MY SUNSHINE

Oleh NindyKornelia

-Adara Fredella Ulani-

Aku menggonta-ganti channel televisi. Mencoba mencari tontonan yang pas dan kusuka. Namun tidak ada yang menarik hatiku.

Aku mengerucutkan bibirku. Aku bosan, pengen keluar. Tapi Ayah sama Bunda gak ngizinin. Pasalnya kakiku masih terasa sedikit sakit untuk berjalan.

Rumah sepi sekali. Ditambah lagi dengan Bunda yang pergi nemenin Ayah ke kondangan. Aku merasa seperti tahanan saja.

Ponselku berdering. Aku langsung mengangkatnya saat melihat nama si penelpon dilayar.

"Masih inget Dara juga ?" Ucapku kesal, tanpa sapaan halo.

Si penelpon tertawa. "Halo sayang. Mas baik. Kesayangan mas apa kabar ?" Balasnya menyindirku.

"Dara sakit." Ucapku ketus.

"Sakit apa ? Terkilir doang kan ?" Ucapnya dengan nada geli. Kalau dia ada disini sudah pasti akan kupukuli dia dengan tanganku ini.

"Mas Felix !" Aku berteriak. Ya. Yang menelpon itu adalah mas Felix. Kakak kandungku yang sekarang berada di luar negeri. "Terkilir sakit tau. Dara gak bisa keluar rumah. Dara gak bisa nari balet. Kaki Dara juga sakit buat jalan." Ucapku lagi.

"Iya. Iya. Mas becanda. Makanya lain kali hati-hati. Mas gak mau kesayangan mas kenapa-napa." Nasehatnya dengan suara lembut seperti biasa. Aku merindukan kasih sayang mas Felix.

"Mass."

"Hm."

"Kapan pulang ? Dara kangeen." Rengekku.

Aku mendengar mas Felix menghela napas disana. "Mas belum tau dek. Mas masih pengen berkarir disini." Ucapnya.

"Kenapa harus disana sih mas ? Ayah udah tua lho. Kalau bukan mas yang bantuin ayah disini, siapa lagi coba ?"

"Kan ada kamu dek."

"Dara gak mau ! Dara mau mas pulang pokoknya !"

Mas Felix tertawa lagi. "Bawel ih. Sabar ya sayang. Ntar mas pasti pulang kok. Sekalian mas mau ngenalin seseorang sama kamu, sama ayah, sama bunda juga ?"

"Huh ? Mas Felix bawa pacar ?"

"Bukan. Tapi calon istri."

"Aaaaaa! Mas Felix. Dara pengen ketemu. Pokoknya cepetan pulang." Ucapku antusias.

"Mas udah bilang sabar kan sayang ? Udah ah, nelpon ke kamu mahal. Sekarang istirahat. Okay ?"

"Iya mas. Miss you."

"Miss you too princess."

Mas Felix mematikan sambungan teleponnya. Aku meletakkan ponsel dengan asal. Lalu kembali menggonta-ganti channel televisi.

"Mboooook, Dara mau jus jeruk doong." Aku berteriak kepada mbok Nah, asisten rumah tangga dirumah.

Merasa tidak ada sahutan, aku berdiri dan berniat untuk mengambil sendiri ke dapur.

Aku melangkah dengan kaki yang sedikit pincang. Menahan nyeri yang masih terasa setiap kali memijakkan kaki ke lantai.

"Hati-hati." Suara seseorang menghentikanku.

Aku menoleh dan mendapati mas Adit yang sedang melangkah ke arahku. "Mas Adit !" Seruku dengan mata berbinar.

"Mau kemana ?" Tanya mas Adit.

"Ke dapur mas. Dara pengen jus jeruk."

"Si mbok kemana ?"

"Gak tau, Dara udah panggil tapi gak ada sahutan."

"Ya udah, kamu tunggu disini aja. Biar mas yang ambilin."

Mas Adit melangkah ke dapur. Aku memperhatikannya dengan senyuman lebar yang terukir di bibirku. Mas Adit memang sudah biasa berada dirumahku, dia bahkan sudah dianggap seperti keluarga dirumah ini.

Begitupula saat aku berada di rumah mas Adit. Mama papa mas Adit juga sudah menganggapku sebagai anak. Apalagi mas Adit adalah anak tunggal. Mama mas Adit memanjakanku layaknya anak gadisnya.

"Masih sakit ?" Tanya mas Adit mengulurkan segelas jus jeruk kepadaku. Aku langsung meminumnya hingga menyisakan setengah gelas saja.

"Gak terlalu mas. Besok aku mau kekampus. Bosen dirumah terus." Ucapku seraya meletakkan gelas di atas meja.

"Kamu bosen ?"

Aku mengangguk. "Banget mas."

"Ayo, jalan-jalan sama mas." Ajaknya.

"Beneran mas ?" Mataku seketika langsung berbinar, namun kembali meredup saat mengingat sesuatu. "Nanti ayah marah mas. Ayah bilang aku gak boleh keluar dulu." Ucapku sendu.

"Gak papa, nanti mas yang bilang sama ayah. Lagian sejak kapan sih ayah marah kalau kamu pergi sama mas ?" Dia menaikkan sebelah alisnya.

Aku tersenyum lebar. "Bener juga. Ayo mas kita jalan-jalan. Gendong yaaaa." Ucapku manja.

"Manja !" Mas Adit mengacak rambutku pelan. "Kamu gak mau ganti baju ?" Dia menunjuk pakaian yang ku kenakan.

Aku memakai setelan baju tidur bergambar hello kitty berwarna pink.

Aku mengeleng. "Males. Nanti lama. Lagian kita kan muter-muter aja mas. Gak bisa turun juga. Mas gak malu kan ?"

"Ngapain malu. Orang-orang juga tahunya kamu masih bocah." Dia menjulurkan lidahnya.

"Mas ih ! Dara udah 20 tahun ya. Udah gak bocah lagi." Aku memberengut.

"Udah, gak usah sok dewasa. Cepetan sini naik."

Mas Adit berjongkok membelakangiku agar aku bisa naik kepunggungnya. Aku sontak naik, lalu melingkarkan tanganku di lehernya.

Setelah itu mas Adit menggendongku menuju mobilnya.

Yeii, akhirnya kebosanan ini berakhir juga. I Love you mas Adit, batinku.

***

-Aditya Naufal Agustin~

"Enak ?" Tanyaku kepada gadis dengan pakaian tidur bergambar hello kitty yang duduk di sebelahku. Siap lagi kalau bukan Dara. Adik yang aku sayangi.

Dia mengangguk dengan mulut penuh dan saus yang belepotan di sudut bibirnya. Persis sekali dengan bocah yang baru bisa makan.

"Mas mau ?" Dia menyodorkan sandwich yang berada di tangannya. Kami baru saja membelinya kepada penjual sandwich di pinggir jalan.

Aku menggeleng. "Gak. Mas masih kenyang." Ucapku sambil mengambil tisu di dashboard dan mengelapkannya ke sudut bibir Dara yang belepotan saus.

Sekarang sudah hampir jam 10 malam.  Itu berarti hampir 2 jam kami berputar-putar di jalanan. Senyum bahagia tidak pernah hilang di bibir Dara.

Di bercerita banyak sepanjang perjalanan, termasuk tentang kerinduannya akan kampus, teman-temannya hingga kerinduannya akan menari balet. Padahal dia baru libur selama 2 hari. Bayangkan, DUA HARI ! Dan dia bertingkah seolah dia sudah tidak keluar rumah selama 2 tahun.

"Kita pulang sekarang ya. Nanti Ayah sama Bunda khawatir." Bujukku.

Dia melirik jam dipergelangan tangannya. Lalu memasang tampang memelasnya. "Dara masih pengen sama mas Adit." Ucapnya manja.

Aku berdecak. "Tiap hari ketemu juga !" Ucapku.

"Oh jadi gitu, mas Adit gak suka lama-lama deket Dara. Oke fine. Kita pulang. Dara pengen istirahat." Dia memberengut dibangkunya. Mengalihkan pandangan keluar jendela.

"Katanya udah 20 tahun, tapi masih suka ngambek kayak bocah." Ucapku dengan nada menyindir. Aku suka sekali menggodanya.

"Bodo !" Katanya.

Aku tertawa terbahak-bahak. Dara memang lucu sekali. Dia dengan sifat kekanak-kanakannya selalu mampu membuatku tertawa lepas sekaligus merasa bahagia.

Aku memakirkan mobilku di depan rumah Dara. Keluar dari mobil lalu melangkah ke sisi pintu sebelah Dara duduk.

Aku membuka pintu, lalu berjongkok agar dia bisa naik ke gendonganku.

"Ayo naik." Ajakku.

"Gak mau ! Dara mau jalan sendiri aja. Sana mas Adit pulang aja." Ucapnya dengan nada ketus.

Aku berusah menahan tawa. Kalau dia sedang dalam mood buruk begini, cara paling ampuh membujuknya adalah dengan kelembutan. Jangan membantahnya sama sekali. Kalau tidak dia akan berubah menjadi macan betina yang dipisahin paksa dengan anaknya.

"Jangan ngambek gitu dong. Mas Adit minta maaf. Oke ?" Bujukku.

"Au ah gelap !"

"Aaaaaa MAS ADIT !" teriaknya.

Aku memaksa untuk menggendongnya. Namun bukan di punggungku. Aku menggendongnya dengan bridal style. Dia lalu mengalungkan tangannya dileherku dan menenggelamkan wajahnya di dadaku.

Aku melangkah memasuki rumah Dara.

"Lho, Dara. Udah gede masih digendong mas Adit juga. Kasian mas Aditnya keberatan." Tegur Bundanya Dara. Beliau sedang menonton televisi bersama ayah.

"Gak papa bun. Dia kan ringan kayak bocah." Ucapku sambil tertawa, yang langsung dihadiahi pukulan didadaku oleh Dara.

"Yang sabar ya Dit, langsung suruh tidur aja Daranya." Ucap Ayah.

"Selamat tidur Yaah, Buun." Ucap Dara pelan, sepertinya dia mulai mengantuk.

"Selamat tidur sayang." Jawab ayah dan bunda berbarengan.

"Adit nganter Dara ke atas dulu ya Bun, Yaah." Pamitku.

Bunda dan Ayah mengangguk. Aku lalu melangkah ke lantai atas, tempat dimana kamar Dara berada.

Aku menidurkan Dara dikasur. Menyelimutinya hingga menutupi lehernya. Lalu mengecup dahinya pelan.

"Good night, princess." Ucapku.

Aku dan Felix sering memanggilnya dengan sebutan princess. Dia memang tuan putri dikeluarga ini, dan juga dikeluargaku. Karena dia sudah seperti anak sendiri bagi orangtuaku.

Setelah itu, aku meninggalkan kamarnya. Membiarkan dia tertidur dengan lelap.

Bersambung ~


0 comments:

Post a Comment

 

sikunin Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea