I Love you, not him

Oleh NindyKornelia

Abigail pov

Dadaku mulai terasa sesak. Memiliki phobia gelap itu menyiksa. Biasanya kalau sedang tidur trus lampu tiba-tiba mati aku pasti akan refleks teriak memanggil mama.

Namun sekarang kondisinya beda. Aku tidak sedang tidur, ditambah lagi aku sedang berada disebuah restoran.

Aneh sekali rasanya melihat restoran yang lumayan mewah seperti ini bisa mengalami mati lampu.

Dan pengunjungnya juga aneh, kenapa aku sama sekali tidak mendengar suara mereka. Seolah mereka menikmati suasana gelap seperti ini.

Ah iya, satu lagi. Kemana perginya Dini dan Mario ? Kenapa tidak ada yang menyahut saat kupanggil namanya. Benar-benar menyebalkan. Awas saja jika keadaan sudah tidak segelap ini.

Tiba-tiba aku mendengar suara denting piano. Setelah itu aku melihat seorang pria sedang memainkan piano tersebut. Cahaya lampu disana sedikit remang-remang sehingga sedikit menyulitkanku untuk melihat wajahnya. Ditambah lagi dengan posisinya yang sedikit menyamping.

Nada-nada yang dimainkannya sungguh indah. Membuat mataku hanya terpaku kearahnya.

Dengarkanlah wanita impianku

Malam ini akan kusampaikan

Janji suci kepadamu dewiku

Dengarkanlah kesungguhan ini

Dia mulai bernyanyi. Suaranya mengingatkanku akan kak Dimas. Entah kenapa suaranya sangat mirip dengan suara kak Dimas. 

Dia menoleh padaku dan melanjutkan lagunya.

Aku ingin mempersuntingmu

Tuk yang pertama dan terakhir

OMG !

Pria itu adalah kak Dimas. Dia bernyanyi untukku ?

Oh tidak. DIA MELAMARKU ?

Jangan menolak dan buatku hancur

Ku tak akan mengulang tuk meminta

Satu keyakinan hatiku ini

Akulah yang terbaik untukmu

Mataku mulai berkaca-kaca . Bukan, aku bukan menangis sedih tapi aku bahagia. Apalagi mendengar kak Dimas menyanyikan lagu Janji suci sambil tersenyum kearahku. Aku jadi ingin berlari untuk memeluknya sekarang.

Aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan kejutan seistimewa ini. Aku bahkan sudah tidak peduli dengan foto sialan yang ditunjukkan Dini tadi.

Kak Dimas menghentikan nyanyian serta permainan pianonya. Dia mulai melangkah kearahku. Semakin dia mendekat debaran jantungku semakin terasa.

Kak Dimas berlutut dihadapanku sambil memperlihatkan cincin berwarna putih yang sangat berkilau.

"Aku tau, aku mempunyai banyak kekurangan. Aku tidak bisa menjanjikan apapun padamu. Tapi yang pasti aku akan selalu berusaha untuk membuatmu bahagia. Abigail chalavi, will you marry me ?."

Air mataku mengalir begitu saja saat ini. Raut wajah kak Dimas terlihat sangat khawatir. Astaga. Sepertinya dia berfikir aku akan menolaknya.

"Of course YES !" Ucapku lantang.

Kak Dimas langsung berdiri dan memelukku. "Terima kasih untuk tidak menolakku". Ucapnya tepat ditelingaku.

"Terima kasih telah melamar gadis menyebalkan sepertiku".

Kak Dimas mengecup puncak kepalaku.

"Sangat menyebalkan !" Ucapnya sambil tertawa. Aku lalu mencubit perutnya. Dia pun lagi-lagi hanya tertawa.

Kak Dimas melepaskan pelukannya. Dia kemudian menghapus sisa air mata dipipiku. Saat dia menunduk dan mendekatkan wajahnya entah kenapa mataku mulai terpejam. Kak Dimas mengecup mata kananku. "Jangan menangis". Ucapnya kemudian dilanjutkan dengan mengecup mata kiriku. "Kamu terlihat sangat jelek saat menangis". Ucapnya lagi.

Bukannya marah dibilang jelek aku malah terkekeh geli.

"Open your eyes". Perintahnya kepadaku. Aku pun membuka mataku kemudian menatap bingung kearah kak Dimas.

"I Love you". Kak Dimas mengelus pelan pipiku.

"Too". Jawabku.

"Astaga kamu merusak suasana sekali. Apa salahnya bilang lengkap-lengkap. Jangan cuma 'too' doang". Kak Dimas terlihat sangat lucu saat ngambek seperti itu.

CUP

"I Love you too". Ucapku setelah mengecup bibirnya sekilas.

"Aaah kakak senang sekali kalau kamu agresif gini". Dia menyeringai kearahku. Sepertinya akan sangat berbahaya jika aku berdua saja dengannya.

Saat kak Dimas kembali mendekatkan wajahnya kearahku, aku lalu pura-pura melihat sekeliling ruangan.

"Kemana orang-orang kak ? Kenapa sepi sekali ?". Ucapku lagi sambil berjalan melewati kak Dimas. Samar-samar aku mendengar kak Dimas menghela napas pasrah. Aku jadi terkikik sendiri membayangkan raut wajah kak Dimas sekarang.

"Mereka semua sudah pergi".

"Pergi ? Kakak mengusir mereka ?". Tanyaku tidak percaya.

"Bukan mengusir. Memang mereka yang ingin pergi". Ucapnya datar.

Mereka yang ingin pergi ? Aneh sekali. Aku pun memutuskan untuk tidak membahas lagi. Lagian apa peduliku dengan mereka. Yang kubutuhkan sekarang kan kak Dimas.

"Jadi kita harus ngapain sekarang ?" Tanyaku lagi.

"Hemm bagaimana kalau ke apartement kakak ?" Tawarnya sambil menaik turunkan kedua alisnya. Ya ampun, ini tidak akan baik sepertinya.

"Aku mau pulang saja". Ucapku sambil menerawang memikirkan apa yang terjadi jika aku ke apartement kak Dimas.

"Memikirkan yang tidak-tidak heh ?".

"Maksudnya ?"

"Disini" dia menyentil dahiku sebelum melanjutkan kalimatnya "tertulis kalau kamu berfikir yang tidak-tidak tentang ajakan kakak ke apartement." Dia tertawa setelah mengatakannya.

"Gak aah ! Ge-er banget sih." Aku melipat kedua tanganku didada.

"Baguslah kalau begitu". Ucapnya lalu menarik tanganku untuk mengikutinya "Ayo pergi sekarang".

"Kemana kak ?". Tanyaku namun tetap mengikuti kak Dimas.

"Ke apartement".

Ya ampun. Aku telah dijebak ternyata. Aku pun pasrah mengikuti kak Dimas. Semoga saja tidak terjadi hal-hal yang diinginkan kak Dimas disana.

Ups !.

------------------------------------

"Tidurlah. Perjalanan kita masih jauh". Kak Dimas mengelus rambutku.

Kami berdua, aku dan kak Dimas sedang berada diperjalanan menuju rumah kedua orang tuaku. Kak Dimas bilang dia ingin memintaku secara pribadi dulu kepada orang tuaku. Setelah itu baru dia akan membawa orang tuanya.

Aku tidak pernah mengira akan dilamar secepat ini. Aku bahkan baru menjalin hubungan dengan kak Dimas. Namun entah kenapa aku juga tidak bisa menolaknya. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepada seorang Dimas Prasetyo.

"Aku tidak ingin tidur kak". Ucapku sambil mengirim pesan kepada Dini kalau aku tidak akan pulang kekos hari ini.

"Kamu pasti capek karena semalam". Kak Dimas tersenyum usil kearahku.

Membicarakan hal semalam tiba-tiba saja membuat pipiku merona. Ya ampun aku malu sekali mengingatnya.

Bagaimana tidak, aku yang sejak perjalanan mewanti-wanti untuk tidak melakukan apapun malah tidak bisa menahan diri saat kak Dimas menempelkan bibirnya ke bibirku.

Dia hanya menempelkannya, dan aku dengan memalukannya malah meminta lebih dari sekedar menempelkannya.

Tentu saja kak Dimas tidak menolaknya, dia bahkan senang sekali bermain-main dengan bibirku. Untungnya kami hanya berciuman saja. Tidak melakukan hal-hal lainnya. Aku masih cukup waras untuk tidak melakukannya. Termasuk dengan kak Dimas.

"Kamu makin cantik saat pipimu memerah seperti itu". Kak Dimas mengelus pipiku.

"Sudahlah kak. Jangan menggodaku terus. Aku malu". Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.

"Kenapa mesti malu. Sebentar lagi kan kita akan menikah". Dia menjawab dengan santainya tanpa memperdulikan wajahku yang pasti sudah seperti kepiting rebus.

"Udaah ah. Aku mau tidur saja". Aku mencari posisi nyaman kemudian memejamkan mataku. Sepertinya tidur lebih baik daripada aku harus bertambah malu didepan kak Dimas.

------------------------------------

"Heii bangunlaah." Aku merasa ada yang menepuk-nepuk pipiku dengan pelan. Dan aku tau pasti orang itu siapa. Siapa lagi kalau bukan kak Dimas.

Bukannya bangun aku malah semakin mencari posisi nyaman untuk melanjutkan tidur. Tapi sepertinya kak Dimas tidak akan membiarkanku melanjutkan tidur.

"Jika saat hitungan ketiga kamu belum bangun juga, jangan salahkan kakak jika kakak menciummu disini". Ucapnya datar.

"Baiklah tuan pemaksa ! Aku bangun ". Aku sontak membuka lebar kedua mataku. Menyebalkan sekali kak Dimas. Dia tau pasti bagaimana cara membuatku bangun.

Bukannya aku tidak ingin kak Dimas menciumku, tapi kondisinya tidak membuatku nyaman untuk melakukannya. Apa kata orang nanti jika melihat kami berciuman didalam mobil.

"Kita dimana kak ?" Ucapku bingung.

Aw.

Kak Dimas menyentil dahiku. Aku sontak mengelus bekas sentilannya. Kak Dimas apa-apaan siih.

"Kamu beneran udah bangun gak sih ?" Kak Dimas terlihat sebal dengan pertanyaanku. "Coba lihat kedepan. Menurut kamu kita dimana ?" Perintahnya kepadaku.

Aku lalu mengikuti perintahnya.

"Ups. Restoran ternyata hehe". Aku menyengir lebar kearah kak Dimas.

"Kamu gak mau nanya sekalian ngapain kita disni ?"

"Sensi banget siih pacar akuuu". Ucapku dengan nada menjijikan.

"Ayok kita keluar kak. Aku lapar." Aku keluar dari mobil kak Dimas kemudian disusul oleh kak Dimas. Kami berjalan beriringan dengan tanganku yang digenggam kak Dimas.

Setelah memilih tempat, kak Dimas memanggil pelayan.

Pelayan itu memberikan buku menu kepada kak Dimas sambil tersenyum yang bisa kuartikan senyum yang ingin membuat kak Dimas terpesona dengannya.

Ditambah lagi dengan pandangannya yang tidak bisa dialihkan dari kak Dimas.

"Astaga. Ganjen banget siih. Udah jelas ada aku disini." Aku hanya mampu menggerutu didalam hati. Kesal sekali rasanya melihat tatapan memuja wanita didepanku ini.

"Kamu mau apa ?" Tanya kak Dimas kepadaku.

"Samain sama kakak aja". Ucapku.

"Mbak, aku mau pesan nasi gorengnya dua sama jus jeruknya dua". Kak Dimas melihat pelayan tersebut.

Namun sepertinya omongan kak Dimas tidak didengar oleh wanita itu. Bukannya mencatat pesanan kak Dimas dia malah menatap kak Dimas seolah kak Dimas adalah makanan yang sangat lezat.

"Ya ampun mbak". Aku berdiri dengan kesal sebelum melanjutkan. "Berhentilah menatap TUNANGAN ku seperti itu." Aku menekankan kata TUNANGAN agar wanita didepanku ini sadar kalau pria yang ditatapnya itu sudah memiliki pasangan.

"Eeh..ehh maaf mbak. Mau pesan apa ?". Tanyanya dengan gugup. Huft dasar ganjen !

"Makanya mbak kalau orang ngomong tu didengerin jangan malah ngeliatin tunangan orang aja." Ucapku dengan kesalnya.

Kak Dimas mengelus pipiku. "Udah sayang. Jangan marah-marah gitu". Ucapnya.

Dia lalu menoleh ke wanita itu dan tersenyum. "Maafkan tunangan saya. Kami pesan nasi goreng dua dan jus jeruknya dua". Ucap kak Dimas lagi.

Wanita itu mencatat pesanan kami "mohon ditunggu pesanannya. Maaf atas ketidaknyamanannya. Permisi mas, mbak." Dia sedikit menunduk lalu meninggalkan kami.

"Lain kali jangan emosian gitu ya sayang". Kak Dimas mengelus kepalaku.

"Dia nyebelin kak". Ucapku membela diri.

"Iya kakak tau. Kakak malah seneng kalau kamu cemburu gitu. Tapi kakak gak mau ngeliat kamu marah-marah ditempat umum seperti ini. Ok"

"Kakak malu ya punya pacar kayak aku." Aku menunduk. Entah kenapa dadaku nyeri sekali mendengar kak Dimas berbicara seperti tadi.

Kak Dimas meraih daguku agar melihat kearahnya. "Heii. Bukan itu maksud kakak. Kakak cuma gak mau orang-orang beranggapan tidak baik sama kamu. Jangan sedih gitu". Lalu kak Dimas mengecup dahiku.

"Maafin aku kak".

"Tidak apa-apa sayang. Udah jangan dibahas lagi."

"Baiklaah. I Love you !" Aku mengecup pipi kak Dimas sekilas.

"Love you more sweetheart."


Bersambung ~


0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea