menyatakan perasaannya di sebuah taman didekat kampus.

Sekarang tidak terasa hubungan mereka sudah memasuki tahun ke empat. Nesya bersyukur memiliki dave didalam hidupnya. Bukan karena dave adalah pria tampan yang memiliki segalanya namun karena hati nesya lah yang memilih dave.

Berbicara tentang dave, sudah seminggu ini nesya belum bertemu dengan dave dikarenakan dave sedang ada kerjaan diluar kota.

"Aku jadi tidak sabar untuk bertemu dengan dave". Lagi-lagi nesya berbicara sendiri.

Dia melihat jam di dinding ruang tamunya. Ternyata masih jam 14.36. Nesya pun memutuskan untuk istirahat sebentar. Setelah itu baru mempersiapkan diri untuk nanti malam.

Dia jadi penasaran, sebenarnya apa yang sedang direncanakan oleh dave.

------------------------------

Nesya tampak cantik dengan dress yang dikirim oleh dave. Dress itu melekat sangat sempurna ditubuhnya. Make up tipis yang diriaskan kewajahnya pun makin membuat wajahnya terlihat sangat cantik. Nesya membiarkan rambut panjangnya yang berwarna coklat dibiarkan terurai dengan model curly diujungnya.

Ting tong.

Nesya melangkahkan kakinya kepintu. Sepertinya orang suruhan dave sudah datang untuk menjemputnya.

Ceklek

"Dengan mbak nesya ?". Seorang pria paruh baya yang kira-kira berumur 50 tahunan menyapa nesya dengan ramah.

"Iya pak, saya nesya". Jawab nesya tak kalah ramahnya dengan bapak yang menjemputnya.

"Mari ikut saya". Bapak itu berbicara masih dengan senyum diwajahnya.

Bapak itu berjalan menuju mobil diiringi oleh nesya dibelakangnya. Dia pun lalu membukakan pintu mobil agar nesya bisa masuk. Setelah itu dia masuk ke pintu kemudi dan mengendarai mobil yang dibawanya.

Selama diperjalanan nesya menghabiskan waktunya dengan diam dan mencoba menerka-nerka apa kejutan yang telah disiapkan oleh dave. Apakah dave akan melamarnya ? Mengingat hubungan mereka yang sudah memasuki tahun keempat. Lagian mereka bukanlah remaja lagi sekarang. Mereka sama-sama sudah cukup umur untuk menikah.

Memikirkan hal itu membuat nesya jadi senyum-senyum sendiri. "Kita sudah sampai mbak". Suara bapak itu menyadarkan nesya dari fikirannya sendiri.

"Aah iyaa. Terima kasih pak". Nesya tersenyum ramah.

Dia lalu keluar dari mobil. Nesya melihat sekelilingnya, ternyata dia dibawa ke sebuah restoran yang berada di tepi pantai.

Dia lalu melangkahkan kakinya untuk masuk ke restoran tersebut. Saat nesya berada didekat pintu masuk seorang pelayan menyapanya dengan ramah.

"Dengan mbak nesya ? Nesya mengernyitkan dahinya. Bagaimana bisa pelayan ini mengetahui namanya. Namun walaupun begitu nesya tetap menanggapinya dengan ramah. Dia menganggukan kepalanya sambil tersenyum.

"Mari ikuti saya mbak. Ke sebelah sini". Pelayan wanita yang kira-kira berumur 30 tahunan itu membawa nesya ke sisi samping restoran.

Dari kejauhan nesya bisa melihat 1 meja panjang dengan kursi diujungnya. Sekeliling lokasi itu dihiasi dengan lampu-lampu kecil yang berkilauan. Terdapat juga sebuah lilin besar di atas meja tersebut. Ya walaupun lilinnya tidak dihidupkan karena angin pantai yang selalu berhembus hingga menusuk kekulit.

"Silahkan duduk disini mbak, pak dave menyuruh anda menunggu disini". Pelayan itu tersenyum kemudian mohon pamit kepada nesya yang dijawab anggukan kepala oleh nesya.

Seperginya pelayan itu nesya langsung melihat ke sekelilingnya. Suasananya benar-benar romantis. Dia harus memeluk erat dave saat bertemu nanti. Dave benar-benar pria yang romantis.

Tidak terasa sudah hampir dua jam nesya menunggu dave disana. Dia bolak-balik mengecek ponselnya namun tidak ada pemberitahuan apapun yang berhubungan dengan dave. No dave pun tidak bisa dihubungi. Nesya mulai sangat resah. Tidak biasanya dave ngaret sampai selama ini. Ada apa sebenarnya ? Dimana dave saat ini.

"Nesya". Seseorang memanggil nesya.

Nesya sontak melihat ke arah orang yang memanggilnya.

"Kak dena".

Nesya berdiri dan berjalan menuju wanita yang bernama dena tersebut.

"Kakak ngapain disini ? Dimana dave ?". Tanya nesya lagi sambil melihat ke arah belakang dena. Dia ingin memastikan dave datang bersama dena apa tidak.

Nesya bingung , seharusnya dave lah yang datang kesini tapi kenapa sekarang yang berdiri didepannya malah kakak dave. Ya, dena adalah kakak dari dave.

Bukannya menjawab pertanyaan nesya, dena malah memeluk nesya sangat erat. Dia juga mengelus punggung nesya seolah sedang terjadi sesuatu yang buruk.

"Apa yang terjadi kak ?". Ucap nesya pelan.

Entah kenapa dia merasa sesuatu yang buruk memang sedang terjadi sekarang.

"Kakak mohon kamu harus kuat nes. Dave....dave....dave kecelakaan". Dengan susah payah akhirnya dena mampu menyelesaikan kata-katanya.

Nesya seketika diam mematung didekapan dena. Dia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Kakak pasti bercanda kan ? Gak mungkin dave kecelakaan. Dave pasti sengaja mau bikin kejutan buat aku kan ? Bener kan kak ?".

Nesya masih saja tidak percaya dengan apa yang dikatakan dena. Namun berbeda dengan matanya, entah sejak kapan matanya berkaca-kaca.

"Sabaar yaa nes". Hanya itu yang bisa dikatakan oleh dena.

Setelah itu hanya tangis nesyalah yang terdengar disana. Siapapun yang mendengar suara tangisan itu pasti akan ikut merasakan kesedihan serta kesakitan yang dirasakannya.

--------------------------------

Nesya sedang berada didepan ruang operasi. Tidak terasa sudah 3 jam lebih dia disana. Seluruh keluarga dave juga ada disana. Nesya hanya bisa menangis. Dia takut kehilangan dave. Dia takut dave tidak bisa bertahan didalam sana. Terlalu banyak mimpi yang ingin diwujudkannya bersama dave.

"Bertahanlah dave, kumohon". Nesya mengulang kalimat itu didalam hatinya. Dia merapalkannya seperti doa. Ya dia sangat berharap dave bertahan untuknya didalam sana.

"Nesya sayaang. Makan dulu ya nak. Kamu belum makan apapun dari tadi kan".

Seorang wanita paruh baya yang notabene adalah ibunya dave mengelus kepala nesya. Nesya memang sudah dekat dengan semua keluarga dave.

"Nesya gak lapar ma. Nesya mau nungguin dave disini".

"Tapi kamu harus makan nak. Dave pasti sedih kalau kamu kayak gini. Percayalah, dave akan baik-baik saja".

Ibu dave masih berusaha untuk membujuk nesya. Dia tau nesya belum makan apapun dari tadi. Nesya bahkan hanya menghabiskan waktunya dengan menangisi keadaan dave didalam sana.

"Nanti aja maa. Nesya mau disini aja". Ucap nesya lemah.

Ibu dave pun memilih untuk diam. Sepertinya nesya benar-benar tidak mau meninggalkan dave walaupun sebentar saja. Nesya sangat mencintai putranya. Dan itu membuat ibu dave yakin untuk menjadikan nesya menantunya.

Semua orang masih setia menunggu dave di luar ruang operasinya. Raut wajah tegang dan kesedihan sangat terlihat jelas di wajah mereka.

"Nesyaaaaaaa".

Seorang wanita paruh baya memanggil nesya. Dia didampingi oleh seorang pria paruh baya disampingnya. Sepertinya pria itu adalah suaminyaa.

"Mamaaaaa". Nesya berlari kearah wanita itu dan langsung memeluknya erat. Wanita itu adalah ibunya nesya. Nesya menangis sesegukan dipelukan ibunya.

"Maaa.. hikss..dave maa..dave didalam sanaa hiks..hiks.".

"Tenanglaah nak. Dave baik-baik saja. Percayalah sama mama".

"Nesya mau ketemu dave ma. Nesya mau bicara sama dave. Nesyaa.........."

Nesya pun tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Dia jatuh pingsan dipelukan ibunya.

"Astagaa nesyaaaa". Semua orang berteriak dan berlari kearah nesya. Mereka lalu membopong nesya dan langsung meminta dokter untuk memeriksanya.

-------------------------------

Nesya membuka matanya perlahan-lahan. Cahaya diruangan itu membuat matanya menjadi sedikit sulit untuk melihat.

"Good morning".

Nesya mendengar suara orang yang sangat dicintainya. Dia pun lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

"Aku disini sayaang".

Nesya menoleh kesamping kanannya. Dia melihat pria yang sangat dicintainya sedang tersenyum manis kearahnya.

"Dave". Ucap nesya pelan.

"Yaa".

"Kamu baik-baik saja ?". Tanya nesya dengan polosnya.

"Menurut kamu ?". Bukannya menjawab dave malah balik bertanya.

"Entahlah. Aku rasa kaki dan kepalamu tidak baik-baik saja".

Nesya melihat kepala dave yang sedikit diperban. Sepertinya perban itu menutupi jahitan dikepala dave. Dia juga melihat kaki dave sepertinya tidak baik-baik saja.

Nesya lalu duduk dan berjalan kearah ranjang yang ditiduri dave.

"Heii tetaplaah disana. Aku takut kamu pingsan lagi".

Dave memperingatkan nesya untuk tetap berbaring diranjangnya. Namun nesya tetaplah nesya yang keras kepala. Dia tidak mendengarkan ucapan dave.

"Aku baik-baik saja dave".

Nesya sudah berdiri didekat dave. Dia lalu memeluk dave dari samping. "Aku merindukanmu".

Dave tersenyum dipelukan nesya. "Aku juga merindukanmu".

"Kamu membuatku takut dave. Aku takut kamu meninggalkanku. Terima kasih telah bertahan untukku".

Mata nesya mulai berkaca-kaca. Dave memegang kedua pipi nesya. Dia menghapus air mata nesya yang mulai menetes dipipi nesya dengan jempolnya.

"Jangan menangis. Maaf telah membuatmu takut".

"Tidak apa-apa. Aku bahagia kamu baik-baik sajaa sekarang". Nesya tersenyum manis.

"Aah iyaa aku punya sesuatu buat kamu".

"Apaa ?". Nesya membulatkan kedua matanya.

"Menggemaskan sekali pacarku ini". Dave muncubit pelan hidung nesya.

Dave lalu mengambil sesuatu dibawah bantalnya. Kotak kecil berwarna merah. Dia lalu membuka kotak kecil tersebut.

"Daveeee". Nesya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Itu cantik sekali". Ucap nesya lagi.

"Will you marry me ?". Dave menatap nesya dengan tatapan penuh cinta. Dia juga mengulurkan cincin yang sangat cantik dan berkilauan.

"Yes, I will". Ucap nesya mantap.

Dave sontak memeluk nesya. Sesekali dia mengecup puncak kepala nesya. "Terima kasih. Aku mencintaimu". Ucap dave lembut.

"Aku juga mencintaimu". Nesya tersenyum bahagia dipelukan dave.

"Hmm dave". Panggil nesya lagi.

"Yaa".

"Apa tidak ada tempat yang lebih bagus lagi untuk melamarku ?"

Nesya melepaskan diri dari pelukan dave kemudian memasang wajah cemberut yang sengaja dibuat-buatnya.

"Maafkan aku sayaang. Sebenarnya tadi malam aku ingin melamarmu di pantai itu. Tapi sayang sekali aku malah kecelakaan". Ucap dave penuh penyesalan.

Nesya lalu tertawa mendengar suara dave yang terdengar sedih. Apalagi raut wajah dave. Ya ampuun, kekasihnya itu menggemaskan sekali dengan tampang menyesalnya itu.

"Kenapa malah tertawa ?". Dave menaikkan sebelah alisnya.

Bukannya langsung menjawab nesya malah mengecup pipi dave sekilas.

"Aku tidak peduli dimanapun kamu melamarku. Yang penting yang melamarku itu adalah kamu. Aku hanya ingin menggodamu saja". Nesya tersenyum lebar kearah dave. Dia juga mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya berbarengan keatas.

"Sudah berani menggodaku heh ?. Awas saja kalau aku nanti sudah sembuh. Aku akan menghukummu sayaang". Dave tersenyum ala devil.

"Kalau begitu cepatlah sembuh". Tantang nesya.

"Kamu mau aku cepat sembuh ?".

Nesya menganggukan kepalanya.

"Give me a kiss". Dave meletakkan jari telunjuknya dibibirnya.

"Astaga. Dasar mesum". Nesya memukul pelan lengan dave.

"Ayo laaah yaang. Aku yakin akan cepat sembuh setelah itu". Dave merengek seperti anak kecil yang meminta permen kepada ibunya.

"Hmmmm". Nesya memasang wajah sok berfikir. Dan itu membuat dave menjadi sangat gemas dengannya.

Dave menarik tangan nesya sehingga nesya menjadi semakin dekat dengannya. Dave lalu mencium nesya tepat dibibirnya. Nesya pun membalas ciuman dave. Mereka menyalurkan apa yang mereka rasakan dengan ciuman itu. Rasa sayang, cinta, rindu, takut dan bahagia.

Dave kemudian menjauhkan bibirnya dari bibir nesya. "Kamu sangat cantik saat pipimu memerah seperti ini" dave mengelus pelan pipi nesya.

"Dave, jangan membuatku malu". Nesya menyembunyikan wajahnya didada dave dengan cara memeluknya. Dia malu sekali sekarang. Bagaimana mungkin dave menciumnya disini, dirumah sakit, dan disaat dave sedang sakit.

"Aku mencintaimu" ucap dave pelan.

Nesya tidak menjawab perkataan dave. Dia mengeratkan pelukannya. Tanpa menjawab pun dave pasti sudah tau kalau dia sangat mencintai dave.

END


 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea