My Lovely Son

Oleh NindyKornelia

Bima pov

Aku meregangkan badanku, seharian dikantor membuatku lelah. Fikiranku juga lelah. Ditambah lagi seharian ini banyak masalah dikantor yang mengharuskanku untuk pulang lebih telat dari biasanya.

Aku mengambil ponsel lalu mengetikkan pesan kepada Sasha. Aku ingin memastikan dia sudah dirumah apa belum. Kalau dilihat dari jam sekarang ini, seharusnya dia sudah dirumah sekarang.

Sayang. Kamu sudah pulang ?

Aku membereskan barang-barangku. Lalu bergegas meninggalkan kantor.

Balasan pesan dari Sasha masuk tepat saat aku akan menghidupkan mesin mobil. Aku membuka pesan tersebut terlebih dahulu.

Aku sudah dirumah. Kamu dimana ?

Aku mau jalan kesana. Kamu mau sesuatu ? Nanti aku belikan.

Gak usah. Aku sudah masak banyak sekarang. Hati-hati dijalan.

Aku memutuskan untuk tidak membalas pesan terakhir dari Sasha. Toh nanti juga akan ketemu. Aku melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Beruntunglah jalanan tidak macet seperti biasanya, jadi aku bisa sampai lebih cepat.

Aku memakirkan mobil di tempat biasa, di depan rumah Sasha. Lalu beranjak keluar dari mobil dan melangkah menuju pintu rumah Sasha.

Aku menyempatkan menyapa tetangga Sasha yang sedang duduk bersantai di teras rumah mereka. Dan mereka membalas sapaanku.

Aku bersyukur sekali Sasha memiliki tetangga yang tidak resek dan ingin mencampuri urusan orang lain. Jadi aku bisa datang kesini setiap harinya tanpa perlu mencemaskan omongan jelek orang lain tentang Sasha nantinya.

Aku memencet bel, lalu mendengar suara langkah kaki yang berlari dari dalam. Itu pasti Bimo.

"Ayah !" Bimo tersenyum lebar saat pintu telah terbuka. Dia lalu menarik tanganku untuk masuk.

"Bunda masak banyak sekali yah. Bunda bilang ayah makan disini. Benar yah ?" Bimo berceloteh sepanjang jalan ke ruang tamu.

Aku duduk di sofa dengan Bimo yang berada di pangkuanku. "Oh ya ? Bunda masak apa aja ? Ayah gak sabar buat makan masakan Bunda."

Bimo mendongak dan bersandar di dadaku. "Bunda masak ayam goreng, ada tahu sama tempe juga. Terus Bunda juga masak sayur bayar. Bimbim gak suka sayur bayam."

"Kenapa gak suka ?"

Dia menggeleng. "Gak enak. Bimbim gak suka sayur."

"Bimbim tau popeye kan ?"

Dia mengerutkan dahinya. Berfikir lalu mengangguk.

"Bimbim tau gak popeye makan apa biar dia kuat ?"

"Makan sayur."

Pinter. "Bimbim tau nama sayurnya ?"

Dia menggeleng lagi. "Gak tau. Bimbim tau itu sayur karena warnanya hijau."

Aku terkekeh pelan. "Popeye itu jadi kuat karena dia makan sayur bayam. Bimbim gak mau kuat seperti popeye ?"

Dia mengangguk antusias. "Bimbim mau jadi kuat seperti popeye. Biar bisa lindungin Bunda dari om-om jahat." Dia menunjukkan lengannya yang tidak memiliki otot sama sekali.

Aku mengernyit. "Om-om jahat ?" Tanyaku.

"Iya yah. Om-om jahat."

"Siapa om-om itu ? Mereka apain Bunda ?" Tanyaku lagi, aku tidak bisa menutupi raut wajah khawatirku.

"Bimbim gak tau sama mereka. Om-omnya banyak. Dia suka jahatin Bunda. Dia bilang bunda jual mahal. Terus ada juga yang pegang-pegang tangan Bunda. Bunda marah-marah sama om-omnya."

Rahangku mengeras mendengar cerita Bimo. Aku tidak tahu kalau Sasha pernah mendapat perlakuan seperti itu dari pria-pria brengsek di luar sana.

Aku mengepalkan tanganku, mencoba meredam emosi yang bisa meledak kapan saja. Aku bersumpah, akan mematahkan tangan siapa saja yang berani mengganggu wanitaku.

"Hei, kamu sudah dateng ? Kenapa Bimbim gak bilang sama Bunda ?" Sasha datang dari arah dapur.

Dia terlihat sangat cantik walaupun sedang berkeringat. Ditambah lagi dengan rambutnya yang diikat asal.

"Kita memang sedang mengobrol. Ya kan Bim ?"

"Iya Bun. Bimbim ngobrol sama ayah."

"Hm. Baiklah. Ada yang laper ?" Tanya Sasha dengan senyum menggodanya.

"Bimbim bun !! Bimbim laper." Bimo berteriak seraya turun dari pangkuanku.

"Ayo kita makan." Sasha menggandeng tangan Bimo. Menariknya menuju dapur.

"Ayah gak di ajak ?" Ucapku. Memasang wajah pura-pura sedih.

Bimo tertawa. "Ayah gak cocok seperti itu ya Bun ?"

Sasha ikut tertawa.

"Ayo ayah. Jangan manja begitu." Ucap Sasha menggodaku.

Aku tertawa lantas berdiri menyusul mereka.

***

Sasha pov.

"Bun, Bimbim mau sayurnya juga." Bimo menyodorkan piringnya yang sudah berisi ayam goreng.

"Sayur ?" Aku mengernyitkan dahi. Bimo tidak suka makan sayur. Aku sudah sering memaksanya makan sayur namun susah sekali. Dan sekarang dia meminta sayur sendiri. Benar-benar momen langka.

Bimo mengangguk. "Iya. Bimbim mau makan sayur bayam biar kuat seperti popeye. Ya kan yah ?" Dia mengangkat tangannya. Memamerkan lengannya yang tidak memiliki otot sama sekali. Lalu menoleh ke arah Bima yang tersenyum bangga.

Sekarang aku tau kenapa Bimo mau makan sayur.

"Baiklah, Bunda akan mengambilkan sayur buat popeyenya bunda." Aku mengisi piring Bimo dengan sesendok sayur bayam lalu menuangkan kuahnya juga.

"Terimakasih bunda." Ucapnya sambil tersenyum lebar.

Aku mengacak rambutnya pelan. "Sama-sama sayaang."

Setelah itu aku mengisi piring Bima dengan nasi, sepotong ayam goreng, sepotong tahu, sepotong tempe dan juga sayur bayam beserta kuahnya. Aku juga menambahkan sambal dipiringnya. Lalu memberikannya kepada Bima.

"Terimakasih Bunda." Ucapnya sambil tersenyum lalu mengedipkan sebelah matanya.

Aku hanya menanggapinya dengan tertawa kecil.

Sekarang giliran piringku yang butuh diisi.

Kami makan dengan lahap. Tidak ada yang berbicara. Sesekali aku melirik Bimo yang nampak memaksakan dirinya mengunyah dan menelan sayur bayamnya.

Aku jadi penasaran. Apa yang dilakukan Bima hingga mampu membuat Bimo mau memakan sayur.

Selesai makan, aku langsung membersihkan meja makan dan mencuci semua piring yang kotor.

Saat sedang menyabuni piring-piring yang kotor. Aku sontak menegang karena ada yang memelukku dari belakang. Namun secepat mungkin kembali rileks.

"Bim. Aku lagi nyuci piring." Ucapku, sambil berusaha melepaskan pelukan Bima.

"Aku tau. Aku tidak akan mengganggu." Dia mengeratkan pelukannya dan meletakkan dagunya dibahuku.

"Ini mengganggu namanya Bim. Aku jadi susah gerak."

"Biarin." Bukannya melepaskan pelukannya. Dia malah menyembunyikan wajahnya ke leherku. Aku bisa merasakan deru nafasnya di leherku. Dan itu membuatku geli.

Aku memutuskan untuk membiarkan Bima memelukku. Dan melanjutkan mencuci piring. Yah walaupun agak kesulitan.

"Bimbim dimana ?"

"Dia lagi asyik sama legonya."

"Kalau dia kesini gimana Bim. Malu tau diliat Bimbim."

"Gak akan sayang. Kamu tenang aja. Aku udah bilangin Bimbim jangan ke dapur dulu." Bima terkekeh diakhir kalimatnya.

"Dasar!" Aku memukul pelan tangannya yang melingkar di dapurku.

"Bim. Kamu tidur ? Aku udah selesai nyuci piringnya."

Bima membalikkan badanku. Hingga kami berhadap-hadapan sekarang. Dia tersenyum, namun raut wajahnya terlihat sangat lelah.

Aku mengulurkan tangan kananku. Meraba pipinya. "Kamu capek banget ya ?"

Dia mengangguk.

"Pulang gih sana. Istirahat dirumah."

Dia menggeleng. "Aku mau disini aja. Sama kamu. Sama Bimbim."

"Tapi kamu keliatan banget capeknya Bim. Nanti kamu sakit."

"Kamu mau gak ngilangin rasa capek aku ?"

"Heh ? Emang bisa ?"

Dia mengangguk.

"Gimana caranya ?" Tanyaku lagi.

Dia menunjuk bibirnya. "Give me a kiss." Ucapnya sambil menaikturunkan alisnya.

"Dasar mesum ! Itu mah maunya kamu."

Aku mendorong pelan dada Bima dan melangkah melewatinya. Namun baru beberapa langkah Bima melingkarkan tangan kanannya diperutku lalu menarikku hingga aku kembali keposisi semula.

Dan tanpa aku sangka-sangka dia langsung menciumku. Melumat bibirku dengan lembut. Dan memberikan kecupan-kecupan kecil disana.

Aku membalas ciuman Bima dan mengalungkan tanganku di lehernya. Sungguh, aku tidak punya alasan untuk menolak ciuman Bima.

He's a good kisser !

Entah sudah berapa lama kami berciuman. Aku tidak tahu. Dan aku tidak mau tahu.

Bima melepaskan tautan bibir kami namun jarak kami masih sangat dekat. Kami sama-sama berebut oksigen. Ciuman barusan sungguh membuat kami susah bernafas.

Dia tersenyum. Manis sekali. Mengecup bibirku sekali lagi. Lalu menjauhkannya kembali.

"Kamu cantik sekali." Ucapnya sambil tersenyum lembut.

"Gombal !" Aku memukul dadanya pelan.

"Aku serius sayang. Makin cantik dengan bibir membengkak seperti itu." Dia tersenyum jahil.

Aku sontak menggigit bibir bawahku. Rasanya memang kebas sekali.

Bima mengecupku kembali dengan sekilas. "Jangan digigit seperti itu. Aku jadi tidak tahan untuk tidak menciummu."

"Bima !" Ucapku sedikit berteriak. Aku baru tahu kalau dia bisa semesum ini.

"Apa sayang ?" Dia masih saja menggodaku.

"Jahil banget sih." Aku mencubit perutnya. Bukannya kesakitan dia malah menertawakanku.

"Aku jahilnya cuma sama kamu aja."

Aku mencibir. "Bohong."

"Aku gak bohong."

"Gak percaya."

"Aku cium lagi ni."

"Oke.oke aku percaya." Aku memutar mataku. Jengah dengan ancamannya.

"Oh iya Minggu ini kita kerumah aku ya. Mama sama papa mau ketemu sama kamu."

"Bimbim juga ?" Tanyaku.

"Tentu sayang. Aku, kamu, Bimbim."

"Bim, mama papa kamu udah tahu tentang aku sama Bimbim ? Kalau mereka gak setuju gimana ?" Aku meremas ujung baju yang aku pakai.

"Aku udah ceritain semua tentang kita sama mereka. Dan mereka udah bilang akan merestui hubungan kita. Mereka juga bilang gak sabar buat ketemu menantu sama cucunya."

Mataku mulai berkaca-kaca. Merasa terharu. "Kamu serius ? Gak bohong ?" Tanyaku memastikan.

"Aku serius Sha, gak mungkin aku bohongin kamu untuk hal sepenting ini."

Aku sontak memeluknya. "Aku sayang kamu."

Bima mengelus punggungku dengan sayang.

"Aku juga sayang kamu."

Bersambung ~











0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea