Sasha pov
Matahari bersinar dengan cerah pada pagi ini. Aku sedang merias wajahku dengan riasan tipis. Tidak ingin terlihat menor.
"Buuun. Sepatu Bimbim dimana ?" Bimo masuk kekamarku. Dia sudah menggunakan pakaian lengkap ke sekolah. Rambutnya juga sudah disisir dengan rapi.
"Di rak sepatu gak ada Bim ?" Tanyaku sembari menambahkan lipstick berwarna pink di bibirku.
"Gak ada Bun. Bimbim udah liat." Dia duduk di atas kasurku. Mengambil ponsel di nakas lalu memainkannya.
"Yakin udah Bimbim cari ?" Aku menoleh ke arahnya.
Bimo mengerutkan dahinya, menatapku lama lalu menganggukkan kepalanya.
Aku keluar kamar, mencoba mencari sepatu Bimo di rak. Aku tidak percaya dia sudah mencarinya.
Dan benar saja, aku menemukan sepatu Bimo di rak tempat sepatu. Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum. Anakku ini memang tidak berubah. Malas sekali mengambil sepatunya sendiri.
Aku kembali kekamar membawa sepatu Bimo.
"Ini apa Bim ? Bunda nemuin di rak sepatu lho." Aku mengangkat sepasang sepatu Bimo. Menunjukkan kepada Bimo.
Bimo menoleh lalu memberikan cengiran khasnya. "Bimbim gak liat berarti bun." Ucapnya sambil terkekeh ringan.
"Gak liat apa gak nyari ?" Tanyaku.
Bimo tertawa pelan. Aku lalu memasangkan sepatu Bimo di kakinya. "Hp bunda jangan buat main terus dong Bim. Nanti habis batreinya." Tegurku.
Sejak di ajarkan Bima bermain game angry bird di ponselnya Bima. Bimo menjadi sangat ketagihan. Dia bahkan memaksaku untuk mendownload game tersebut.
"Bentar aja bun. Nanti di sekolah Bimbim kan gak bisa main lagi."
Ada saja jawabannya. Aku menghela napas lalu beranjak untuk memasukkan barang-barang yang biasa aku bawa ke dalam tas.
Suara klakson mobil dari luar langsung menghentikan aktifitas Bimo bermain game.
"Ayah udah dateng bun." Ucapnya sembari berlari keluar. Dia meninggalkan ponselku di atas kasur begitu saja. Dia bahkan tidak menutup aplikasi gamenya.
Aku keluar dari kamar, mengambil sendal santai dengan hak setinggi 5cm lalu memakainya. Lalu melangkah ke ruang tamu.
Disana sudah ada Bimo yang duduk dipangkuan Bima. Kalau sudah bersama Bima, Bimo terlihat sangat manja. Duduk sendiri saja tidak mau. Katanya, dia suka dipangku ayahnya.
"Hei, sudah siap ?" Sapa Bima.
"Udah. Mau berangkat sekarang ?" Tanyaku.
"Iya. Ayok."
Aku mengikuti Bima berjalan keluar. Sejak pernyataan cintanya seminggu yang lalu, kami menjadi sangat dekat. Dia selalu menyempatkan untuk mengantar Bimo kesekolah, serta mengantarkanku ke toko.
Bima menempatkan Bimo dikursi belakang, lalu membukakan pintu di samping kemudi untukku.
"Silahkan masuk tuan putri." Godanya.
"Menggelikan sekali Bim."
Dia tertawa pelan. "Kamu merusak suasana aja." Ucapnya lalu menutup pintu mobil di sampingku.
"Bimbim mau sarapan apa nak?" Tanya Bima setelah duduk di bangku kemudi. Dia menoleh ke belakang.
Hari ini kami memang ingin sarapan di luar. Bimo bilang bosan tiap hari sarapan nasi goreng dirumah. Ya mau gimana lagi, nasi goreng yang paling gampang dan cepat dibuat menurutku.
"Bimbim mau bubur ayam di kantin sekolah yah."
"Oke jagoan."
***
"Ayah sama Bunda pergi dulu. Bimbim belajar yang bener. Gak boleh nakal. Harus dengerin apa kata Ibu guru. Oke ?" Bima mengelus kepala Bimo sembari memberinya nasehat.
"Oke ayah!" Seru Bimo bersemangat.
"Bagus. Itu baru jagoan ayah. Nanti ayah jemput."
Bimo menganggukan kepalanya lalu berlari memasuki ruangan kelasnya. Tadi selesai sarapan dikantin sekolahnya Bimo, dia langsung ingin masuk ke kelas.
"Daaah ayaaaah. Daaah Bundaaaa." Bimo melambaikan tangannya dari pintu ruang kelas. Kami balas melambaikan tangan.
Setelah itu, kami melangkah keluar menuju parkiran. Bima kembali membukakan pintu mobil untukku.
"Mau langsung ke toko ?"
"Iya." Ucapku sambil mengangguk.
"Baiklah."
Bima melajukan mobilnya menuju toko kueku. Dia melajukannya dengan sedikit pelan. Tidak seperti biasanya.
"Bim, kalo sepelan ini kapan nyampenya ?" Protesku.
"Kamu kenapa tokonya deket banget sih sama sekolah Bimbim. Aku kan masih pengen lama-lama berduaannya." Gerutunya.
Aku mengernyitkan dahi. "Kamu kayak ABG aja deh."
"Biarin. Yang penting aku sayang kamu." Ucapnya datar.
Aku senyum-senyum sendiri mendengar jawabannya. Seminggu menjalin hubungan aku mulai mengetahui sedikit demi sedikit sifat Bima. Aku tau sekarang darimana Bimo mendapat sifat manjanya.
Bima sangat manja jika sedang berduaan denganku. Tidak jarang juga dia bertingkah seperti anak kecil seperti saat sekarang ini.
"Gak usah senyum-senyum." Ucapnya.
Aku malah semakin tersenyum lebar. Menoleh ke arahnya lalu memberanikan diri untuk mengecup pipinya sekilas.
Cup.
"Jangan bete gitu dong. Nanti gantengnya kamu ilang." Ucapku setelah mengecup pipinya sekilas.
Dia menoleh sambil tersenyum sumringah. "Ini aku gak di cium juga ?" Dia menunjuk bibirnya sambil tersenyum jahil.
"Mesum !" Aku memukul bahunya dengan pelan. Lalu kami tertawa bersama.
Tidak butuh waktu lama, sekarang mobil Bima udah berhenti tepat di depan tokoku. Aku membuka sabuk pengaman dan berniat untuk turun.
"Sha." Panggil Bima.
"Ya ?" Ucapku sembari menoleh ke arahnya.
"Nanti siang mau gak makan siang bareng sahabat aku ?"
Aku mengerutkan dahi. "Ada acara apa emang ?"
"Gak ada sih. Mereka pengen kenalan sama kamu terus ketemu sama Bimbim."
"Mereka tau tentang kita ?" Tanyaku memastikan apakah sahabat Bima tau tentang masalalu kami apa tidak.
Bima mengangguk.
"Emang gak papa ?"
"Gak papa Sha. Mau ya ?" Pintanya.
Aku tersenyum lalu menganggukan kepalaku. "Baiklah."
"Oke. Nanti siang aku jemput."
Aku menganggukkan kepala lalu berniay membuka pintu mobil. Namun lagi-lagi suara Bima menghentikannya.
"Sha."
"Apalagi Bim ?"
Dia tidak menjawab namun mencondongkan tubuhnya ke arahku. Lalu mengecup bibirku sekilas.
"Morning kiss." Ucapnya sambil tersenyum lebar.
Aku sontak merona. "Dasar mesum." Ucapku. Namun tidak berani menatap mata Bima.
Aku keluar dari mobil Bima lalu menutupnya. Bima menurunkan kaca mobilnya.
"Hati-hati dijalan Bim." Ucapku sambil melambaikan tangan.
Bima mengangguk sambil tersenyum. Lalu melajukan mobilnya. Meninggalkanku di toko dengan senyum bahagia yang terukir di bibirku.
***
Bima pov
Aku memeriksa berkas-berkas dikantor dengan semangat sekali. Sesekali aku tersenyum bego mengingat kedekatanku dengan Sasha selama seminggu terakhir.
"Anak mama bahagia sekali sepertinya."
Aku menoleh mendapati mama memasuki ruanganku dengan senyum jahil terukir di bibirnya.
"Lho mama, kok mama disini sih ?" Aku berdiri, mencium pipi mama lalu membawanya duduk di sofa yang ada diruanganku.
"Memangnya gak boleh orangtua nyamperin anaknya sendiri ?" Mama menjewer telingaku.
Aku tertawa pelan. "Mama kejam banget sih."
"Mama mau nagih janji kamu."
"Janji ? Janji apa ma ?" Aku mengerutkan dahi.
"Kamu janji mau ngenalin pacar kamu kan sama mama ?"
Aku berfikir, mencoba mengingat-ngingat. Dan akhirnya aku ingat. Aku pernah janji waktu mama masuk rumah sakit. Aku gak tau kalau mama akan menagihnya secepat ini.
"Sabar dulu dong ma. Dia baru nerima Bima seminggu yang lalu. Masa langsung dikenalin ke mama. Ntar dia takut lagi."
Mama memukul bahuku pelan. "Memangnya mama ini menyeramkan sampe dia takut segala."
Aku tertawa lagi. Kali ini lebih kencang. "Bima gak bilang gitu ma. Ntar aja ya ma, Bima omongin dulu sama dia. Mama tenang aja, Bima pasti kenalin ke mama kok."
"Beneran ya Bim ? Jangan lama-lama tapi. Mama udah gak sabar."
"Iya ma iyaa."
"Ya udah kalau gitu, mama mau ke mall dulu. Udah lama gak shopping."
"Lho, mama cuma mau bilang gitu aja ? Kenapa gak dirumah aja sih ma."
"Ya gak papa dong. Udah aah. Dah sayang." Mama mengecup pipiku sekilas lalu melangkah keluar. Meninggalkanku yang masih kebingungan dengan sikap mama.
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Mama memang ada-ada saja. Aku kembali duduk di kursi kebesaranku di ruangan ini.
Ponselku berdering, aku melirik siapa yang menelpon lalu mengangkatnya.
"Ya Roy." Ucapku pada si penelpon yang bernama Roy, sahabatku.
"Jadi makan siang bareng kan ? Gue sama Dika udah otw nih. Kita tunggu di restoran biasa ya."
Aku melirik jam di pergelangan tanganku. "Oke. 20 menit lagi gue sampe. Gue mau jemput Sasha dulu."
"Oke bro. Bye."
Sambungan telepon terputus. Aku langsung mengambil kunci mobil dan melangkah keluar. Sebelumnya aku mengabari sekretarisku dulu, aku mungkin akan telat kekantor setelah jam makan siang.
Perjalan ke toko Sasha bisa ku tempuh dengan cepat. Beruntunglah siang ini tidak terlalu macet. Aku memakirkan mobil di depan toko Sasha. Lalu keluar dari mobil dan melangkah ke dalam toko.
"Hei." Sapaku saat Sasha menoleh ke arahku.
"Hei." Balasnya.
"Bimbim mana ?" Tanyaku, aku memang tidak sempat menjemput Bimo tadi. Jadi Sashalah yang menjemputnya.
"Biiiiiim, ada ayah nii." Sasha berteriak memanggil Bimo.
Terdengar suara langkah kaki dalam, ternyata Bimo yang berlari dengan memegang rubrik barunya.
"Ayaah." Panggilnya.
"Hei jagoan." Aku menggendongnya lalu mencium puncak kepalanya.
Aku menoleh ke arah Sasha. "Udah selesai kan ? Berangkat sekarang yuk. Sahabat aku udah nungguin."
Sasha mengangguk, lalu mengambil barang-barang yang akan di bawanya. Setelah itu kami berangkat menuju restoran dimana Roy dan Dika sedang menungguku.
Sesampainya di restoran, aku menggendong Bimo. Sedangkan Sasha berjalan di sampingku. Aku sengaja menggandeng tangan Sasha.
"Itu mereka." Aku memberitahu Sasha dimana kedua curut itu duduk.
Sasha sontak menggenggam tanganku dengan keras. Aku menoleh dan mendapati wajahnya yang terlihat sangat gugup.
Aku berbisik di telinganya. "Gak papa sayang. Jangan tegang gitu. Mereka baik kok." Ucapku menenangkan.
"Kamu manggil aku apa ?"
"Apa ?" Aku mengerutkan dahi.
"Kamu barusan manggil aku apa ?"
Aku tersenyum. "Sayang. Kamu kan sayangnya aku.
Sasha mengalihkan tatapannya, mungkin ingin menyembunyikan rona merah di pipinya. Namun beruntungnya aku sempat melihat rona merah itu sebelum disembunyikan.
"Hei bro. Beda banget aura lo." Ucap Roy saat aku sudah berada di meja yang mereka pilih.
"Ayah. Om itu siapa ?" Tanya Bimo kepadaku.
"Om ini sahabatnya ayah sayang. Kenalin itu Om Roy." Aku menunjuk Roy. "Dan itu Om Dika." Aku menunjuk Dika.
"Halo om, nama aku Bimbim." Bimo memperkenalkan dirinya.
"Halo jagoan, sini duduk deket Om." Roy menawarkan kursi di sebelahnya yang langsung di setujui oleh Bimo. Aku menurunkannya dari gendonganku.
"Om berdua punya hadiah buat Bimbim." Sahut Dika.
"Apa Om ?"
"Ini." Dika memberikan mainan helikopter yang bisa diterbangkan menggunakan remote controlnya.
"Ini buat Bimbim Om ? Asyiiik. Bimbim punya mainan baru." Bimo berteriak senang. Matanya berbinar menerima hadiah dari Dika dan Roy.
"Bim, bilang apa sama Omnya ?" Tegur Sasha.
"Makasih Om Roy, makasih Om Dika." Bimo memberikan senyum lebarnya.
"Sama-sama jagoan."
"Oh ya Dik, Roy. Kenalin ini Sasha. Calon istri gue."
"Aduh ! Kok kaki aku di injek sih yang !" Aku menoleh ke arah Sasha. Dia memelototkan matanya. Mungkin tidak terima aku kenalkan sebagai calon istri.
"Halo Sha. Gue Dika." Dika mengulurkan tangannya yang disambut oleh Sasha.
"Sasha."
"Hei Sha, gue Roy." Sekarang giliran Roy yang mengulurkan tangannya. Sasha juga membalas uluran tangannya.
"Sasha."
"Roy, jangan lama-lama megang tangannya." Aku mendengus.
Roy dan yang lainnya tertawa, kecuali Bimo. Tentu saja karena dia tidak mengerti.
"Posesif heh ?" Goda Roy yang kuabaikan begitu saja.
Kami memesan makanan, lalu menyantapnya sambil sesekali mengobrol ringan.
Sasha terlihat lebih santai sekarang, tidak setegang saat pertama kali datang. Dia bisa mengimbangi obrolan kami, bahkan menimpali candaan Roy yang menurutku garing sekali.
"Jadi kapan kalian menikah ?" Tanya Dika.
"Uhuk.uhuk."
Aku memberikan segelas air kepada Sasha yang tersedak karena pertanyaan Dika barusan. "Hati-hati dong sayang makannya." Aku mengelus punggung Sasha.
"Sumpah Bim. Geli gue ngeliat lo sok romantis gitu." Ujar Roy.
"Sirik aja lo. Oh iya lo kan jomblo."
"Kamvret lo !"
"Om, Kamvret itu apa ?" Tanya Bimo dengan polos.
Astaga, aku lupa kalau ada Bimo bersama kami. Aku menatap tajam ke arah Roy. Mengumpat dalam hati karena telah mengeluarkan kata kasar di depan Bimo.
"Hm...itu...hm..." Roy berbicara terbata-bata.
"Sayang, kata itu gak boleh di ucapin anak kecil. Gak sopan. Oke ?" Sasha menjelaskan. Bimo mengangguk tanda mengerti.
"Jaga omongan lo Roy." Ancamku.
"Sorry. Gue keceplosan." Dia nyengir sembari mengangkat tangannya menjadi tanda peace.
"Pertanyaan gue kapan di jawab ?" Ujar Dika.
"Secepatnya dong. Lo doain aja pokoknya." Ucapku.
Setelah itu kami kembali mengobrol dan bercanda dengan santai. Entah berapa lama waktu yang kami habiskan. Kami larut dalam suasana siang itu.
Hingga suara seorang wanita menghentikan obrolan kami.
"Lho, Bima ?"
Aku menoleh dan mendapati seorang wanita yang berpakaian cukup sexy berdiri di belakangku. Aku sontak berdiri dan menyapanya.
"Hei Tania." Sapaku.
Aku mengenal wanita ini, dan aku harap dia tidak berbicara banyak saat Sasha bersamaku.
"Kemana aja kamu ? Aku kangen tau." Dia mencium pipi kiri dan pipi kananku.
Aku kaget, lalu menatap Sasha yang nampak marah. Dia menaikkan sebelah alisnya.
"Eh. Aku sibuk kerja."
"Kamu mah selalu gitu. Udah bosen ya sama aku ?" Dia memberengut manja.
Ponsel Tania berdering, dia mengangkatnya dan berbicara dengan si penelpon.
"Bim, aku pergi dulu ya. Ada janji sama temen. Kapan-kapan ketemu lagi. Oke ?" Dia mengecup kembali pipiku sekilas lalu melangkah meninggalkanku.
Aku menghela napas lega.
Lalu kembali menoleh ke arah Sasha.
Deg.
Mati aku !
Dia terlihat sangat marah.
Bersambung ~
My Lovely Son
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 16
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment