I Love you, not him

Oleh NindyKornelia

Seorang wanita paruh baya sedang terbaring lemah dirumah sakit. Wanita itu adalah laura, ibu kandung dimas. Dia memiliki penyakit magg akut jadi tidak heran kalo dia sering bolak-balik masuk rumah sakit. Dia sangat berharap dimas segera menikah, karena dia sering kesepian berada dirumah. Pasalnya ayah dimas sering keluar kota untuk menangani bisnisnya yang sudah menyebar ke berbagai kota. Sedangkan dimas lebih memilih tinggal sendiri diapartementnya.

Ceklek.

"Mamii" ucap dimas lembut sambil berjalan kearah ranjang ibunya yang disambut senyum sumringah oleh sang ibu. "Kamu disini sayang". Ucap ibu lemah. Dimas yang melihat kondisi ibunya merasa sangat sedih. Sebagai anak tunggal dimas tau betul bagaimana perasaan ibunya yang sering kesepian dirumah.

"Tentu saja dimas disini mi, maafin dimas mi". Dimas mencium punggung tangan ibunya kemudian disusul dengan mengecup dahi ibunya. Abbi yang baru menyusul dimas pun menyaksikan dengan tersenyum haru. Dia bisa melihat bagaimana sayangnya dimas kepada ibunya. "Ga papa sayang, mami tau kamu sibuk". Ibu dimas mengelus sayang kepala dimas.

"Jadii siapa gadis cantik ini sayang?". Tanya ibu dimas. Dia baru menyadari kalau dimas tidak datang sendiri.

"Kenalin, saya abigail tante. Panggil saja abbi" abbi mencium punggung tangan ibunya dimas. Ibu dimas tersenyum dan menyuruh abbi duduk didekat ranjangnya. "Kamu cantik sekali sayang". Ucapnya.

Ibu dimas senang dengan kedatangan abbi. Abbi memang gampang akrab pada siapapun. Jadi dia sama sekai tidak canggung mengobrol dengan ibu dimas. Apalagi ibu dimas juga bukan tipe orang tua yang bersifat kolot. Akhirnya mereka menghabiskan waktu dengan membahas masalah fashion. Dimas hanya duduk-duduk sambil memperhatikan kedua orang yang disayanginya itu. Didalam hati dimas berdoa agar suatu saat nanti abbi bisa mencintainya.

"Mi, udah malam. Mami istirahat ya. Lagian abbi juga harus pulang". Ucap dimas kepada ibunya. Dia tidak mau kesehatan ibunya menurun lagi. Abbi juga sepertinya sudah mengantuk. Dia tidak tega melihatnya.

"Ya sudah, kamu anter abbi ya sayang. Besok main kesini lagi ya. Mami seneng ngobrol sama abbi". Ucap ibu dimas tulus. Dulu dia ingin sekali punya anak perempuan. Tapi karena bermasalah dengan rahimnya setelah melahirkan dimas, dia harus merelakan rahimnya diangkat. Makanya dia ingin sekali dimas segera menikah. Dan setelah bertemu abbi dia ingin sekali abbi yang menjadi menantunya.

Dimas pun pamit kepada ibunya dengan mengecup sekilas dahi ibunya. Abbi pun mencium punggung tangan ibu dimas dan ikut berpamitan.

Selama diperjalanan pulang kekos abbi. Hanya suasana hening yang menemani mereka. Abbi sepertinya benar-benar lelah hingga akhirnya dia tertidur. Dimas pun tidak tega untuk membangunkan abbi. Jadi dibiarkannya saja abbi hanyut dalam mimpinya. "Bahkan disaat tidurpun, dia masih terlihat sangat cantik" batin dimas. Dan entah dapat keberanian darimana, dimas mengecup dahi abbi sekilas. "I think I'm in love with you, please be mine". Gumamnya pelan.

•••••••••••••••••••••••••

Abbi baru bangun dari tidur lelapnya. Dia menatap heran ke sekelilingnya. "Kok gue udah dikamar aja, perasaan semalem dirumah sakit deh". Abbi berbicara pada dirinya sendiri. Dia mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi semalem. "Ya ampun, semalem kan gue dianterin kak dimas. Jadi yang gendong gue ke kamar siapa ?". Ucapnya lagi.

"Wah wah wah putri tidur kita udah bangun ternyata. Mentang-mentang dianter + DIGENDONG pangeran tampan tidurnya pulas banget. Berasa dinegeri dongeng lo". Cerocos dini kepada abbi.

"Berisik banget lo, masih pagi udah bawel aja. Eh emang beneran kak dimas yang gendong gue ?" tanya abbi dengan keponya. Dia ingin memastikan apakah benar dimas yang menggendongnya.

"Menurut lo ? Ya jelas kak dimas lah. Ga mungkin gue kuat gendong lo sendirian. Inget berat neng". Cibir dini.

"Uuu dasar, bodo ah. Gue ga inget semalem. Kecapekan soalnya. Eh btw sekarang jam berapa ?" Tanya abbi dengan polosnya. Abbi mencari-cari hp nya untuk melihat jam. Dikamarnya memang tidak ada jam dinding. Dia terbiasa menggunakan hpnya untuk melihat tanggal serta waktu.

"Jam 9.40". Dini menjawab singkat.

"WHAT ? mampus gue". Abbi menepok jidatnya habis itu langsung lari kekamar mandi. Dia ingat harus menemui dosen pembimbingnya jam 10.00. Kalau sampai dia telat bisa dipastikan dosen pembimbingnya itu tidak akan berada dikampus lagi. Otomatis dia harus menunggu sampai minggu depan.

Abbi yang notabene mahasiswi semester akhir memang masih mempunyai kendala dengan skripsinya. Pasalnya salah satu dosen pembimbingnya terkenal dengan killernya serta ketelitiannya. Jika dosennya bilang ganti judul itu berarti harus diganti tanpa bisa didiskusikan lagi. Sudah banyak mahasiswa bimbingannya yang telat wisuda karenanya. Da abbi harus ekstra sabar dalam menghadapi dosennya itu. Tidak jarang abbi menerima penolakan saat mau bimbingan. Padahal jadwal bimbingan hanya dijadwalkan satu minggu sekali. Abbi ga bisa ngebayangin kapan akan wisuda kalau dia melewatkan satu kali kesempatan jadwal bimbingannya.

•••••••••••••••••••••••

Suasana kampus terlihat sangat sepi. Mungkin karena masih jam kuliah jadi tidak banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berkeliaran. Abbi terduduk lesu disalah satu bangku panjang yang ada di taman kampusnya. Sesekali dia menyeka air mata yang jatuh dipipinya. Dia sedih karena lagi-lagi dosen killernya menolak judul yang dia ajukan. Padahal dosen pembimbing yang lainnya sudah menyetujui. Dia tidak tau lagi harus gimana. Dia ingin sekali cepat wisuda meninggalkan kampus ini. Apalagi dikampus ini menyisakan banyak kenangan indah yang dilalui abbi bersama seseorang dimasa lalunya. Bukan masalah skripsi saja yang membuat abbi menitikan air matanya. EDO, ya pria itu benar-benar telah melukai hatinya. Dia tidak menyangka edo yang selama ini selalu baik dan berbicara lembut kepadanya bisa sekasar tadi.

Flashback

"Heii do, mau bimbingan juga ?" Abbi menyapa edo yang duduk di bangku panjang yang berada diluar ruangan dosen. Dilihat dari penampilan dan barang bawaannya sangat terlihat kalo edo mau menemui dosen pembimbingnya juga.

"Menurut lo ?" Jawab edo ketus. Abbi kaget dengan jawaban edo. Tidak biasanya edo ketus seperti itu. Dan edo tidak pernah menggunakan kata gue-elo kepada abbi. Bahkan saat pertama kali kenal pun mereka selalu menggunakan aku-kamu.

Abbi sebenernya ingin bertanya lagi kepada edo. Namun sekarang adalah gilirannya untuk bimbingan. "Aku bimbingan dulu ya". Ucap abbi dengan senyum tulusnya. Saat abbi mau masuk keruangan dosen dia mendengar suara edo memanggilnya. "Tunggu, gue punya saran nih buat lo. Kalo judul lo ga diterima lagi mending lo gunain aja diri lo buat ngerayu dosennya. Lagian lo juga udah biasa kan sama cowo-cowo kaya. Gue jadi penasaran sama TARIF lo". Edo menekankan kata tarif kepada abbi.

DEG.

Jantung abbi berdetak dua kali lebih cepat. Dia tidak menyangka edo akan sekasar itu. Gimana bisa edo berfikir dia gadis seperti itu. Dia ingin memaki-maki edo saat itu juga tapi dia juga ingat kalo didalam ada banyak dosen. Dia juga harus bimbingan sekarang. Abbi hanya bisa menghela nafas berat untuk menormalkan jantungnya dan menurunkan emosinya. Sebelum masuk dia melihat kearah edo dan memberikan senyum tulusnya. Ya, dia memutuskan untuk tidak menanggapi omongan edo. Dia tidak mau berurusan lagi dengannya.

Flashback off.

Air mata abbi masih saja mengalir, dia benci menjadi cengeng seperti ini. Entahlah, dari kecil dia memang sudah cengeng. Apalagi dengan fakta bahwa dimanjakan dari kecil makin membuat dirinya tidak bisa menerima perlakuan kasar dari orang lain.

"Gadis cantik sepertimu tidak pantas menangis". Sesorang mengulurkan sapu tangannya didepan wajah abbi. Abbi yang dari tadi menunduk langsung mendongak dan melihat seseorang yang sudah berdiri didepannya. Pria tampan dengan senyum yang mempesona.

"Kakaaak ?". Ucapnya kaget. Dia bingung apa yang dilakukan cowo tampan itu disini.


Bersambung ~


0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea