MY SUNSHINE

Oleh NindyKornelia

-Adara Fredella Ulani-

"Mas, Dara ikut mas ke kantor ya." Pintaku kepada mas Felix sambil mengunyah nasi goreng buatan bunda.

Sejak kepulangan mas Felix sebulan yang lalu, mas Felix memang ditugaskan untuk menggantikan kerjaan ayah di kantor.

"Ngapain ikut mas ? Memangnya kamu gak kuliah ?"

Aku menggeleng. "Hari ini gak ada jadwal kuliah. Dara cuma latihan balet aja ntar siang."

"Ya udah kalau gitu."

Setelah itu kami melanjutkan sarapan. Suasana sarapan seperti ini yang selalu aku rindukan. Dimana ada ayah, bunda dan juga mas Felix.

***

"Mas, masih lama gak sih ? Dara lapeer." Aku mengerucutkan bibirku.

Aku sedang berada di sofa yang ada dalam ruangan mas Felix. Menyandarkan badan disana dengan penuh kebosanan. Mending aku dirumah aja tadi.

"Sabar dong dek. Tinggal dikit lagi ini. Lagian siapa suruh maksa ikut kekantor ?" Ucap mas Felix tanpa melihatku.

Aku menghela napas. Merasa sangat bosan di sini. Aku mengambil ponsel lalu mengetik sebuah pesan untuk mas Adit. Ngomong-ngomong aku memang jarang ketemu sama mas Adit sebulan ini. Aku lebih banyak menghabiskan waktu bersama mas Felix dan juga mbak Alana, kekasihnya mas Felix.

Mas, lagi apa ? Makan siang bareng hayuk. Sama mas Felix juga. ;;)

Balasan pesan dari mas Adit masuk beberapa menit setelahnya.

Mas udah ada janji makan siang sama temen :(

Aaaaaaaa :( Dara kangen sama mas Adit.

Gak usah lebay. Rumah kita sebelahan.

Kejam !

Mas Adit tidak lagi membalas pesanku. Aku memutuskan untuk bermain game yang ada diponselku saja.

Beberapa saat kemudian.

"Ayo dek. Kita makan siang." Mas Felix berdiri disamping sofa yang kududuki.

"Kerjaan mas udah selesai ?" Tanyaku sambil menutup aplikasi game yang kumainkan.

"Udah. Ayo."

Aku mengikuti mas Felix yang berjalan di depanku. Dia sibuk dengan ponselnya. Mungkin menghubungi mbak Alana. Mas Felix memang selalu menghubungi mbak Alana tiap jam makan siang, bahkan mereka sering menghabiskan waktu makan siang bersama.

Sesampainya direstoran pilihan mas Felix. Kami langsung melangkah masuk ke dalam. Mas Felix memilih meja yang berada di dekat dinding. Setelah itu kami memesan makanan yang kami inginkan.

"Habis ini kamu latihan kan dek ?" Tanya mas Felix.

"Iya mas. Anterin Dara ya. Males naik taxi."

"Iya. Kamu emang gak capek kuliah sambil latihan balet gitu ?"

"Kadang-kadang capek sih. Tapi Dara seneng kok ngelakuinnya."

"Mas gak mau kamu kecapekan terus sakit aja. Pinter-pinter jaga kesehatannya. Kalau bukan kamu yang jaga siapa lagi." Omel mas Felix. Dia sama saja seperti mas Adit. Mereka berdua memang tidak setuju sebenarnya kalau aku mengikuti latihan balet.

"Iya mas." Jawabku.

Mas Felix merogoh ponselnya di dalam kantong yang berdering. Lalu mengangkatnya. Ternyata yang menelpon adalah mbak Alana.

Aku memilih mengedarkan pandangan di ruangan restoran. Pada jam makan siang begini, restoran terlihat lumayan ramai oleh pengunjung yang kebanyakan adalah orang kantoran.

Deg.

Mataku sontak terpaku kepada meja yang terletak di dekat pojok. Pasalnya disana ada mas Adit yang sedang makan siang bersama wanita yang bernama Hana.

Mereka terlihat sangat menikmati makan siang dengan nyaman.

Apa-apaan ini ?

Dadaku berdebar-debar dengan kencang. Aku takut. Sungguh. Aku tidak rela jika mas Adit bersama wanita itu. Hanya aku yang boleh bersama mas Adit. Ya. HANYA AKU !

Aku tidak bisa mengalihkan pandangan dari sana. Aku terus saja mengawasi gerak-gerik mereka yang semakin membuat dadaku menjadi sesak.

Kenapa mas Adit tidak bilang saja tadi kalau teman makan siangnya itu adalah Hana ?

"Dek, ayo makan. Jangan ngelamun gitu." Tegur mas Felix.

"Eh...iya mas." Ucapku sedikit gugup.

Aku bahkan tidak sadar makanan kami sudah datang.

Aku memaksakan diri untuk makan. Sungguh, selera makanku lenyap seketika saat melihat mas Adit tertawa lepas bersama wanita itu. Namun aku tidak mau membuat mas Felix curiga. Cukup aku saja yang mengetahui perasaan bodoh ini.

***

Aku menyeka keringat dengan handuk kecil yang biasa kubawa saat latihan menari balet. Mengambil air mineral di dalam tas lalu meneguknya hingga menyisakan sedikit air saja.

Aku duduk menyandar ke dinding sambil meluruskan kaki. Mengambil ponsel lalu mengetikkan pesan untuk mas Adit.

Mas, udah gak praktek kan ? Jemput Dara ditempat latihan dong :(

Setelah memencet tombol send, aku meletakkan ponsel disamping.

Beberapa saat kemudian ponselku berdering, pertanda ada telepon masuk. Aku melihat nama si penelpon di layar lalu mengangkatnya.

"Halo mas." Sapaku antusias. Seperti biasanya. Yang menelpon adalah mas Adit. Dan aku akan selalu bersemangat jika itu tentang mas Adit.

"Kamu lagi latihan ?"

"Iya mas. Bentar lagi selesai. Jemput Dara yaaa." Rengekku.

"Iya. Tunggu mas."

"Oke mas."

Mas Adit lalu memutuskan sambungan teleponnya. Selalu begitu. Dia Irit sekali dalam berbicara.

Aku lanjut berlatih menari balet. Seminggu lagi akan ada lomba menari balet. Dan aku berniat untuk mengikutinya. Jadi aku harus berusaha lebih keras lagi. Siapa tahu mas Adit jatuh cinta jika aku memenangkan lomba itu.

"Baiklah, latihan hari ini selesai." Ucap pelatih yang melatih kami menari balet.

Aku lantas beranjak menuju kursi panjang yang sekarang diduduki oleh mas Adit. Dia terlihat tampan seperti biasanya.

Aku mengernyitkan dahi. Melihat pakaian yang dikenakan mas Adit masih sama dengan pakaian yang dikenakannya di restoran tadi.

Bukankah harusnya mas Adit sudah pulang dari tadi ?

Oh shit ! Jangan-jangan mas Adit bersama wanita itu setelah makan siang. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku tidak mau mas Adit direbut oleh wanita itu.

"Capek ?" Tanya mas Adit saat aku berada di dekatnya. Aku langsung duduk di sebelah mas Adit dan menyandar di bahunya.

"Banget mas." Ucapku lesu sambil menyeka keringat dengan handuk kecil.

"Siapa su..."

"Mas." Aku memotong pembicaraan mas Adit. Aku sudah tau apa yang akan dikatakannya. "Dara memang capek. Tapi Dara seneng ngelakuinnya. Jadi jangan menyuruh Dara untuk berhenti menari balet lagi. Karena Dara gak akan berhenti." Lanjutku dengan nada tegas.

"Kamu kenapa ? Sensi banget. Lagi dapet ?" Tanya mas Adit lagi.

"Enggak. Mas dari mana ?"

"Mas dari rumah Hana, Sheila lagi batuk. Jadi Hana minta tolong sama mas untuk periksa Sheila dirumahnya."

"Kenapa harus mas yang kesana sih ? Dia kan bisa bawa sendiri ke dokter. Modus banget." Ketusku.

"Dara. Gak boleh ngomong gitu. Mas seorang dokter, jadi udah kewajiban mas untuk menolong siapapun yang membutuhkan pertolongan mas. Lagian Sheila itu anaknya Hana, temen mas."

Aku menghela napas kesal. Mas Adit lebih membela wanita itu sekarang. Menyebalkan.

"Au ah. Dara mau pulang. Capek."

"Gak mau ganti baju dulu ?"

"Enggak, Dara pakein sweater aja."

Aku berjalan duluan. Mas Adit menyusul dibelakang. Lebih baik aku tidur dirumah dari pada mendengarkan cerita mas Adit tentang wanita itu.

Sampai kapan perasaan bodoh ini bersemayam dihatiku ?

Bersambung ~




0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea