Sasha pov
Minggu yang cerah.
Aku memegang perutku yang mulas. Namun tidak bisa mengeluarkan apapun. Ini hanya efek gugup karena hari ini aku akan berkunjung ke rumah orangtua Bima untuk pertama kalinya.
Dari semalam aku sudah tidak bisa tidur. Fikiranku dipenuhi dengan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.
Bagaimana jika orangtua Bima menolak kedatangan kami ?
Bagaimana jika orangtua Bima menghinaku karena aku tidak bisa menjaga milikku yang paling berharga ?
Bagaimana jika orangtua Bima menganggapku sebagai wanita murahan ?
Bagaimana jika orangtua Bima tidak mau mengakui Bimo sebagai cucu mereka ?
Itu baru sebagian pertanyaan yang terlintas difikiranku semalam. Yang membuatku ingin membatalkan pertemuan hari ini.
Aku menghela napas. Berharap gugup ini sedikit berkurang.
"Bunda, bunda kenapa ?" Bimo melangkah masuk ke kamarku. Dia sudah rapi dan tampan sekali dengan perpaduan pakaian yang digunakannya.
Tentu saja aku yang mendandaninya sebelum aku mendandani diri sendiri.
"Bunda gak papa. Sini, duduk dekat bunda." Aku menepuk sisi kasur yang aku duduki.
Bimo menurut. Dia duduk dan mendongak. "Bunda sakit ya ?" Tanyanya.
Aku menggeleng. "Bunda hanya gugup sayang." Aku merangkul Bimo dan membawanya ke pelukanku.
"Bim, Bimbim udah siap ketemu Oma sama Opa kan ?" Tanyaku seraya mengelus kepalanya dengan sayang.
Bimo mengangguk. "Oma sama Opa gak galak kan Bun ?"
Aku tersenyum. "Gak sayang. Oma sama Opa baik dan penyayang." Ucapku berbohong. Aku tidak tahu harus menjawab apa.
Suara bel berbunyi. Bimo sontak berlari untuk membukakan pintu. Aku juga langsung mengambil tas kecil dan melangkah keluar.
"Kalian sudah siap ?" Tanya Bima. Dia duduk di sofa dengan Bimo berada dipangkuannya. Seperti biasa.
Aku mengangguk.
"Ayo berangkat." Dia berdiri. Menggandeng Bimo di tangan kanannya lalu melangkah keluar.
Aku mengikuti Bima dibelakangnya.
Sepanjang perjalan, Bimo berceloteh menanyakan tentang Oma dan Opanya. Dia terlihat antusias untuk bertemu dengan mereka. Berbeda sekali denganku yang justru sangat gugup.
Aku menoleh ke arah Bima yang tiba-tiba menggenggam tangan kananku. Dia mengelusnya sambil tersenyum tipis.
"Gugup ?" Tanyanya.
Aku mengangguk. "Banget."
"It's okay baby. Mereka akan sangat menyukaimu."
Aku tersenyum.
Tiga puluh menit kemudian, kami sampai di kediaman orangtua Bima. Rumahnya tergolong besar dan sangat asri. Halamannya juga sangat luas. Aku yakin Bimo akan senang bermain di sini.
"Yaah. Ini rumah Oma dan Opa ?" Tanya Bimo sambil memandang takjub.
"Iya sayang. Ayo keluar. Mereka sudah menunggu kita."
Kami bertiga keluar dari mobil. Lalu melangkah menuju pintu utama rumah ini. Debaran jantungku makin menjadi-jadi. Aku berkeringat. Padahal tidak panas sama sekali.
Bima memencet bel. Suara kaki terdengar dari dalam mendekati pintu.
Ceklek.
Pintu terbuka. Senyum merekah Renata lah yang pertama kali menyambut kami.
"Bimbiiiiiiim."
"Aunty Renaaaaaaa." Bimo berteriak histeris. Dia memang sudah lumayan akrab dengan Renata.
"Tampan sekali ponakan aunty."
"Iya dong aunty." Bimo menepuk dadanya pelan. Membanggakan ketampanannya.
"Hei kak Sasha. Ayo masuk. Mama udah nunggu di dalam." Renata menyapaku.
Aku mengangguk seraya tersenyum, lalu mengikuti Renata yang menggandeng tangan Bimo untuk masuk ke dalam.
Bima melingkarkan tangannya di pinggangku. "Jangan tegang begitu sayang. Rileks. Okay ?" Bisiknya.
"Maaa, kak Bima udah dateng niih." Renata berteriak memanggil mamanya.
Setelah itu dari arah dapur keluar seorang wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik walaupun usianya tidak muda lagi. Dia langsung memberikan senyum ramahnya.
"Waah kalian udah pada dateng ya. Jadi mana cucu Oma ?" Ucapnya antusias.
"Disinii maa." Jawab Renata sambil mengangkat tangan Bimo.
Mama Bima mendekat lalu berjongkok mensejajarkan tingginya dengan Bimo. "Halo sayang. Mau peluk Oma ?" Tanyanya dengan senyum yang masih terukir di bibirnya.
Bimo mengangguk. Lalu memeluk mama Bima. Dia belum berbicara sama sekali. Mungkin masih bingung. Apalagi ini pertama kalinya dia mengetahui dia memiliki Oma.
"Siapa nama cucu Oma ?" Mama Bima memancing Bimo untuk berbicara.
"Bimo Oma. Ayah sama Bunda manggilnya Bimbim."
"Bagus sekali namanya. Bimbim udah sarapan ?"
Bimo menggeleng. "Belum. Ayah bilang nanti sarapan dirumah Oma sama Opa." Jawab Bimo. Dia sudah mulai terlihat nyaman.
"Anak pintar. Sini Oma cium dulu." Mama Bima menciumi pipi tembem Bimo.
"Maa. Kenalin ini Sasha."
Aku mendekati Mama Bima lalu menyalaminya dengan sopan. "Sasha tante." Ucapku. Memperkenalkan diri.
Mama Bima mengulurkan tangannya memegang pipiku. Dia tersenyum. Namun matanya berkaca-kaca. Aku jadi salah tingkah.
"Kamu cantik sekali sayaang. Jangan panggil tante ya, panggil mama aja. Mulai sekarang kamu anak mama juga." Ucapnya tegas.
Mataku memanas. Tidak menyangka akan diperlakukan seperti ini. Aku jadi ingat almarhumah mamaku. Aku merindukan mama.
"Kemarilah. Peluk mama." Ucapnya.
Aku sontak menghambur ke pelukannya. Mencari kenyamanan disana. Dan pecahlah tangisku. Bukan tangis sedih. Sungguh. Aku hanya merasa terharu sekali.
"Terimakasih ma, udah menerima Sasha dan juga Bimo." Ucapku dipelukannya.
"Sama-sama sayang. Mama senang sekali bertemu kalian."
"EHEM."
Suara deheman seseorang mengagetkanku. Aku sontak melepaskan diri dari pelukan mama. Lalu menoleh ke arah suara deheman itu berasal.
Disana, tepat diundakan tangga pertama berdiri seorang pria paruh baya. Dia terlihat sangat tegas dan sedikit...menakutkan.
Bimo beringsut mendekatiku. Berdiri dibelakangku sambil mencengkram bajuku dengan erat.
"Jadi dimana cucu Opa yang tampan ?" Ucapnya sambil tersenyum.
Bimo melangkah dengan takut-takut. Lalu menyalami papa Bima dengan sopan.
"Ha...ha...lo Opa." Ucap Bimo dengan gugup.
Papa Bima terkekeh pelan. Lalu membawa Bimo ke gendongannya.
"Jangan takut. Opa gak makan manusia kok." Candanya.
Bimo menatap papa Bima. "Opa pake kumis." Dia memegang kumis papa Bima yang mulai tumbuh.
"Siapa nama cucu Opa ?"
"Bimo Opa. Ayah sama Bunda manggilnya Bimbim."
"Bimbim tampan sekali seperti Opa."
Bimo tertawa."Tapi Bimbim lebih tampan. Opa sudah tua." ucapnya sambil tertawa.
Kami semua sontak tertawa mendengarnya.
Setelah itu, aku mendekat mendekati papa Bima. Lalu menyalaminya dengan sopan sebelum memperkenalkan diri.
"Sasha, Om."
Dia tersenyum. Lalu mengelus kepalaku. "Panggil papa saja. Terimakasih telah memberikan kami kesempatan bertemu Bimbim." Ucapnya tulus.
Aku menggeleng. "Sasha yang harusnya terimakasih. Mama sama papa udah mau menerima kami."
"Kamu wanita yang hebat. Bima beruntung memiliki kamu."
Aku tersenyum tipis.
"Sudah. Sudah. Ayo kita makan. Cucu oma sudah lapar kan ?"
Bimo mengangguk antusias. Meminta turun dari gendongan Opanya lalu berlari menuju Omanya.
Setelah itu kami beranjak menuju meja makan.
Terimakasih Tuhan. Untuk berkah yang luar biasa ini, batinku.
***
Bima pov
Aku tersenyum bahagia melihat pemandangan yang kulihat.
Bimo sedang berada dipangkuan Opanya. Dia berceloteh tentang mainan, teman-teman disekolah dan juga tentang toko kue milik Sasha yang ditanggapi antusias oleh papaku.
Sedangkan Sasha. Dia sedang berada di dapur sekarang. Membantu membersihkan meja makan serta mencuci piring yang kotor.
Menantu idaman sekali bagi mamaku.
Aku melangkah mendekati Bimo dan Papa. Memilih duduk di kursi yang bersebrangan dengan mereka.
"Opa. Bimbim kebelet pipis." Ucapnya.
"Pipis ? Sana. Pergilah kekamar mandi. Kamar mandinya diujung sana." Papaku menunjuk ke arah kamar mandi berada. "Bimbim bisa sendiri kan ?"
Bimo mengangguk. "Bisa Opa." Ucapnya lalu berlari menuju kamar mandi.
Sekarang tinggal aku berdua saja dengan papa.
"Pa, terimakasih udah menerima mereka. Bima minta maaf udah ngecewain papa."
Papa menatapku lalu tersenyum.
"Papa bangga sama kamu sekarang. Jaga mereka. Dan bahagiakanlah."
"Tentu pa. Papa gak marah lagi sama Bima ?" Tanyaku ragu-ragu.
Papa menggeleng. "Awalnya iya. Papa tidak menyangka kamu akan melakukan kesalahan seperti itu. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Papa harap kamu bisa lebih bertanggung jawab untuk ke depannya."
Aku mengangguk. Lalu berdiri menghampiri papa. Memeluknya sembari mengucapkan kata terimakasih.
Bersambung ~
My Lovely Son
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 20
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment