Abigail POV
Dimas prasetyo, pria tampan dengan tinggi 185cm, kulit putih, hidung mancung, alis tebal dan punya senyum yang mempesona. Ya ampun sepertinya aku mendeskripsikannya terlalu sempurna. Namun itulah kenyataannya. Dia benar-benar sempurna menurutku.
Hari ini kami jalan-jalan ketaman hiburan. Dan entah kenapa pria didepanku ini tidak berhenti tertawa. Apanya yang lucu saat aku mengatakan aku takut dengan boneka-boneka raksasa yang berjalan itu. Baiklah, aku akui mereka itu menggemaskan. Tapi yang namanya takut ya mau diapakan lagi coba.
Aku kesal melihatnya menertawakan ketakutanku. Akhirnya aku pergi meninggalkannya sambil menghentakkan kaki. Aku dengar dia memanggil-manggil namaku. Tapi tidak kuhiraukan sama sekali. Aku berusaha berlari ditengah kerumunan orang. Saat fokus berlari aku merasa seseorang menarik lenganku hingga aku menghadap kebelakang dan menabrak sesuatu yang keras. Emm sepertinya itu dada seseorang daaaan.
DEG.
Kak dimas memelukku. Yaa, seseorang itu adalah kak dimas. Dia memelukku dengan erat seolah takut aku pergi lagi. Samar-samar aku mendengarnya berbicara.
"Jangan marah, kakak hanya bercanda". Ucapnya lembut.
Aku tersenyum dalam pelukannya. Suaranya yang lembut serta pelukannya yang nyaman seolah melenyapkan semua kekesalanku tadi. Dan aku merasa jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya. Astaga, apa yang terjadi denganku. Aku tidak mungkin mencintai kak dimas kan ? Tidak tidak. Ini pasti bukan cinta. Aku hanya terlalu kaget saja saat kak dimas memelukku. Yaah setidaknya aku bisa menghibur diriku dengan kata-kataku barusan.
Bukannya aku tidak mau mencintai kak dimas. Hanya saja aku terlalu takut untuk membuka hati lagi. Setidaknya beberapa kali ditinggalkan begitu saja tanpa penjelasan apapun membuatku takut untuk menjalin hubungan baru.
Lama dipelukan kak dimas membuatku merasa sedikit sesak. Bagaimana tidak, kak dimas memelukku sangat erat. "Em kak dimas, aku susah nafas". Ucapku sedikit menahan nafas. Dan kak dimas langsung melepaskan pelukannya sambil menatapku dengan tatapan yang mampu membuat wanita manapun bertekuk lutut dihadapannya.
"Maafin kakak". Ucapnya sekali lagi. Aku pun langsung memberikan senyum lebarku pertanda aku sudah memaafkannya. Dia mengacak pelan rambutku. Aku sudah tidak bisa menghitung berapa kali kak dimas mengacak rambutku. Aku tidak tau alasannya kenapa. Dulu saat tama melakukan hal itu kepadaku dia bilang itu pertanda dia menyayangiku. Masa iya kak dimas menyayangiku. Aah sudahlah, aku malas memikirkannya sekarang.
"Jadii kita kemana lagi sekarang ?" Ucap kak dimas yang sontak menyadarkanku dari fikiran-fikiran yang tadi mengganggu.
"Bagaimana kalo kita naik itu kak ?". Aku menunjuk ke salah satu wahana ditaman bermain tersebut. Wahana itu seperti sangkar burung raksasa yang bisa dimasuki oleh beberapa orang lalu sangkar burung itu akan berputar. Sepertinya akan menyenangkan bila kami naik itu dan melihat pemandangan dari atas sana.
"Baiklah tuan putri". Ucapnya dengan nada menggoda. Dia memang senang sekali menggodaku. Kak dimas langsung saja menggenggam tanganku dan kami berjalan beriringan layaknya sepasang kekasih. Sejujurnya, setiap kali kak dimas menggandengku aku merasakan aliran darahku mengalir lebih cepat. Entahlah sulit sekali rasanya menjelaskan bagaimana perasaanku. Yang jelas aku nyaman dengan semua perlakuan manis kak dimas. Sangat nyaman malah.
Sekarang kami sedang berada didalam wahana yang seperti sangkar burung tersebut. Dan kami tepat berada dipuncaknya. Aku melihat pemandangan dibawah. Waah ternyata taman bermain ini sungguh ramai. Aku melihat-lihat kesegala arah dan tiba-tiba aku merasa aku melihat sosok tama ditengah kerumunan orang. Sosok itu bersama seorang perempuan cantik yang sepertinya sedang bergelayut manja dilengannya.
"Tama". Gumamku pelan. Aku mencoba terus memandangi sosok itu, namun sangat sulit karena terlalu banyak orang disana. Berbagai pertanyaan mulai muncul dikepalaku. Jadi tama masih dikota ini ? Kenapa dia tidak menghubungiku ? Lalu siapa wanita itu ? Memikirkan hal itu membuatku jadi pusing, ditambah lagi aku sedang berada diketinggian. Dan tanpa kusadari aku ambruk begitu saja, namun sayup-sayup kudengar suara pria memanggilku.
"Abbi". Aku mendengar pria itu menyebut namaku sebelum semuanya terasa gelap.
••••••••••••••••••••••
Aku mengerjapkan mataku mencoba menyesuaikan dengan keadaan sekitar. Sepertinya aku sedang berada didalam mobil. Dan seseorang mengenggam erat tanganku sambil mengelus-ngelus rambut.
"Abbi, kamu udah sadar ?". Ucap nya lembut. Ternyata itu suara kak dimas. Dan yang menggenggam serta mengelus kepalaku juga kak dimas. Aku melihat raut wajah khawatir darinya. Tapi apa yang dikhawatirkannya ? Aku mencoba mengingat-ngingat apa yang terjadi sebelumnya. Astaga, sepertinya aku pingsan tadi. Aku juga ingat kalo aku melihat tama bersama wanita cantik.
"Maafin abbi kak". Ucapku dengan rasa bersalah. Aku sudah menghancurkan acara jalan-jalan kami dan merepotkan kak dimas dengan kejadian pingsannya diriku.
"Tidak apa-apa, lebih baik kamu istirahat. Kakak akan anter kamu pulang".
"Terima kasih kak, tapi dimana yang lainnya ?". Aku heran kenapa aku cuma berdua saja dengan kak dimas. Bukankah kami jalan-jalan berenam hari ini ? Aku mengerutkan dahiku pertanda sedang bingung.
"Mereka akan menyusul kita nanti, kakak menyuruh sopir untuk nganterin mobil kesini karena tidak mau mengganggu kegiatan mereka". Ucapnya lagi. Kak dimas benar-benar pria yang baik.
Kak dimas mulai melajukan mobilnya. Sesuai perintah kak dimas akupun mencoba untuk tidur dan sepertinya berhasil.
Entah sudah berapa lama aku tertidur, aku merasa ada yang mengusap-ngusap pelan pipiku. Mungkin niatnya mencoba membangunkanku. Namun bukannya terbangun aku malah merasa makin nyaman untuk melanjutkan tidurku sampai suara itu terdengar.
"Bangunlah tukang tidur". Ucapnya lembut. Aku membuka pelan mataku dan mengucek-nguceknya pelan. Aku memang punya kebiasan mengucek-ngucek mataku dulu saat terbangun. Aku menoleh kesamping dan melihat kak dimas sedang tersenyum kepadaku. Aku pun membalas senyumannya.
"Kita sudah sampai dikosan kamu". Ucapnya lagi.
"Aah iyaa, aku ketiduran lama sekali kayaknya". Ucapku dengan menunduk malu. Aku bisa melihat kalo kak dimas sedang terkekeh geli melihat tingkahku.
"Ya udah, kalo gitu aku turun dulu kak. Terima kasih buat hari ini". Ucapku sambil tersenyum lebar. Saat akan turun dari mobil, kak dimas menahanku dengan memegang lenganku. Sontak aku melihat bingung kearah kak dimas. Kak dimas memajukan wajahnya kearahku. Aku menegang dengan sendirinya tanpa tau harus berbuat apa. Wajah kak dimas makin dekat dengan wajahku, aku pun reflek menutup mataku.
CUP.
Aku merasakan ada benda kenyal yang menempel didahiku. Ya ampun kak dimas menciumku. Aku kaget sekaligus senang. Aku bisa merasakan kalo pipiku memanas sekarang. Bisa sangat memalukan jika kak dimas mengetahui kalo aku blushing.
"Lupakan dia". Kak dimas mengucapkan dua kata itu dengan pelan namun terlihat ketegasan disana.
••••••••••••••••••••••••••••••
Abbi baru aja sampai di kampusnya. Hari ini dia ada janji dengan pembimbingnya untuk membahas soal skripsi. Sejak tadi pagi abbi terlihat sangat ceria. Apalagi mengingat dimas menciumnya semalam. Astaga, setiap mengingat hal itu pipinya selalu terasa memanas.
Abbi menyadari kalo banyak mahasiswa yang memandang seolah melecehkan dirinya. Dia bingung, apa yang salah dengannya. Sontak diapun memeriksa pakaiannya, sepatu yang dipakai hingga riasan tipis yang diaplikasikan diwajahnya.
"Perasaan ga ada yang salah sama gue". Batinnya.
Abbi mencoba mengabaikan orang-orang tersebut. Dia memutuskan untuk mencari dini terlebih dahulu. Dia berfikir mungkin dini tau apa yang beda dengan dirinya.
Saat sedang mencari dini dia tidak sengaja mendengar obrolan sekumpulan mahasiswi yang sedang bergosip.
"Bukankah gadis itu yang bernama abigail ?". Ucap gadis berambut pendek sebahu.
"Yaa, itu dia. Tidak sangka kalo ternyata dia suka main dengan pria-pria kaya". Ucap gadis cantik berambut panjang.
"Jangan-jangan dia juga main sama om-om hidung belang". Kata gadis yang lainnya.
"Ciih, pantas saja edo meninggalkannya, dasar tidak tau malu". Terdengar lagi dari gadis yang lain.
Abbi yang mendengarnya langsung meninggalkan tempat tersebut dengan muka merah padam menahan amarah. Dia tidak sanggup mendengar lebih lanjut lagi.
"Brengsek, siapa yang menyebarkan gosip murahan seperti itu". Umpatnya.
Bersambung ~
I Love you, not him
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 7
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment