I Love you, not him

Oleh NindyKornelia

Abigail pov

"Finally." Aku menghela napas lega saat menginjakkan kaki didepan rumahku. Rumah orangtuaku lebih tepatnya.

Aku melangkahkan kaki menuju pintu utama rumah diikuti oleh kak Dimas dibelakangku.

Setelah memencet bel berkali-kali, aku mendengar suara langkah kaki dari dalam yang semakin mendekat.

Sepertinya itu mamaku. Karena papa tidak mungkin ada dirumah jam segini.

Ceklek.

"Haii maa." Sapaku sambil nyengir.

"Akhirnya kalian nyampe juga, mama udah was-was dari tadi." Mama memelukku. Kemudian melirik kak Dimas yang diam disampingku sambil tersenyum.

"Halo tante." Sapa kak Dimas. "Maaf kami agak lama dijalan, tadi makan dulu." Kak Dimas salim sama mama.

"Gak papa. Ayo masuk."

Kami mengikuti mama untuk masuk kedalam. Aku duduk di sofa, kak Dimas juga duduk di sebelahku. Sedangkan mama duduk di sofa tepat didepan kami.

"Jadi ini yang namanya Dimas ?" Mama memulai pembicaraan.

"Iya tante. Maaf baru bisa kesini."

Mamaku memang belum pernah bertemu dengan kak Dimas. Tapi aku sudah pernah mengenalkan mereka via telpon.

"Pantas saja abbi jatuh cinta sama kamu. Kamunya ganteng gini." Goda mamaku.

Astaga.

Kupastikan wajahku akan memerah seperti kepiting rebus sekarang.

"Mamaa apaan siih." Ucapku malu-malu.

Sementara mama dan kak Dimas menertawakan sikapku.

"Papa mana maa ?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan yang tadi.

"Papa masih dikantor. Kalian pasti capek kan sekarang ? Istirahat dulu aja yaa. Abbi, kamu anterin Dimas ke kamar tamu ya."

"Oke maa." Aku berdiri dan melirik kak Dimas. "Yuk kak."

Kak Dimas mengikutiku menuju kamar tamu. "Kakak istirahat disini aja." Ucapku.

Dia mengangguk.

"Ya udah aku mau kekamar dulu. Capek. Mau tidur."

Saat mau melangkah kak Dimas memegang lenganku. "Kenapa kak ?" Aku mengerutkan dahiku.

Bukannya menjawab dia malah menarikku hingga posisi kami sekarang berpelukan. Dia memelukku dengan erat.

"Kakak gugup sekali hari ini." Dia berbicara pelan nyaris tidak terdengar.

Aku balas memeluknya, kemudian tersenyum. "Kenapa harus gugup. Mama papa baik kok kak." Ucapku menenangkannya.

"Iyaa. Kakak tauu. Tapi kan ini pertama kalinya kakak bertemu mereka. Semoga saja mama papa kamu gak menolak lamaran kakak nanti."

"Lamaran apaan, orang kakak cuma dateng sendiri." Cibirku.

"Kakak kan mau meminta kamu secara pribadi dulu. Jadi udah gak sabar buat kakak lamar niih ?"

Dia melepaskan pelukannya dan wajahku dengan bodohnya malah memerah karena godaan kak Dimas.

"Iiih apaan siih. Udaah aah. Aku mau istirahat kak."

"Iyaa.iyaa. ya udah sanaa." Usirnya.

"Loh kok kakak malah ngusir siih ?" Aku mengerucutkan bibirku.

CUP.

"Kamu menggemaskan sekali." Ucapnya setelah mengecup bibirku sekilas.

"Gih sana istirahat. Atau kamu memang mau tidur disini heh ?" Kak Dimas memainkan alisnya.

"Dasar mesum !"

Aku lalu meninggalkan kamar yang ditempati kak Dimas. Samar-samar aku dengar dia menertawakanku.

Dasar menyebalkan.

------------------------------

Kami semua, aku, mama, papa dan kak Dimas tengah menikmati makan malam dengan nikmatnya.

Tidak ada kecanggungan sama sekali, namun aku tau kalau kak Dimas sangat gugup.

Walaupun tanggapan mama dan papa masih baik-baik saja saat ini, tapi tetap saja tidak membuat kegugupannya hilang begitu saja.

Sebenarnya aku ingin menertawakannya, tapi aku tidak tega juga. Kasian ntar mukanya tambah pucat.

Selesai makan, papa dan kak Dimas memilih duduk diruang tv. Mereka berdua memilih channel yang menayangkan berita.

Sementara aku membantu mama mencuci piring dan membersihkan meja makan.

Setelah itu baru kami menyusul papa dan kak Dimas diruang tv.

"Maaf sebelumnya om, sebenarnya ada yang mau Dimas omongin." Kak Dimas memulai pembicaraan. Aku yang duduk disebelahnya sontak menoleh kemudian menatapnya dengan tatapan 'kakak yakin ?' yang dijawab anggukan olehnya.

Entah kenapa sekarang malah aku yang jadi gugup banget.

Papa dan mama menatap kearah kami, kearah kak Dimas lebih tepatnya.

Kak Dimas berdeham sebelum mulai "Gini om, Dimas tau kalau abbi baru saja wisuda, hubungan kami juga baru beberapa bulan. Tapi Dimas benar-benar mencintai anak om. Dimas mau meminta izin sama om untuk menikahi abbi. Dimas tidak bisa menjanjikan hal yang muluk-muluk sama om. Yang pasti Dimas akan selalu berusaha untuk membahagiakan abbi."

Papa menatap kak Dimas dengan tatapan yang tidak bisa kubaca sama sekali. Raut wajah papa datar banget. Sedangkan mama menampilkan senyum bahagianya.

Aku dan kak Dimas menunggu jawaban papa sambil harap-harap cemas.

"Kamu yakin mau menikahi putri om ?"

"Yakin om." Kak Dimas menjawabnya tanpa ragu.

Papa menghela napasnya. "Om tidak menyangka kalau abbi sudah dewasa sekarang."

"Om tenang saja, Dimas tidak akan pernah membuat om merasa kehilangan abbi."

"Om terserah abbi saja. Om yakin dia sudah bisa menentukan yang terbaik untuk hidupnya." Papa melirikku diikuti dengan yang lainnya. "Gimana nak ? Kamu mau menikah dengan Dimas ?"

Aku makin gugup saja di tatap oleh 3 pasang mata seperti ini. Aku melirik kak Dimas yang menampilkan raut wajah khawatir.

Aku menghela napas sebelum menjawab. "Aku mau menikah dengan kak Dimas pa."

Aku mendengar kak Dimas dan kedua orangtuaku menghela napas lega.

"Jadi kapan orangtua kamu akan kesini Dim ?"

"InsyaAllah minggu depan om."

"Baguslah kalau begitu berarti tidak ada yang perlu dicemaskan lagi." Ucap papa.

Kami lalu menghabiskan waktu untuk mengobrol bersama sambil menonton salah satu acara televisi yang membuat perut kami sakit karena terlalu banyak tertawa.

Setelah acaranya habis mama sama papa memutuskan untuk tidur duluan.

Tinggallah aku bersama kak Dimas melanjutkan tontonan kami.

"Are you happy ?" Tanya kak Dimas tiba-tiba.

Aku lalu mengambil posisi duduk disampingnya. "I'm very happy !" Aku tersenyum lebar.

"Berjanjilah untuk selalu disamping kakak apapun yang terjadi nanti."

"Iya. Berjanjilah untuk tidak bosan menghadapi sifat menyebalkanku."

"Kamu tidak menyebalkan, tapi menggemaskan." Kak Dimas mencubit hidungku.

"I Love you." Ucapku sambil memeluknya erat.

"I Love you too."

Dia membalas memelukku erat.

Aku tau setelah ini akan banyak hal yang kami lalui, entah itu membahagiakan atau tidak. Yang pasti aku akan tetap selalu disisinya. Karena aku benar-benar telah jatuh cinta kepada seorang Dimas Prasetyo. Pria yang diam-diam telah mencuri seluruh perhatianku dan juga hatiku. Aku bahkan mampu melupakan pria dimasa laluku.

Terimakasih kak Dimas.

Aku Mencintaimu.


-END-




0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea