Bima pov
"Sayaang. Udah selesai belum ?" Tanyaku sedikit berteriak.
"Sebentar lagii." Jawab Sasha dengan berteriak juga.
Aku sedang berada di sofa ruang tamu Sasha. Menungguinya keluar dari kamar sejak satu jam yang lalu. Aku heran dengan kebiasaan wanita yang satu ini.
Kenapa dandan saja mesti lama sih ?
Malam ini, aku akan menghadiri acara pernikahan salah satu kolega bisnisku. Dan aku membawa Sasha sebagai pasangan.
Sementara Bimo sudah kami ungsikan kerumah orangtuaku yang ditanggapi dengan lompat-lompat bahagia olehnya.
Sejak bertemu sebulan yang lalu, jagoanku itu selalu merengek tiap weekend untuk dibawa kerumah Oma dan Opanya. Dia memang senang sekali berada disana. Bagaimana tidak, dia sangat dimanjakan oleh mamaku, papaku dan juga Renata.
"Aku udah selesai. Ayo berangkat."
Aku menoleh, mendapati Sasha terlihat sangat cantik dibalut gaun malam nan sexy.
Aku menaikkan sebelah alisku. "Kamu harus banget pake baju gitu ?" Tanyaku tidak suka.
"Iya. Memang kenapa ? Gak cantik ya ?"
Aku menggeleng. "Cantik kok. Tapi aku gak suka."
"Kenapa ? Aku suka kok."
Aku mendekati Sasha. Berdiri tepat di depannya. Lalu menelusuri pundaknya yang hanya tertutupi tali kecil dengan jari telunjukku.
"Aku gak suka orang-orang menikmati pemandangan seindah ini." Ucapku.
Dia merona. Makin menambah kecantikannya.
"Lebay ih." Ucapnya seraya mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Ganti ya sayang yaa." Bujukku.
Dia menggeleng. "Aku suka gaun ini. Udah lama banget gak pake gaun kayak gini. Lagian kan nanti aku sama kamu terus. Jadi ada yang jagain. Sekali iniiiiii aja. Ya Bim yaa." Ucapnya dengan wajah memelas.
Aku menggeleng dengan tegas.
Sasha melangkah selangkah lagi. Hingga menyisakan jarak sedikit saja di antara kami. "Sayaaaaaang. Sekali ini ajaaa ya. Janjiii deh." Ucapnya manja di akhiri dengan kecupan di pipiku.
Wanitaku sudah pintar menggoda sekarang.
Aku menghela napas. Salahkanlah aku yang gampang terbujuk seperti ini. "Baiklah, tapi dengan satu syarat."
Wajah Sasha langsung berbinar. "Apa syaratnya ?"
"Kamu gak boleh jauh-jauh dari aku. Walaupun sedetikpun."
"Siap bos !"
Sasha lalu melingkarkan tangannya di lenganku. Dan kami berangkat menuju tempat resepsi pernikahannya.
***
Sesampainya di ballroom hotel, tempat dimana resepsi berlangsung, kami langsung masuk ke dalam.
Ruangan ini sudah dipenuhi oleh para tamu undangan. Aku menyuruh Sasha tetap melingkarkan tangannya dilenganku.
"Rame banget yang dateng." Ucap Sasha.
"Iya. Makanya jangan jauh-jauh dari aku. Nanti kamu hilang."
Dia memukul lenganku pelan. "Emangnya aku anak kecil." Dengusnya.
Aku tertawa. "Iya deh yang udah bisa bikin anak kecil." Godaku.
"Bima !"
"Apa sayang ?"
"Jangan becanda. Banyak orang. Malu kalau kedengeran yang lain."
Aku tertawa lagi. Sasha menggemaskan sekali kalau lagi ngomel-ngomel begini.
Boleh nyium disini gak sih ?
Aku mengajak Sasha ke arah kedua mempelai berada. Mengucapkan selamat kepada mereka lalu melangkah menuju tempat makanan berada.
"Lho, Sasha kan ?"
Suara seorang pria dari arah samping menghentikan jalan kami. Lalu menoleh kearah dimana suara itu berasal.
"Dava ? Kamu disini juga ?" Jawab Sasha antusias.
Aku mengernyitkan dahi. Apa-apaan ini ? Siapa dia ? Aku tidak pernah melihatnya berada disekitar Sasha sebelumnya.
"Iya. Yang nikah itu rekan bisnis aku." Jawab pria bernama Dava itu sambil tersenyum lebar.
Sasha mengangguk-nganggukkan kepalanya.
"Kamu apa kabar ? Udah lama banget ya kita gak ketemu. Bimbim gak di ajak ?" Tanyanya lagi.
"Iyaa. Udah lama banget. Bimbim lagi sama Oma Opanya."
"Ehem." Aku berdeham. Menghentikan obrolan mereka. Bisa-bisanya Sasha mengabaikanku.
"Oh iya Dav, kenalin ini..."
"CALON SUAMI Sasha." Aku memotong ucapan Sasha. Sengaja menekankan kata CALON SUAMI seraya mengulurkan tanganku.
"Dava." Ucapnya sambil menjabat uluran tanganku.
"Sayang, pulang sekarang ya. Nanti Bimbim kelamaan nunggu kita. Permisi Dava."
Aku melingkarkan tanganku dipinggang Sasha. Lalu menariknya keluar dari ruangan ballroom hotel.
"Kamu kenapa sih ? Gak sopan tau." Protes Sasha.
Aku diam, tidak menanggapi ucapan Sasha. Entahlah, rasanya aku sangat kesal melihat interaksi mereka berdua.
***
Sasha pov.
Aku memberengut di mobil. Kami sedang diperjalanan ke rumah. Aku kesal sekali dengan tingkah Bima yang kekanak-kanakan.
"Kalau kamu gak mau ngomong. Turunin aku di sini." Aku mencoba memancing Bima untuk bicara. Pasalnya setelah meninggalkan hotel dia tidak mau berbicara denganku.
Bima masih saja diam. Fokus memandang ke depan.
Aku menghela napas. Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang.
Entah berapa lama kami dalam keheningan. Sekarang mobil Bima sudah terparkir di depan rumahku. Aku keluar lebih dulu dan menutup pintu mobil dengan sedikit kencang.
Didalam rumah, aku langsung melangkah menuju dapur. Seperti biasa aku butuh air dingin untuk mendinginkan kepalaku yang terasa panas.
Setelah itu melangkah ke arah kamar untuk mengganti pakaian.
Aku keluar dari kamar. Mendapati Bima duduk menyandar di sofa ruang tamu sambil memejamkan matanya.
Aku mendekatinya. Memilih duduk tepat di sebelahnya. Aku tidak suka dia mendiamkanku begini.
Aku menyandarkan diriku di bahunya dengan tangan melingkar diperutnya.
"Kamu marah sama aku ya ?" Ucapku sambil mendongak. Berharap Bima mau membuka matanya dan melihatku.
Bima menunduk. Menatapku dengan tatapan...kesal mungkin. Dia mengelus kepalaku dengan sayang.
"Aku gak marah. Cuma kesal aja."
"Kesal kenapa ?" Aku mengerutkan dahi.
"Kamu sadar gak sih, si Dava-Dava itu suka sama kamu ?" Ucapnya ketus.
"Dava ? Kamu cemburu sama dia ?"
"Aku gak suka kamu deket-deket dia. Aku gak suka cara dia natap kamu. Kamu cuma milik aku." Ucapnya tegas.
Aku sontak tertawa. Ini lucu sekali.
"Kenapa tertawa ?"
"Kamu lucu."
"Apanya yang lucu. Aku serius ya Sha. Jangan deket-deket dia lagi."
Aku memeluknya lebih erat.
"Iya.iya. Lagian siapa juga yang mau deket-deket dia. Mending deket-deket kamu." Ucapku dengan manja.
Aku sudah tau bagaimana cara menaklukan Bima, apalagi jika sedang marah begini.
Cukup dirayu sedikit dengan pelukan atau kecupan kecil. Dijamin dia bakal luluh.
"Baguslah."
"Jadi udah gak marah kan ?" Tanyaku.
"Masih."
"Lho kok gitu."
"Kamu belum cium aku. Cium dulu baru aku gak marah lagi." Ucapnya jahil.
"Males!"
Aku melepaskan diri dari Bima lalu berlari menuju kamarku.
"Heii..kita harus kerumah mama." Ucapnya sedikit berteriak.
"Iyaa bawel." Jawabku berteriak juga.
Bersambung ~
My Lovely Son
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 21
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment