Bima pov
Aku tertunduk lesu. Rasanya menyesakkan sekali. Aku sudah menduga akan seperti ini. Namun tetap saja aku merasa hancur.
"Maa, maafin Bima." Aku mendekati mama yang duduk di sofa, meletakkan kepalaku diatas paha mama.
"Kenapa bisa begini nak ?" Mama berbicara dengan lirih.
"Bima khilaf ma. Sungguh. Bima menyesal. Bima mau menebus semuanya. Bima ingin menikahinya ma." Aku menengadah, memohon kepada mama.
Mama mengelus kepalaku. "Mama merestuimu sayang. Mama ingin bertemu dengannya. Mama mohon, jangan menyakitinya lagi. Mama gak bisa bayangin bagaimana dia menjalani kehidupannya selama 6 tahun terakhir." Mama berbicara sambil menyeka air matanya.
"Terimakasih ma. Mama mau maafin Bima ?"
"Tentu saja. Sefatal apapun kesalahan kamu, kamu tetap anak mama."
Aku sontak memeluk mama dengan erat. Mengecup dahinya agak lama. "Terimakasih ma. Bima sayang mama."
"Mama juga sayang kamu nak. Bawa cucu mama kesini secepatnya ya ?"
Aku mengangguk. "Papa gimana maa ?"
"Nanti mama bantuin ngomong sama papa."
Aku kembali memeluk mama dengan erat. "Makasih maa."
"Sekarang kamu istirahat aja."
Aku menuruti keinginan mama dan melangkah menuju kamar. Renata juga kembali kekamarnya.
Aku memijit pelipisku. Rasanya pusing sekali memikirkan bagaimana selanjutnya. Aku hanya bisa berharap papa juga bisa menerima Sasha dan Bimo.
Ponselku berdering pertanda ada pesan masuk. Aku mengambil ponsel lalu membuka pesan tersebut.
Kamu baik-baik saja ? Sudah dirumah kan ? Aku khawatir.
Bibirku sontak melengkung ke atas membuat sebuah senyuman saat membaca pesan dari Sasha. Aku memang lupa mengabarinya saat sudah sampai dirumah. Bahagia sekali rasanya mengetahui dia mengkhawatirkanku.
Aku mengetikkan balasan pesan untuk Sasha, lalu mengirimnya.
Aku udah dirumah. Maaf baru ngabarin. Aku merindukanmu.
Balasan dari Sasha langsung masuk beberapa saat setelahnya. Jadilah kami saling berbalas pesan sekarang.
Ini baru beberapa jam dan kamu sudah merindukanku ? Dasar pembohong !
Hei. Aku tidak berbohong. Aku memang merindukanmu. Kalau kamu tidak percaya aku akan kesana sekarang juga.
Jangan becanda Bim. Ini sudah malam. Aku akan percaya saja kalau begitu. Kamu sudah makan ?
Sudah. Kamu sudah makan ? Bagaimana dengan jagoan kita ? Dia tidak rewel kan ?
Kami berdua sudah makan. Bimbim sudah tidur. Sepertinya dia kelelahan. Dia tidak mau jauh-jauh dari helikopter barunya.
Biarkan saja. Nanti juga dia akan bosan sendiri. Tidurlah sekarang. Besok aku akan menjemputmu. Peluk cium Bimbim buat aku ya.
Baiklah. Kamu juga tidur, oke ? Kamu pasti sangat lelah seharian main sama Bimbim. Aku sudah mencium Bimbim untukmu.
Perhatian sekali calon istriku ini. Sini aku cium dulu. Muah muah :*:*
Dasar mesum !
Mesum sama calon istri sendiri gak papa dong. Ya sudah, ayo tidur. Good night, love. I Love you.
Good night, Bim. Love you too.
Aku meletakkan ponsel di atas nakas, mematikan lampu dan bersiap untuk tidur.
Sasha benar. Aku sangat lelah. Bukan karena seharian bermain bersama Bimo. Namun karena apa yang terjadi denganku tadi.
Aku tidak tau bagaimana harus bersikap didepan papa besok pagi.
Aku menghela napas dengan berat. Lalu mulai memejamkan mataku.
***
Pagi yang cerah. Namun suasana hatiku tidak secerah pagi ini. Aku melafalkan kalimat semua akan baik-baik saja berulang kali di dalam hati. Seolah kalimat itu adalah sebuah mantra.
Aku beranjak dari tempat tidur lalu melangkah ke kamar mandi. Aku harus bersiap-siap menjemput kedua malaikatku. Setelah itu baru kekantor.
"Bimaaaa, ayo sarapan."
Aku mendengar suara mama yang berteriak dari arah meja makan. Sebelum mama menjemputku dan menjewer telingaku. Aku bergegas menuju ruang makan.
Diruang makan, aku mendapati papa, mama dan Renata yang sudah duduk di bangku masing-masing seperti biasa. Aku menghela napas lalu melangkah untuk duduk di kursi sebelah kiri papa.
Papa tidak menoleh ke arahku sama sekali. Papa bahkan bersikap seolah-olah aku tidak ada.
Aku menunduk, dan mulai memakan sarapanku. Hari ini mama membuatkan kami nasi goreng sosis sebagai menunya.
Selama sarapan, tidak ada satu orangpun dari kami yang berbicara. Suasana disini sangat tegang. Sesekali aku melirik papa yang masih saja mengabaikanku.
Aku juga melirik mama dan Renata, mereka menatapku dengan tatapan khawatir. Aku tersenyum kearah mereka. Memberitahu bahwa aku baik-baik saja.
Selesai makan, papa beranjak duluan.
Aku semakin tertunduk lesu. Papa benar-benar marah kepadaku.
"Bawalah menantu dan cucu papa secepatnya. Mungkin setelah itu papa akan memaafkanmu."
Aku sontak mendongak dan menoleh ke arah papa. Namun sayangnya papa sudah berjalan duluan meninggalkan kami bertiga di ruang makan.
Aku lega sekali mendengar papa berbicara seperti itu.
Terimakasih pa, batinku.
Bersambung ~
My Lovely Son
Oleh
NindyKornelia
Categories
Part 18
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment